Senin, 01 Februari 2021

Aku bersaksi bahwa tiada wanita selain dirimu, kasih. (cerpen)

 



Aku bersaksi bahwa tiada wanita selain dirimu, kasih.

Oleh: Muhammad Farhan

Gemetar tanganku ketika mulai menuliskannya untukmu. Hatiku linglung, otakku limbung. Ketika hendak menulis, banyak yang kurasa. Setelah kupegang pena, hilang otakku seutuhnya. Maaf kupinta jika tulisku tak seromantis surat cinta kekasih pada kekasihnya. karena ketika aku menuliskannya untukmu hatiku diambang linglung, otakku diambang limbung.

Bersama dengan surat ini ada, kukirimkan juga padamu seperangkat bias senja -segerombol burung yang mengangkasa, selengkung pelangi dengan selusin warna, sewarna jingga yang kobarannya membara. Selain itu, untukmu, kukirimkan juga semilir angin yang membelai halus rambutmu, mengelus lembut pipimu, mencubit manja ujung hidungmu. Karena untuk melakukannya sendiri, diriku, belumlah qobiltu.

Perihal perkataan yang pernah dikatakan oleh gurumu, maaf, aku tak setuju. Katanya, berkhayal itu dapat menyebabkan gangguan kejiwaan. Sama seperti rokok yang dapat menyebabkan gangguan kehamilan. Katanya seperti itu. Suatu ketika, aku mencobanya untuk membuktikan apa yang dikatakan oleh gurumu itu dan ternyata hasilnya malah sebaliknya, aku mengalami gangguan jiwa.

Ceritanya, setelah mengetahui itu, aku mencoba untuk tidak menghkayalkan dirimu. Sebisa mungkin kulakukan itu. Tapi nyatanya, esoknya, aku dilanda gila. Lama. Hingga aku memimpikanmu. Walaupum hanya sekedar mimpi, tapi hadirmu padaku sangatlah membantu. Kala itu, kala malam telah tiba, aku mendatangi kamarmu dengan pakaian yang begitu sederhana lalu kita bercakap-cakap dengan bertatap muka. Kita terus saja bercakap-cakap hingga dirimu meminta izin kepadaku untuk tidur. Setelah dirimu tertidur, aku mencoba untuk memijatmu. Tapi dirimu malah terbangun. Ketika kutanya mengapa, dirimu malah menjawab “jangan gitu talah, cak. Geli loh”

Walaupun aku tak begitu setuju dengan gurumu, tetap saja kuperintahkan angin agar mengirim awan untuk melindungi pulangmu dari sekolah. Karena jangankan untuk memegang bajumu, menyentuh bayanganmu saja cemburuku sudah setengah mati.

Yang kupinta hanya awan, yang datang malah hujan. Terkadang, begitulah semesta, suka bercanda. Tapi tak apa, dengan begitu, denganmu, diriku dapat bercumbu rayu lebih lama dari waktu biasanya.

Dalam surat yang kutuliskan teruntukmu saja, diantara sela kata demi kata, kusisispkan juga gebu rindu yang tak kuasa kusimpan dalam hatiku. Dalam sela kata, semuanya. Kutaruh disitu, hanya untukmu. Engkau tak perlu risau perihal rindu yang ada dalam hatiku. Secepat mikroba yang membelah diri menjadi 2, rindukupun juga sama. Bahkan sampai berjuta-juta lipatannya. Menumpuk jadi satu, dalam hatiku. Walaupun aku belum melamarmu, tapi percayalah, bahwa dalam sukmaku sudah banyak anak cucu darimu.

Layaknya maheswari dicipta, cantikmu juga tak kalah rupa. Lihatlah Betapa malunya purnama ketika ia melihat matamu berkedip manja. Betapa malunya ilalang ketika ia melihat lentik bulumatamu menusuk emasnya rembulan. Betapa malunya rintik hujan ketika ia melihat bibirmu tersenyum menenangkan. Betapa malunya tuhan ketika ia  melihat wajahmu... tidak. Aku tidak mau memujimu seperti itu. Bukan karna aku tidak mampu. Bukan. Aku tidak mau memujimu seperti itu karna bila aku memujimu seperti itu, yang kutakut satu, tuhanmu cemburu. Biarlah dengan kata tersederhana, padamu, aku memuja. Biarlah dengan kata teringkas, dirimu, dalam hatiku membekas. Biarlah.

Selain kepadamu, aku juga mengagumi penciptamu. Aku mengaguminya karena ia telah begitu romantis padaku. Bayangkan saja betapa romantisnya tuhanmu padaku. Ia telah menciptakan kamarmu untuk menghadap senja. Dan ia pula yang telah menciptakan kamarku untuk menghadap kamarmu. Ah, tuhan. Betapa romantisnya dirimu. Aku tersipu malu.Engkau membuat kamarnya menghadap senja. Dan engkau membuat kamarku menghadap kamarnya. Sungguh. Romantismu padaku tiada tandingan, tuhan.

Semoga saja, selain itu, tuhanmu juga mengijabahi doaku. Aku tidak mendoakanmu disepertiga malamku. Aku juga tidak mendoakanmu agar menjadi milikku. Aku hanya mendoakanmu dilima waktuku. Itupun sebatas kebahagiaanmu dan keselamatanmu. Duniamu dan akhiratmu. Tidak dengan jodohmu. Aku tidak berdoa demikian, karna aku tak mau dianggap sebagai pendikte tuhan. Aku tak mau. Bukan tak mau bila engkau menjadi milikku. Melainkan aku tak mau mendikte tuhan agar kamu menjadi milikku. Tuhanmu tentu maha peka lagi bijaksana. Dengan mendoakanmu dilima waktuku, tentu tuhanmu sudah tau bahwa aku, padamu, ingin menatap sekaligus menetap, ingin singgah sekaligus sungguh, ingin kisah sekaligus kasih.

Aku padamu, i love you.

 

Kekasihmu

Farhan.

 

Baca juga puisi 

..

 

 

 


TAK THOK NOW (editorial)

 


TAK THOK NOW

oleh: kang bashir

tak thok now, kalimat sederhana tapi penuh makna. Sekelumit kalimat yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan ini mengundang sejuta tanda tanya, khususnya di kalangan senior. Jika ditelusuri lebih dalam lagi, banyak sekali spekulasi yang dapat diraba, tapi kebenaran hanya ada pada si pengucap, ke arah mana kalimat ini ia tujukan.

Kalimat yang berasal dari bahasa Jawa ini jika ditilik secara filosofis menggambarkan suatu gejolak bathiniyah yang disebabkan oleh suatu kejadian tertentu yang sedang dialami, sehingga membuatnya tak kuat mengontrol diri, yang kemudian secara spontanitas terluapkan melalui anggota dhohiriyah, dalam kasus ini yaitu lisan. Ini merupakan hal yang wajar karena psikologi seseorang itu bisa terpengaruhi oleh factor luar. Sehingga terkadang bisa diketahui kondisi hatinya, sedang senang atau tidak.

Namun tak penting untuk mengetahui apa maksud dari kalimat itu, siapa yang mengucapkannya, dan untuk siapa kalimat itu ditujukan, yang terpenting adalah makna dibaliknya. Sebagaimana dijelaskan diatas. Karena sebenarnya kalimat ini-menurut fakta yang beredar merupakan ekspresi dari kegeraman hati seseorang terhadap suatu kejadian yang tak sesuai dengan yang dikehendaki. Cocok sekali jika diibaratkan dengan apa yang sedang dirasakan oleh kalangan senior saat ini. dan mungkin juga kalimat ini bisa menggambarkan unek-unek yang sudah lama dipendam. sehingga membuat rasa geram ini semakin memuncak.

Geram akan apa? mungkin pertanyaan ini akan muncul tiba-tiba dalam kepala. Geram akan kelakuan sebagian kalangan junior jawabannya. Ya, siapa yang tak geram dan risih dengan ulah-ulah mereka yang berseberangan dengan tata tertib pesantren. Tak hanya sekali-dua-kali mereka diperingatkan. Bahkan berkali-kali dipanggil dan disanksi. Namun tetap saja. Jika demikian apa yang harus dilakukan?. Ya, mungkin perlu ketegasan yang tak memihak. Semua elemen harus padu dalam memberikan suatu keputusan, sehingga tidak saling tumpang tindih. Karena ini tata tertib, yang sedari dulu memang sudah ditegakkan, sehingga tak ada yang berani main-main dengan peraturan.

Dalam lingkungan pesantren undang-undang ataupun tata tertib sudah menjadi hal yang wajib untuk dipatuhi. tidak ada toleransi. setiap pesantrenpun berbeda-beda dalam menentukan aturannya, sesuai dengan kebijakan masing-masing yang telah disetujui oleh muassis (pendiri) pesantren. dan ini bukanlah hal yang serampangan, karena para muassis  itu penuh perhitungan dan pertimbangan dalam mengambil suatu kebijakan. bahkan tak jarang, terkadang melalui proses spiritual yang tak semua orang bisa melakukannya. sehingga tak heran jika santri mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh muassis sebagai tata tertib pesantren, akan membuahkan suatu keberkahan tersendiri yang tak bisa diduga-duga.

Nah sekarang, tugas seorang santri adalah bagaimana caranya agar ia tetap bisa menjaga dirinya untuk tidak melanggar tata tertib pesantren yang telah dibuat. karena pada dasarnya semenjak pertama kali ia menginjakkan kakinya di pesantren berarti ia telah mengikrarkan diri untuk ikut dan tunduk pada semua kebijakan pesantren. sehingga tidak ada alasan untuk membrontak ataupun bertindak semaunya. semisal undang-undang pesantren yang melarang semua santri untuk tidak keluar dari area pesantren pada jam tertentu, atau larangan untuk menginap di luar pesantren. maka bukanlah seorang santri yang patut dicontoh jika ia tidak kembali kepesantren sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, apalagi sampai menginap diluar pesantren bahkan tidak pulang sampai berhari-hari tanpa izin. sebanyak apapun kegiatan seorang santri dan sepenting apapun urusan mereka diluar area pesantren, selama ia masih berstatus sebagai santri aktif dipesantren, maka tidak bisa menjadikan hal itu sebagai alasan untuk melanggar peraturan pesantren, apalagi sampai menentangnya.

Tidak ada tawar menawar untuk peraturan pesantren. agar keseimbangannya tetap terjaga. santri yang semacam itu perlu menyadarkan diri bahwa pesantren bukan tempat yang bisa keluar masuk se-enaknya sendiri. bak kos-kosan yang bebas mau pulang-pergi kapan saja. semua ada tatanannya. jika ingin bebas berkeliaran semaunya, dan fokus dengan kegiatannya diluar pesantren, maka hanya ada satu pilihan. keluar dari pesantren dengan cara terhormat yaitu sowan pada kyai. sampaikan apa adanya kepada beliau sesuai kenyataan yang terjadi. jika kyai mengizinkan, silahkan lakukan hal yang dianggapnya itu penting dengan penuh tanggung jawab dan kedewasaan. tapi jika tidak, maka ikutilah apa yang di-dawuh-kan oleh kyai. tak usah mencari berbagai alasan untuk membela diri. karena pasti ada kebaikan dibaliknya yang tak kita ketahui.

Semua santri mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing terhadap pesantren. dan itu harus dipenuhi. begitupun yang telah dilakukan oleh pesantren. semua telah disediakan. mulai dari kebutuhan jasmani (semisal makan, mandi, minum, kamar dan yang lainnya) hingga kebutuhan ruhaniyah pun tak kurang-kurang diberikan oleh pesantren. bagaimana dengan santri saat ini ? apakah mereka sudah memenuhi haknya kepada pesantren ?. mungkin tidak semua. kebanyakan mereka hanya mengeluhkan apa yang telah disediakan pesantren, sampai mereka lupa untuk menanyakan pada diri sendiri, apa yang telah mereka berikan kepada pesantren, apakah mereka sudah melaksanakan kewajiban pesantren?. ini perlu disadari dan direnungkan oleh setiap santri, agar tidak hanya memikirkan-sesuatu yang mereka anggap sebagai-kekurangan pesantren, tapi juga merenungkan kekurangannya sendiri terhadap pesantren, terlebih turut membantu menjaga sendi-sendi kehidupan pesantren dan harapan para masyayikh terhadap pesantren. sehingga tidak mudah menyalahkan setiap kebijakan dan tindakan pesantren. bertindaklah selayaknya santri, yang selalu menjaga etika kesantriannya. bukan hanya penampilannya saja ala santri tapi perilakunya tidak menunjukkan nilai kesantrian sama sekali.

“Tumbuhkanlah mahabbah sebesar mungkin pada pesantren dan turut andillah didalamnya. insya’allah sendi-sendi pesantren menjadi berkesan dihati dan senantiasa menjelma didalam kerinduannya”. begitulah kira-kira ungkap Gus Shofi Mustajibullah dalam postingan di akun facebooknya.

Metafisika Khas Pesantren (opini)

 



Metafisika Khas Pesantren

Oleh: Gus Shofi Mustajibullah

 

Apa itu metafisika? Ringannya, hal-hal yang tidak dapat dijangkau secara logis maupun empiris oleh manusia. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang sudah di rancang sedemikian rupa oleh para filsuf beratus-ratus tahun lamanya.

Pesantren memiliki metafisika yang khas, apakah itu? Tidak lain adalah Barokah. Sesuatu yang tidak pernah bisa dilihat namun bisa di rasakan. Mundake kebegusan. Semakin bagus keseharian seseorang, maka ia dikatakan mendapatkan barokah.

Lalu, apa tujuan barokah? Menurut KH. Isroqunnajah barokah bertujuan untuk mewarisi tradisi para ulama’ terdahulu dengan harapan bisa meniru mereka (Tabaruk). Banyak sekali contohnya, salah satunya meminum sisa minumannya soerang kyai. Kanjeng nabi sendiri sudah menerapakan sistematika tabaruk yang di sebut Tahnik.

Di satu sisi, tabaruk dapat memperkuat tali rantai keilmuan. Ahalussunah wal Jama’ah memiliki pendirian dalam beragama, bahwasannya semua orang perlu berkonsultasi dengan kitab-kitab yang dianggap otoratif, yang di tulis oleh para ulama’ empat madzhab supaya rantai transmisi pengetahuan Agama Islam tidak terputus.

Toh, ujung dari Tabaruk adalah Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W.

Dunia ini tampak seperti rahim. Itulah alasannya kau di beri makan darah, kembali ke sel bawah tanah rahin ini sampai penciptaanmu jangkap.

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

 

Refrensi:

Fathul Wahab.

Tradisi Pesantran, Zamakhsyari Dhofier.

Wallahu a’alamu bisshoab

A Nga Nga (sosok)

 



A Nga Nga

Oleh: Abilu Royhan

Siapa yang tidak tahu kitab yang membeberkan tentang etika belajar. Yang sangat masyhur di kalangan pondok pesantren. Yakni kitab ta’limul muta’allim atau yang akrab dengan sebutan kitab taklim mutaklim (lidah jowo dan medureh). Kitab yang dikarang oleh syekh Azzarnuji karena beliau melihat banyak dari pencari ilmu yang tidak dapat meraih ilmu yang dia cita-citakan. Atau dia telah meraih ilmu itu, tapi ilmu itu tidak bermanfaat baginya kecuali hanya sedikit. Itu karena mereka salah atau bahkan tidak tahu tentang etika mencari ilmu. Dalam kitab ini ada sebuah keterangan tentang etika berguru atau mencari guru. Disitu diterangkan bahwa sebaiknya murid itu mencari guru yang lebih alim, lebih wira’i, lebih tua darinya dan lain sebagainya.

Siapa yang tidak tahu kitab yang menerangkan tentang tasawuf. Kitab yang sering dikaji dimana-mana. Yakni kitab bidayatul hidayah karangan Imam Abu Hamid Al-Ghazali atau yang masyhur dengan nama Imam Al-Ghazali. Kitab yang banyak menerangkan tentang ilmu tata krama dan juga anjuran untuk meninggalkan maksiat-maksiat yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh, baik dhohir atau batin. Di sana teman akan menemukan keterangan tentang macam-macam maksiat yang dilakukan oleh anggota tubuh seperti mata, mulut, telinga, dan yang lainnya termasuk hati. Termasuk maksiat hatiadalah al-kibr yakni merasa lebih baik dari orang lain dan menganggap yang lain itu lebih buruk darinya.

Dan satu lagi, siapa yang tidak tahu orang yang satu ini. Kelahiran Malang 7 oktober tahun 1994, yakni Ustadz Rif”an Fathoni. Salah satu asatidz Pondok Pesantren Raudlatul Ulum satu (PPRU 1) putra. Beliau mulai menimba ilmu di PPRU 1 ini pada tahun 2013, setelah beliau menimba ilmu di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin di Ampel Gading sana, dekat dengan rumah beliau. Beliau mulai nyantri di Pondok Pesantren Raudlatut thalibin sejak kelas 3 MI, tepatnya tahun 2003 sampai 2013, yang seterusnya beliau melanjutkan rihlahnya mondok di PPRU 1 ini. Maka jika dihitung-hitung sampai saat ini (2021), beliau kira-kira telah mondok 18 tahun. Hebat bukan?Beliau adalah guru dari sang penulis sendiri. Tepatnya guru ketika penulis duduk di karpet Isadarma (bukan ‘bangku Isadarma’, karena sistem pondokan, selain itu Isadarma tidak punya bangku) kelas dua dan tiga. Ketika itu yang diajarkan oleh beliau adalah dua kitab yang telah disebutkan di atas. Kitab yang banyak memaparkan keterangan tingkah laku  dalam mencari ilmu dan tingkah laku sehari-hari.

Salah satu keterangan yang telah tertulis dalam paragraf kedua diatas, yakni “termasuk maksiat hati adalah al-kibr yakni merasa lebih baik dari orang lain dan menganggap yang lain itu lebih buruk darinya”. Sebagian senior di pondok pesantren itu tidak mudah akrab dengan santri yang junior. Itu mungkin di dalam hati mereka terdapat rasa al-kibr. Sehingga mereka merasa tidak level berteman dengan santri junior. Atau mereka takut kehilangan harga dirinya, karena berkumpul dengan santri yang lebih junior. Tapi beliau tidak seperti mereka. Beliau bahkan hampir akrab dengan seluruh santri. Beliau tidak takut diremehkan oleh santri yang lebih junior. “Kita harus bisa mengambil hati mereka dulu, baru kita dapat mengatur mereka” karena itu prinsip dari pengurus ketua bidang taklimiyah yang satu ini.

Adapun paragraf sebelumnya ada sebuah keterangan, yakni “etika berguru atau mencari guru”. Penulis merasa tidak salah dalam memilih guru. Karena disamping beliau mengajarkan ilmu secara lahiriyah, yakni dengan memberi kajian dua kitab di atas kepada muridnya. Beliau juga mengajarkan muridnya melalui perilaku beliau setiap harinya. Artinya beliau juga memberi nasehat sikap, bukan hanya nasehat ucapan belaka. Itu dapat dilihat dari kebiasaannya sehari-hari. Mulai dari pakaian yang tidak terlalu mewah. Seperti yang dikatakan dalam kitab ta,lim muta’allim bahwa “pencari ilmu sebaiknya tidak terlalu menyibukkan dirinya dengan urusan dunia”. Atau perilaku beliau yang lain. Contoh, beliau mempunyai sifat tawakal yang bisa dikatakan cukup tinggi. Itu bisa diketahui dalam keseharian penulis ketika bersama beliau. Penulis pernah bertanya tentang seragam Isadarma yang belum dibayar. Beliau hanya menjawab “tenang ae, iku opo jare emben-emben”. Setiap penulis menanyakan suatu hal yang butuh sesuatu, sering beliau menjawab seperti itu. Tapi disamping itu beliau bukan berarti hanya diam saja. Nggak. Beliau tetap berusaha mencarikan jalan terbaik dalam setiap masalah yang dibincangkan dengan penulis.

Termasuk etika dalam belajar adalah pencari ilmu sangat dianjurkan untuk berkhidmah kepada guru atau yang biasanya disebut dengan ‘mengabdi’, bukan hanya mengaji saja. Karena dengan mengabdi kepada guru merupakan jalan untuk mendapat barokah guru. Dan itu telah banyak dilakukan oleh para Kyai dan Ulama terdahulu, termasuk para Kyai dan Ulama Indonesia. Beliau pernah bercerita kepada penulis, bahwasanya ayah beliau pernah memberi pesan kepada beliau sebelum beliau berangkat mondok. Ayah beliau memberi pesan yang cukup sederhana tapi penuh makna “leee... kamu tidak boleh boyong, sebelum kamu bisa menuangkan air kedalam gelas”. Pesan ayahanda itu tidak di mengerti oleh beliau ketika ayahnya berpesan saat itu. Tapi lambat laun, setelah beliau banyak menimba ilmu di pondok pesantren yang pernah beliau singgahi. Akhirnya beliau mengerti pesan dari sang ayah itu “jangan boyong, sebelum kamu mendapat barokah dari gurumu” kata beliau. Beliau mengibaratkan ilmu itu sebagai air, adapun gelas itu adalah barokahnya. “jadi... ketika seseorang telah mendapatkan ilmu tapi dia tidak mempunyai barokah dari gurunya, maka ya... akan tumpah” begitulah lanjut ucapan beliau. Sehingga beliau mempunyai sebuah kata mutiara‘A Nga Nga’  singkatan dari ‘ayo ngaji ayo ngabdi’. Mungkin itu terinspirasi dari kata ayahanda beliau. Semoga kita dapat meneladani cerita beliau diatas, sehingga kita dapat menerapkan kata  mutiara beliau ‘A Nga Nga’. Kata itu menganjurkan para pencari ilmu untuk tidak hanya mengaji saja tapi juga mengabdi.

Mengenal virus NIPAH serta gejala dan penularannya

 


Mengenal virus NIPAH serta gejala dan penularannya

Oleh: Zainur roziqin

Belum selesai penanggulangan covid 19, kini telah beredar diberita medsos munculnya virus Nipah. Berdasarkan data dari CNN prediksi tingkat angka kematian disebabkan virus nipah mencapai 75 persen.

Virus Nipah (NiV) adalah virus zoonoisis yang dapat menular dari hewan seperti babi dan kelelawar kepada manusia.

Berdasarkan kejadian wabah nipah di Banglades, virus nipah berasal dari inang kelelawar buah yang bertransmisinya, melalui air liur kelelawar atau hewan yang terinveksi.

Dilansir dari CNN, beberapa orang yang terinveksi umumnya mengalami gejala awal nipah dengan adanya demam, sakit kepala, muntah sakit tenggorokan dan nyeri otot. Gejala ini biasanya diikuti dengan kesadaran yang berubah, kantuk, dan tanda-tanda neurologis.

Selain itu masa inkubasi dari nipah juga semakin mengkhawatirkan khalayak umum. Menilik  ulasan yang di muat di komapas.com, masa inkubasi nipah lebih lama daripada Covid 19, yakni 4-14 hari bahkan laporan terbaru menyebutkan 45 hari.

Penularan nipah berdasarkan kejadian wabah yang pernah terjadi di negara lain berbeda-beda, Selama terjadinya wabah nipah di Banglades, penularan terjadi melalui mengkonsumsi buah yang kemungkinan telah terkontaminasi nipah melalui urine atau air liur kelelawar buah.

Di Malaysia seseorang yang terinveksi nipah desebabkan oleh interaksi langsung dengan babi yang sakit. Sehingga hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab cepatnya penularan nipah terhadap manusia.

Laporan terakhir juga menyebutkan, nipah bisa menular melalui manusia ke manusia. Jelasnya orang yang telah terinveksi nipah memungkikan terjadinya penularan terhadap  tenaga medis atau keluarga pasien nipah.

Solidaritas ala Pesantren (opini)



Solidaritas ala Pesantren

Oleh: Gus Shofi Mustajibulloh

 

Membangun kepercayaan antara satu pihak dengan pihak lainnya merupakan keniscayaan yang harus di terapkan. Sebab manusia memang di titahkan sebagai makhluk sosial, bukan individual. Apalagi seseorang yang tergabung dalam organisasi tertentu benar-benar harus memiliki rasa saling mempercayai. Itulah yang di namakan ‘Solidaritas’.

Di pesantren sendiri, solidaritas merupakan kurikulum tak tertulis. Mustahil setiap santri ketika menjalani kegiatan sehari-harinya tidak tumbuh rasa solidaritas. Ada santri yang satu lemari dengan temannya, ada santri yang satu rak kitab dengan temannya, bahkan ada juga santri yang bergantian dalam memakai sepasang sandal. Dengan semua itu, rasa persaudaraan sesama santri menjadi semakin erat hingga mereka keluar dari pesantren.

Pentingkah solidaritas? Justru dengan seseorang memiliki jiwa solidaritas, ia akan menguatkan komunitasnya, organisasinya, hingga bangsanya. Dalam dirinya akan tumbuh rasa kepercayaan antar sesama. Bukanlah keraguan, sebab manusia adalah satu kesatuan organisme yang saling membutuhkan. Di sisi lain, solidaritas menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang kuat dan kokoh. Menjauh dari perpecahan yang menyebabkan musibah. Perpecahan adalah dusta, perpecahan adalah malapetaka.

Rasulullah sendiri mengajarkan pada para sahabat agar tidak terpisah (tidak bersatu) sekalipun itu hanya fisik. Dari Abi Tsa’laba RA. beliau berkata:

                                                             

كان الناس إذا نزلوا منزلا تفرقوا في الشعاب والاودية. فقال رسول الله صلى

الله عليه وسلم: ان تفرقكم في هذه الشهاب والاودية انما ذلكم من الشيطان، فلم ينزلو بعد ذلك منزلا الا انضم بعضهم الي بعض

 

“Suatu ketika para sahabat berpencar saat beristirahat di lereng pegunungan dan juga jurang. Kemudian Rasulullah bersabda: sesungguhnya berpencarnya kalian di tempat ini adalah perbuatan syaitan. Maka untuk kedepannya, kalian harus menyatu antara satu dengan lainnya.” (HR. Imam Abu Dawud, Riyadhus Sholihin).

Tak heran jika semua generasi santri terhubung dalam ikatan fisik maupun batin yang sangat erat. Karena sedari dulu saat di pesantren mereka sudah terbiasa saling membangun kepercayaan.

Ketika dua orang berhubungan satu sama lain, tanpa diragukan lagi ada kesamaan di antara mereka. Bagaimana bisa seekor burung terbang kecuali dengan jenisnya sendiri? Masyarakat yang tidak bersahabat adalah kuburan dan makam.

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi) Wallahu a’alamu bisshoab

 

Refrensi:

Riyadhus Sholihin

Semesta Matsnawi

Brainly

Jumat, 01 Januari 2021

TAHUN BARU 2021, KEAAMANAN PESANTREN TEGASKAN KEMBALI SOAL PENGABSENAN



TAHUN BARU 2021, KEAAMANAN PESANTREN

TEGASKAN KEMBALI SOAL PENGABSENAN

Oleh : Mukhlis Akmal Hanafi 

       Tahun baru masehi merupakan momentum dalam satu tahun sekali yang pada umumnya akan diisi dengan berbagai macam kegiatan pribadi. Event tahunan dalam menyambut Malam Tahun Baru pun sudah sering digelar, misalnya saja pembakaran petasan yang biasanya momentum ini akan hadir saat pelepasan jam 12 malam, ada juga yang sibuk mengadakan pertemuan kecil-kecilan yang meliputi bakar bakar jagung, masak masak, sampai ada juga yang ditemani oleh seorang pasangan.

       Kurang afdol rasanya jika dalam momentum tahun baru ini pondok pesantren tidak bisa ambil peran dalam bidang pengamanan khususnya perihal pengabsenan. Ya pondok pesantren raudlatul ulum 1 yang di dirikan tepat pada tahun 1949 itu sudah sangat kental dengan sebuah pengabsenan malam, setiap ada kejadian yang memiliki potensi besar santri melanggar akan ada beberapa proses yang harus santri lakukan. Misalnya saja “santri tidak boleh keluar dan wajib melakukan pengabsenan” tentunya jika ketahuan melanggar akan ada sanksi yang setimpal.

       Jika menilik ke belakang kita juga tidak bisa mengambil keputusan, ada juga santri yang melanggar dan ada juga santri yang lebih memilih diam. Keputusan diatas diambil, bukan juga tanpa alasan. Tentunya demi sebuah pengamanan dan ketertiban.

       Berbeda dari sebelum-sebelumnya. Jika di tahun sebelumnya pengabsenan menggunakan pengabsenan di musholla, dikumpukan, setelah itu dipanggil satu persatu. Sekarang  pengabsenan dilakukan di kantor pesantren menggunakan simatren, aplikasi berbasis wabsite yang di kelola langsung oleh gus abdurrohim said.

Pengabsenan di tahun ini jauh dari kata peningkatan, jauh lebih simpel dan tidak begitu menguras tenaga keamanan, lebih-lebih lagi ada fitur yang begitu membantu bagi keamanan, salah satunya santri yang tidak hadir juga dapat ditemukan dengan mudah.

       Keamanan juga menegaskan beberapa poin penting, meliputi ketidakhadiran, dan sakit yang diderita santri. Bagi santri yang sakit harus menitipkan pesan melalui ketua kamarnya dengan membawa surat sakit sebagai bukti nyata.

            Proses pengabsenan berjalan dengan lancar dengan data yang dikumpulkan. Beberapa santri ada juga yang tidak ikut dalam pengabsenan. Jumlah santri sekarang mencapai 439 santri dengan pengurus, dan santri yang tidak ikut dalam pengabsenan mencapai 10 orang atau lebih.

Kamis, 31 Desember 2020

LOMBA DAN DOMBA SAMA-SAMA BERBAHAYA

 

Ilustrasi dibuat oleh Mukhlis akmal hanafi

LOMBA DAN DOMBA SAMA-SAMA BERBAHAYA

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi


Jika didalam buku Animal farm karya George orwel menyajikan si babi tua bijaksana yang mampu menggulingkan kekuasaan manusia dari tahtanya. Aku juga punya cerita perihal domba yang sering digunakan sebagai istilah di edisi yang berbeda-beda. Tentunya istilah ini akan dipakai sesuai kondisi yang beda juga.

Domba? Ada apa dengannya? 

Beberapa tahun yang lalu saya begitu cinta dan begitu bangga pemotongan domba ada dimana-mana. Ia begitu rela diambil dagingnya, dipotong kakinya, sampai ada juga yang dipenggal kepalanya. Sekedar dijadikan soto kambing yang kemudian akan mengisi isi perut keluarga. Ada juga yang diiris bagian daging yang masih tersisa, biasanya santapan itu dijadikan sate sebagai santapan pembuka. Pemotongan itu berlangsung sangat istimewa. Selain perayaan Idul Adha tiba. Ada juga kisah yang menarik bagi para pembaca.

Sejak saat itu saya sengaja menjadi pengamat domba amatiran. Karena berbagai macam kejadian saya mendadak mencari beberapa hal yang mungkin akan jadi hiburan. Sekedar menghilangkan dahaga yang masih membekas di kepala. Ya, meski domba juga sama sama menjengkelkan sebagaimana hewan yang lain pada umumnya. Seperti membuang kotoran sembarangan dijalan, memakan tanpa aturan, sampai meninggalkan beberapa potongan kecil di kandang. Tapi tetap saja saya begitu bangga dengannya. Sebab saya sendiri masih diberikan kemampuan menikmati bagian daging darinya. 

Tapi ada juga masa-masa domba itu begitu menakutkan. Mereka tanpa khawatir panjang melakukan perkelahian dengan teman domba yang lainnya. Mengasah ujung tombaknya, mengadu kepala, sampai ada juga yang rela menemani malam kita dengan penuh petayaan besar. Mengapa meraka para domba saling mengadu kepala? Apakah memang mereka punya dendam yang perlu diselesaikan bersama.  

Menarik kesimpulan dengan dua kata Lomba dan domba. Meski memiliki makna yang berbeda. Tapi entah kenapa mata batinku sungguh sangat suka dengan tulisannya. Selain hampir sama dalam bentuk artikulasi penulisan. Keduanya juga sama-sama memiliki makna yang terkesan. Bahkan para pembaca juga tidak akan menduga dengan lomba dan domba. Hingga sebegitukah istemewanya bagi saya. 

Berangkat dari kata lomba? 

Bagaimana saya suka dengannya? Apakah memang dia pernah bersetubuh dengan saya. Tentunya itu bukan jawaban yang pas. Lomba; merupakan sebuah ajang atau kompetisi yang biasanya kata juara jadi incaran bagi mereka. Tak sedikit bagi mereka yang ikut dalam kompetisi apapun bentuknya menjadikan juara pertama kedua sampai ketiga sebagai motivasi akhir bagi mereka. Bahkan ada juga yang menghalalkan segala cara demi kemengan ada dipihak mereka.

Siapa sih yang tidak ingin juara? 

Siapapun orangnya, sebodoh apapun dia. Kata juara adalah incaran bagi manusia normal pada umumnya, bahkan serendah apapun kelas juaranya. Mustahil rasanya bagi orang yang mengikuti kompetisi kejuaraan justru mengharapkan kekalahan yang mutlak dari musuhnya. Misalnya “Memusnahkan musuh pertama serta mengistemewakan musuh yang kedua.” Mungkin istilah ini sering terdengar. Dan bukan hal yang wajar jika dalam satu kesempatan kita akan kaget dengan kejuatan yang mereka berikan. 

Seberapa sering kita mendengarkan kata domba di telinga? begitu banyak kisah yang harusnya diangkat dari kata domba. Bahkan bukan hanya disebut diserial satu tahun sekali saat pemotongannya Idul Adha. Ada begitu banyak yang harusnya diyakini sebagai anugrah bagi manusia. 

Kalau dipikir pikir, ada banyak orang dengan kualitas dan tipikal yang sama macam domba atau kambing. Saya yakin ada beberapa orang justru berteman dengan salah satunya, atau setidaknya ada juga yang pernah mengenal sejenak saja. 

Ya, ada saja jenis-jenis manusia yang pada dasarnya menjengkelkan. Misalnya saja meminjam buku tidak dikembaikan, menjatuhkan martabat kemanusian seolah dia adalah makhluk yang paling benar, hingga memaki demi sebuah guyonan, Bukankah itu suatu yang menjengkelkan. tapi entah kenapa kita selalu jatuh dalam tipu daya oleh nasihat yang ia berikan.

Uniknya lagi. Begitu banyak politikus yang memakai filosofi lomba dan domba. Merasa dirinya lebih berwarna dan disayang oleh masyrakatnya, memberikan kualitas keilmuan yang terbaik namun sayang itu hanya bagian dari stateginya, bahkan ada juga yang meninggalkan beberapa potongan kecil di telinga sebagai janji saja. 

Kita juga sering mendengarkan beberapa gosip dan berita di sosial media, yang sontak menjadi viral dan membuat geram masyarakat yang sudah percaya kepada salah satu paslon dari mereka. Beberapa diantaranya, saling mengsasah adu tangkap dan berselisih dengan musuhnya, saling menjatuhkan martabat dengan dalih ia juga pernah bersetubuh dengan siapa, dan tentunya ada juga yang menafikan sifat kemanusiaan dengan menyebut jejak digitalnya. 

Tentunya ini adalah pertanyaan besar. Mengapa mereka saling menjatuhkan. Siapakah sebenarnya mereka? Akankah ada jenis domba dalam dirinya, kita juga tidak bisa ambil keputusan, sebab kita betul-betul tidak kenal. 

Tapi saya rasa, saya juga sering berpikir, bahwa alangkah bahayanya jika kedua kata ini “lomba dan domba” digabungkan menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Sebagai domba kerjanya hanya bisa mengadu kepala tanpa bisa terbayang sedikit pun rasa sakit dan malapetaka yang akan terjadi sesudahnya. Begitu juga politikus, ia akan ikut menghibur masyrakat dengan mengadu isi kepalanya tanpa ada pikir panjang apa yang harus mereka lakukan lima tahun kedepan. Lafad ini akan menjadi pragraf penting yang justru memotifasi kata merendahkan. 

Meskipun begitu tidak semua orang suka domba atau kambing. Bukan hanya sebagai orang yang sok filosofi. Teman saya sampai sekarang takut sama domba dan kambing. Ia akan menghindar satu langkah kedepan dan berusaha untuk tidak ikut dalam sesi makan-makan. Lagi pula alangkah membosankan jika dunia hanya dihadiri oleh domba dan kambing. Bahkan manusia juga ikut sadar jenis-jenis hewan lain dengan filosofi masing-masing tetap dibutuhkan. 

Saya juga tidak begitu peduli sama politikus yang mengandalkan politik adu domba yang siap mengancurkan semua kerukunan yang ada. Saya lebih sering melamun oleh suatu perkara yang harusnya tidak perlu dipikirkan. 

Jika dalam satu kesemptatan kalian sadar akan kemampuan kalian, bisa dipertimbangkan masuk pergaulan politik sebagai domba atau kambing, dan saya rasa ada begitu banyak yang berbakat menjadi keduanya, dengan segala filosofi yang ada, mampu membaca gerak gerik lawannya, serta dapat menaku-nakuti musuhnya. Itu sebabnya ada begitu banyak lowongan kerja disana. Tugasmu cukup sebagai domba yang selalu mengadu kepala, dan resiko terbesarnya harus rela dipenggal kepalanya. []