Selasa, 27 Februari 2024

Pemikiran Syekh Al-Banjari tentang Manusia: Konsep Tauhid dan Perkembangan Spiritual

PPRU 1 Sosok | Dalam artikel ini, akan dibahas secara mendalam pemikiran Sheikh Muhammad Arsyad Al-Banjari mengenai hakikat manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Sheikh Arsyad, seorang ulama terkemuka yang berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara, menyampaikan pandangannya yang mendalam tentang tasawuf (Sufisme), yang tetap mempengaruhi pemikiran Islam hingga saat ini.

Menurut artikel ini, Sheikh Arsyad meyakini bahwa segala sesuatu di alam semesta berasal dari Nur Muhammad (Cahaya Muhammad). Meskipun konsep ini tidak dijelaskan secara rinci dalam kitabnya "Kanzu Al-Ma'rifah," namun menunjukkan bahwa dia dipengaruhi oleh konsep-konsep filsafat Sufi dan pemikiran filsafat Muslim seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina.

Sheikh Arsyad melihat eksistensi manusia sebagai sesuatu yang sementara (majazi), sementara menekankan realitas hakiki Tuhan. Dia berpendapat bahwa mencapai kesempurnaan sebagai manusia memerlukan keyakinan kuat akan keesaan Tuhan (tauheed) dan mencapai keadaan lenyapnya ego (fana) di mana seseorang benar-benar melebur dalam keberadaan Ilahi.

Artikel ini juga membagi manusia menjadi tiga kelompok berdasarkan perkembangan spiritual mereka: biasa (awam), istimewa (khawas), dan istimewa sekali (khawas al-khawas). Keadaan tertinggi, khawas al-khawas, dikatakan hanya dicapai oleh para nabi, di mana mereka sepenuhnya tenggelam dalam keilahian.

Ajaran Sheikh Arsyad menekankan pentingnya pengetahuan tentang baik Syariah (hukum Islam) maupun Haqiqah (realitas batiniah) dalam membangun hubungan yang erat antara manusia dan Tuhan.

Secara keseluruhan, artikel ini memberikan wawasan tentang pandangan filsafat dan spiritual Sheikh Arsyad tentang hakikat manusia dan jalan menuju kesempurnaan spiritual. Dengan memahami konsep-konsep ini, kita dapat memperkaya pemahaman kita tentang hubungan manusia dengan Tuhan serta perjalanan spiritual yang berkelanjutan.

Senin, 26 Februari 2024

Mitos Kemunduran Dunia Intelektual Islam: Kritik terhadap Narasi yang Tergugat

PPRU 1 Sejarah | Sejarah selalu dipengaruhi oleh perspektif penulisnya, seperti yang diungkapkan oleh sejarawan Prancis, Jacques Le Goff. Begitu pula dalam sejarah Islam, di mana pengaruh Barat cenderung menciptakan narasi kemunduran dalam dunia intelektual Islam. Namun, kritik terhadap narasi ini semakin berkembang, terutama melalui karya Recep Senturk yang mengajukan paradigma baru tentang kemunduran.

Senturk menantang klaim tentang kemunduran peradaban Islam, khususnya dalam bidang intelektual. Dia membawa fakta bahwa pasca al-Ghazali, masih banyak manuskrip yang belum diteliti, menunjukkan keberlanjutan kegiatan intelektual dalam dunia Islam. Marshall G.S Hodgson bahkan menyatakan bahwa abad ke-16 adalah puncak dominasi umat Islam, bukan masa kemunduran.

Kritik terhadap narasi kemunduran semakin diperkuat dengan penelitian Khaled el-Rouayheb, yang menunjukkan bahwa abad ke-17 bukanlah masa kemunduran, melainkan periode intelektual yang produktif. Begitu pula dengan Ahmad Dallal, yang menempatkan awal kemunduran lebih ke belakang, bahkan sebelum pengaruh kolonialisme Eropa.

Dari penelitian ini, kita belajar bahwa narasi kemunduran seringkali tidak mewakili kebenaran sejarah. Membaca ulang fakta-fakta tersebut mengundang kita untuk melihat sejarah Islam dengan sudut pandang yang lebih luas dan mempertanyakan klaim-kalaim yang dibuat dari waktu ke waktu. Sejarah tidak selalu hitam atau putih, dan kritik terhadap narasi kemunduran membantu kita memahami keragaman dan kompleksitasnya.

Artikel ini menawarkan perspektif baru tentang sejarah intelektual Islam, menantang pandangan yang dominan selama ini. Dengan kata kunci yang relevan, artikel ini diharapkan dapat menarik perhatian pembaca yang ingin memahami lebih dalam tentang kompleksitas sejarah Islam dan kritik terhadap narasi kemunduran yang seringkali dianggap sebagai kebenaran mutlak.

Minggu, 25 Februari 2024

Tentang Kalender Hijriah: Sejarah, Pengembangan, dan Pengaruhnya di Indonesia

PPRU 1 Hikmah | Dalam perjalanan sejarah Islam, Kalender Hijriah telah memegang peran penting sebagai penanda waktu yang tidak hanya administratif tetapi juga religius bagi umat Muslim. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai asal-usul, perkembangan, serta dampak kalender ini, khususnya di Indonesia, lengkap dengan kata kunci yang relevan untuk memperkuat keterbacaan di platform blogger.

Asal-Usul Kalender Hijriah: Membongkar Sejarahnya

Kita akan membahas secara detail sejarah munculnya Kalender Hijriah, termasuk kebijakan Khalifah Umar bin Khattab yang responsif terhadap kebutuhan administratif pada masanya. Dengan fokus pada kurangnya penanggalan yang jelas pada surat-surat penting kekhalifahan, kita akan menelusuri langkah-langkah pemecahan masalah yang diambil oleh para pemimpin Muslim.

Pengembangan Kalender Hijriah: Rotasi Bulan dan Nama-Nama Bulan

Pengertian yang mendalam mengenai sistem penghitungan waktu berdasarkan rotasi bulan dalam Kalender Hijriah akan diuraikan. Kami akan memberikan detail mengenai nama-nama bulan dalam kalender ini, serta pentingnya bulan Muharam sebagai titik awal peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW.

Pengaruh Kalender Hijriah di Indonesia: Asimilasi Budaya dan Perubahan Sosial

Pengenalan Kalender Hijriah di Indonesia akan menjadi fokus utama, terutama dalam konteks datangnya agama Islam ke tanah Jawa. Kami akan mengulas bagaimana Sultan Agung mengakulturasi penanggalan Saka dengan Kalender Hijriah untuk mengikis sentimen antara kubu Keraton dan Islam. Ini juga termasuk interpretasi beragam mengenai motif di balik perubahan kalender oleh Sultan Agung, menyoroti keragaman pemahaman sejarah dalam kajian akademis.

Dengan menggali sejarah, pengembangan, dan pengaruh Kalender Hijriah, artikel ini akan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya kalender ini bagi umat Muslim, terutama di Indonesia. Dengan kata kunci yang tepat, diharapkan artikel ini dapat menjadi sumber informasi yang berharga di platform blogger, meningkatkan keterbacaan dan keterpahaman pembaca tentang topik yang relevan ini.

Sabtu, 24 Februari 2024

Nisfu Syaban: Pengertian, Sejarah, Dalil, dan Keutamaannya yang Mencerahkan

PPRU 1 Hikmah | Nisfu Syaban, atau yang dikenal sebagai malam Nisfu Syaban, merupakan salah satu momen penting dalam kalender Islam. Pada malam ini, umat Muslim memperoleh kesempatan luar biasa untuk mendapatkan keberkahan dan ampunan dari Allah SWT. Tetapi apa sebenarnya Nisfu Syaban?

Pengertian Nisfu Syaban

Secara etimologis, Nisfu Syaban terdiri dari dua kata, yaitu "nisfu" yang berarti setengah, dan "Syaban" yang merupakan nama bulan dalam penanggalan Islam. Jadi, Nisfu Syaban secara harfiah berarti pertengahan bulan Syaban. Ini adalah malam yang jatuh pada tanggal 15 bulan Syaban, di mana umat Islam percaya bahwa Allah SWT membuka 300 pintu rahmat dan ampunan.

Sejarah Nisfu Syaban

Amalan Nisfu Syaban pertama kali dilakukan oleh para Tabi'in di Syam, seperti Luqman bin Amir dan Makhul. Meskipun demikian, para Sahabat Nabi Muhammad SAW telah mengetahui keutamaan malam Nisfu Syaban. Dalam riwayat, mereka memiliki rencana untuk melaksanakan amalan pada malam tersebut, meskipun kewajiban jihad memprioritaskan tugas mereka.

Dalil tentang Nisfu Syaban

Ada beberapa hadis yang menjelaskan keutamaan Nisfu Syaban. Hadis-hadis ini mencatat bahwa Allah SWT mengampuni dosa umat-Nya pada malam tersebut, kecuali bagi mereka yang melakukan perbuatan tertentu. Hal ini memberikan peluang besar bagi umat Islam untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah SWT.

Keutamaan Malam Nisfu Syaban

  1. Penentuan Ajal Manusia: Pada malam Nisfu Syaban, catatan kelahiran dan kematian setiap manusia ditetapkan.
  2. Laporan Amal Manusia: Malaikat pencatat amal, Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT pada malam tersebut.
  3. Malam Penuh Ampunan: Allah SWT memberikan ampunan kepada semua makhluk-Nya kecuali orang kafir.

Dengan memahami pengertian, sejarah, dalil, dan keutamaan Nisfu Syaban, umat Islam dapat memanfaatkan malam tersebut untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda dan membawa berkah dalam menjalani ibadah sehari-hari.

Malam Nisfu Syaban: Arti, Waktu, Keutamaan, dan Amalannya

PPRU 1 Hikmah | Malam Nisfu Syaban, yang juga dikenal sebagai malam pertengahan bulan Syaban, adalah momen istimewa bagi umat Islam di mana Allah SWT memberikan ampunan dan berkah yang besar. Di bawah ini adalah penjelasan lengkap tentang malam Nisfu Syaban:

Apa Itu Malam Nisfu Syaban?

Malam Nisfu Syaban adalah malam yang dipenuhi dengan berkah dan ampunan dari Allah SWT. Pada malam ini, Allah SWT mengampuni dosa-dosa hamba-Nya kecuali dosa musyrik dan munafik yang menjadi sebab perpecahan. Rasulullah SAW bersabda: "Allah SWT melihat kepada semua makhluk-Nya pada malam pertengahan bulan Syaban, maka Dia memberi ampunan pada semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan (dengan saudaranya)."

Waktu Malam Nisfu Syaban

Malam Nisfu Syaban jatuh pada pertengahan bulan Syaban, tepatnya pada tanggal 15 Syaban dalam penanggalan Hijriyah. Pada tahun ini, malam Nisfu Syaban jatuh pada Sabtu, 24 Februari 2024 malam hingga Minggu, 25 Februari 2024.

Keutamaan Malam Nisfu Syaban

Malam Nisfu Syaban merupakan malam yang istimewa di mana dosa-dosa orang mukmin diampuni. Allah SWT turun ke bumi pada malam ini dan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Rasulullah SAW bersabda: "Allah turun ke bumi pada malam Nisfu Syaban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian."

Amalan yang Dianjurkan pada Malam Nisfu Syaban

  1. Memperbanyak Doa: Malam Nisfu Syaban adalah waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa. Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT turun ke bumi pada malam ini dan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya.
  2. Membaca Dua Kalimat Syahadat: Membaca dua kalimat syahadat adalah amalan yang sangat baik dilakukan pada malam Nisfu Syaban. Hal ini dapat memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.
  3. Memperbanyak Istighfar: Istighfar atau meminta ampunan adalah amalan yang sangat dianjurkan pada malam Nisfu Syaban. Dengan memohon ampunan, kita bisa membersihkan diri dari dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Malam Nisfu Syaban adalah kesempatan emas bagi umat Islam untuk mendapatkan ampunan dan berkah dari Allah SWT. Mari manfaatkan malam ini dengan memperbanyak ibadah dan amalan-amalan yang dianjurkan.

3 Amalan Nisfu Syaban yang Bisa Dilakukan Wanita Haid: Pahalanya Besar

PPRU 1 Fiqh | Bulan Syaban, saat Allah SWT membuka pintu rahmat dan ampunan, menjadi momen penting bagi umat Islam. Meskipun wanita dalam kondisi haid dilarang melakukan shalat dan puasa sunnah, ada beberapa amalan yang tetap bisa dilakukan dengan pahala besar:

  1. Memperbanyak Membaca Doa: Momen Nisfu Syaban adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak doa. Allah SWT membuka pintu rahmat-Nya, sehingga doa-doa umat Islam akan lebih dimakbulkan. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk memohon ampunan dan berkah.
  2. Memperbanyak Dzikir dan Istighfar: Dzikir dan istighfar merupakan amalan yang sangat dianjurkan pada malam Nisfu Syaban. Dengan mengingat Allah SWT dan memohon ampunan-Nya, kita bisa mendapatkan berkah yang besar pada malam istimewa ini.
  3. Melantunkan Dua Kalimat Syahadat: Mengucapkan dua kalimat syahadat merupakan amalan yang bisa dilakukan setiap saat, termasuk pada malam Nisfu Syaban. Ini adalah cara yang baik untuk memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Meskipun tidak diperbolehkan melakukan shalat dan puasa sunnah, wanita haid tetap bisa mendapatkan pahala besar dengan melakukan amalan-amalan di atas pada malam Nisfu Syaban.

Semoga dengan melaksanakan amalan-amalan tersebut, kita semua bisa meraih berkah dan ampunan dari Allah SWT. Aamiin.

Tata Cara Baca Surat Yasin di Malam Nisfu Syaban dan Niatnya: Panduan Ibadah Islami

PPRU 1 Fiqh | Malam Nisfu Syaban, yang jatuh pada tanggal 24 Februari 2024, merupakan momen istimewa bagi umat Islam. Pada malam ini, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, termasuk membaca surat Yasin. Berikut adalah panduan lengkap tentang tata cara membaca surat Yasin 3 kali di malam Nisfu Syaban beserta niatnya:

  1. Waktu yang Tepat untuk Membaca Surat Yasin. Malam Nisfu Syaban adalah waktu yang ideal untuk membaca surat Yasin, terutama setelah salat Magrib atau menjelang salat Isya.
  2. Pembacaan Surat Yasin. Baca surat Yasin sebanyak tiga kali dengan khidmat. Surat ini mengandung 83 ayat yang penuh makna dan keberkahan.
  3. Niat Pertama: Meminta Panjang Umur. Saat membaca surat Yasin pertama kali, niatkan untuk meminta panjang umur agar selalu dapat menjalani hidup dengan bertakwa kepada Allah SWT.
  4. Niat Kedua: Memohon Rezeki yang Berlimpah. Pada pembacaan kedua, niatkan untuk memohon rasa syukur dan rezeki yang berlimpah serta halal dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Niat Ketiga: Memohon Keteguhan Iman. Di pembacaan terakhir, niatkan untuk memohon keteguhan iman kepada Allah SWT agar selalu teguh dalam menjalani setiap ujian hidup.
  6. Doa Penutup. Setelah membaca surat Yasin sebanyak tiga kali, panjatkanlah doa penutup agar Allah mengabulkan setiap permohonan dengan kemuliaan Rasulullah SAW.

Malam Nisfu Syaban adalah kesempatan langka bagi umat Islam untuk mendapatkan ampunan dan berkah dari Allah SWT. Dengan mengikuti tata cara ini, semoga kita semua dapat meraih keberkahan dan ampunan pada malam yang istimewa ini.

 

Amalan Malam Nisfu Syaban: Buya Yahya Ungkapkan Cara Mendapatkan Berkah pada 24 Februari

PPRU 1 Fiqh | Malam Nisfu Syaban 1445 hijriah adalah saat yang istimewa bagi umat Islam. Jatuh pada 24 Februari 2024, malam ini dipenuhi dengan berkah dan pengampunan. Buya Yahya Al Bahjah, seorang pendakwah yang dihormati, telah mengungkapkan serangkaian amalan penting yang dapat dilakukan untuk meraih keberkahan pada malam yang mulia ini.

Malam Nisfu Syaban, menurut ajaran Islam, merupakan waktu di mana 300 pintu rahmat dan ampunan dibuka oleh Allah SWT untuk umat manusia. Hal ini disampaikan dalam hadis Abu Hurairah RA, di mana Rasulullah SAW menerima wahyu bahwa pada malam ini, pintu-pintu langit dibuka, dan umat Muslim dianjurkan untuk bangun, sholat, berdoa, serta memohon ampunan kepada Allah SWT.

Namun, dalam amalan-amalan yang dianjurkan pada malam Nisfu Syaban, terdapat penekanan bahwa ampunan Allah tidaklah mencakup semua orang. Menurut Buya Yahya, ada beberapa kelompok orang yang dosanya tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Diantaranya adalah ahli sihir, tukang ramal, orang yang suka bermusuhan, orang yang suka mengadu domba, pemabuk, orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, dan orang yang memutuskan silaturahim.

Maka dari itu, pada malam Nisfu Syaban, umat Muslim diajak untuk melakukan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon ampunan-Nya. Dengan memahami makna dan keistimewaan malam Nisfu Syaban, umat Islam dapat memperoleh berkah dan pengampunan yang melimpah pada malam yang berharga ini.

Dengan melakukan amalan-amalan yang dianjurkan pada malam Nisfu Syaban sesuai dengan petunjuk Buya Yahya, umat Islam dapat memperoleh keberkahan dan ampunan dari Allah SWT. Semoga malam Nisfu Syaban menjadi saat yang penuh berkah bagi seluruh umat Islam yang menjalankan amalan-amalan sunnah pada malam yang mulia ini.

Selasa, 20 Februari 2024

Kepemimpinan Moral Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah

PPRU 1 Hikmah | Artikel ini membahas tentang kepemimpinan moral Rasulullah Muhammad saw dalam menghadapi peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Peristiwa ini merupakan bagian dari sejarah kehidupan Rasulullah dan menunjukkan sikap beliau yang penuh dengan kedamaian, kebijaksanaan, dan ketaatan kepada perjanjian.

Latar Belakang Peristiwa Hudaibiyah

Rasulullah Muhammad saw memiliki rencana untuk melakukan ibadah haji ke Makkah, tetapi tanpa membawa senjata sebagai tanda damai. Meskipun sebagian pengikutnya merasa cemas mengingat konflik antara penduduk Madinah dan Makkah, Rasulullah tetap teguh dengan niatan baiknya.

Tidak Membawa Senjata

Rasulullah menolak membawa senjata dalam perjalanan haji, walaupun ada kekhawatiran dan ketakutan di antara para sahabat. Baginya, niat ibadah haji harus murni tanpa ada rencana untuk menaklukkan Makkah atau memulai ekspedisi militer.

Sikap Damai dan Rendah Hati

Perjalanan Rasulullah ke Makkah tanpa senjata sebagai tanda damai menunjukkan sikap damai dan rendah hati. Meskipun beberapa sahabat mungkin menentang keputusan ini, Rasulullah tetap teguh dan menunjukkan sikap rendah hati dalam menjalani perintah Allah.

Perlawanan dari Kaum Quraisy

Kaum Quraisy merespons perjalanan Rasulullah dengan mengutus pasukan untuk menghadang mereka. Khalid bin Walid dan pasukannya bersiap untuk menyerang kelompok tak bersenjata tersebut.

Tanda Damai dari Unta Qaswa

Saat tiba di Hudaibiyah, unta Qaswa yang dikendarai Rasulullah menolak untuk bergerak. Rasulullah mengartikan hal ini sebagai tanda untuk kembali tanpa berperang. Meskipun sahabat meneriaki unta agar bergerak, Rasulullah menegaskan bahwa perjalanan ini dilakukan dengan semangat damai.

Perundingan dan Perjanjian Hudaibiyah

Rasulullah menegaskan bahwa dalam perundingan dengan Quraisy, ia akan menyetujui apa pun yang diminta oleh mereka. Kesepakatan Hudaibiyah akhirnya tercapai, meskipun dinilai merugikan oleh beberapa sahabat. Rasulullah menunjukkan sikap rendah hati dan kesediaan untuk memenuhi permintaan Quraisy, sekaligus menjaga perdamaian.

Pemilihan Utsman bin Affan

Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk melobi petinggi Quraisy agar memperbolehkan masuk Kota Haram. Meskipun upayanya bertepuk sebelah tangan dan tersebar kabar bahwa Utsman dibunuh, Rasulullah tetap teguh dan mengambil sumpah setia para pengikutnya.

Menghapus dan Mengganti Frasa

Selama perundingan, Suhail bin Amr mencoba mengubah beberapa frasa dalam perjanjian, seperti mengganti gelar "Muhammad Rasulullah" menjadi "Muhammad bin Abdullah." Rasulullah menunjukkan kesabaran dan kemudahan dalam menghadapi permintaan tersebut.

Keberangkatan ke Makkah Tahun Berikutnya

Perjanjian Hudaibiyah menyatakan bahwa Rasulullah dan sahabatnya tidak diizinkan masuk Makkah pada tahun tersebut, tetapi baru boleh pada tahun berikutnya. Saat tiba di Makkah tahun berikutnya, Rasulullah dan pengikutnya menjalankan ibadah dengan tenang tanpa menunjukkan sikap berlebihan.

Perjanjian Hudaibiyah menunjukkan kepemimpinan moral Rasulullah yang mencintai kedamaian, memegang teguh perjanjian, tidak mengingkari kesepakatan, dan sikap rendah hati dalam menghadapi segala rintangan. Artinya, Rasulullah memilih jalur damai demi kepentingan umat Islam. Keputusan dan sikap beliau dalam peristiwa ini memberikan pelajaran tentang pentingnya kesabaran, rendah hati, dan ketaatan kepada nilai-nilai Islam.

Senin, 19 Februari 2024

Pandangan Islam terhadap Ilmu Weton: Perspektif Terhadap Penggunaan Tradisi Jawa dalam Konteks Agama

PPRU 1 Fiqh | Dalam konteks masyarakat Jawa, ilmu weton merupakan suatu tradisi yang sangat dipegang kuat dan menjadi peneropong masa depan sebuah hubungan pernikahan. Konsep ini menggunakan perhitungan berdasarkan tanggal dan bulan kelahiran kedua calon mempelai. Meskipun menjadi bagian dari warisan budaya yang turun temurun, pandangan Islam terhadap ilmu weton mengajukan pertimbangan yang berbeda.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menilai ilmu weton dalam konteks Islam:

  1. Ilmu Weton berdasarkan Riset: Jika ilmu weton didasarkan pada riset ilmiah dan objektif, seperti penelitian astronomi atau ilmu pengetahuan lainnya, maka dalam pandangan Islam, ilmu ini dianggap sebagai ilmu mubah (boleh). Penggunaan ilmu weton dalam konteks ini dianggap sah, sebagaimana penggunaan ilmu astronomi untuk menentukan tanggal peristiwa atau perhitungan hari baik.
  2. Ilmu Weton berdasarkan Pendapat: Namun, jika ilmu weton didasarkan pada pendapat subjektif seseorang tanpa dasar riset yang jelas, maka hal tersebut membutuhkan penilaian lebih lanjut dalam Islam. Jika orang yang mengeluarkan ramalan weton adalah seorang yang saleh dan memiliki kualitas diri yang dapat dikonfirmasi oleh syariat, maka penggunaan weton dalam konteks ini mungkin diperbolehkan.

Namun, secara umum, Islam menegaskan bahwa segala sesuatu, termasuk nasib seseorang, sepenuhnya dalam kehendak Allah SWT. Keyakinan bahwa weton atau ramalan memiliki pengaruh yang tidak dapat diubah terhadap nasib seseorang adalah pandangan yang bertentangan dengan prinsip keimanan Islam.

Dalam praktiknya, sikap yang tepat bagi umat Islam adalah tetap berbaik sangka kepada Allah SWT bahwa apapun wetonnya, pasti itu adalah hari yang baik. Keyakinan bahwa nasib seseorang ditentukan semata oleh Allah SWT harus tetap dipegang teguh, tanpa mengaitkannya secara mutlak dengan ramalan atau ilmu weton.

Minggu, 18 Februari 2024

Model Suksesi Kepemimpinan dalam Sejarah Islam: Menyelami Prinsip Politik dan Syariat

PPRU 1 Fiqh | Dalam Islam, prinsip politik merupakan bagian integral dari hukum sosial (mu’amalah). Prinsip dasar hukum sosial adalah ibahah, yang menyatakan bahwa dalam fiqih, semua hal diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Dengan demikian, prosedur politik dalam Islam tidak selalu memerlukan dalil yang spesifik dari teks agama; prinsip-prinsip umum moral yang bersifat universal juga menjadi pedoman.

Dasar Pembentukan Pemerintahan dalam Islam

Dalam Islam, pembentukan pemerintahan didasarkan pada kemaslahatan umum, yang tergambar dalam prinsip-prinsip umum dalam berbagai seruan moral. Secara operasional, Islam memberikan fleksibilitas dan kesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu tata negara.

Mekanisme Pengangkatan Pemimpin

  1. Bai’at: Bai’at adalah janji dan sumpah setia ketundukan terhadap seorang pemimpin untuk menjalankan segala urusan dirinya dengan rakyat. Dalam sejarah Islam, bai’at pertama kali terjadi pada pengukuhan Abu Bakar sebagai pemimpin, melalui musyawarah yang dilakukan dengan para sahabat.
  2. Istikhlaf: Istikhlaf adalah wewenang khusus seorang pemimpin untuk menunjuk pengganti setelahnya, berdasarkan pertimbangan maslahat. Abu Bakar contohnya, menunjuk Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan mempertimbangkan kebutuhan umat.
  3. Taghallub: Taghallub adalah pemaksaan atau penggulingan pemimpin sebelumnya (kudeta), tanpa melewati proses bai’at atau istikhlaf. Meskipun tidak prosedural, keabsahan taghallub diperbolehkan dalam kondisi tertentu, seperti untuk menghindari kerusakan yang lebih besar.

Hikmah dalam Mekanisme Kepemimpinan

Masing-masing mekanisme pengangkatan pemimpin dalam Islam memiliki hikmah tersendiri. Nabi Muhammad saw memberikan keleluasaan kepada umat Islam untuk menentukan cara yang paling maslahat dalam memilih pemimpin, sesuai dengan tuntutan zaman, tempat, dan kondisi sosial.

Dengan demikian, Islam memberikan pedoman yang luas dan fleksibel dalam pengaturan politik dan kepemimpinan, dengan prinsip utama kemaslahatan umum sebagai landasan utamanya.

Dengan menelusuri model-model suksesi kepemimpinan dalam sejarah Islam, kita dapat mengambil pelajaran berharga tentang kebijaksanaan dan kebijakan politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Hal ini membuka ruang bagi umat Islam untuk terus mengembangkan sistem politik yang adil dan berkeadilan, sesuai dengan tuntutan zaman dan nilai-nilai agama.

Sabtu, 17 Februari 2024

3 Tugas Seorang Suami Menurut Ajaran Islam: Memahami Tanggung Jawab Keluarga dalam Perspektif Agama

PPRU 1 Fiqh | Dalam kehidupan berumah tangga, peran seorang suami tidak hanya sebatas mencari nafkah, namun juga mencakup tanggung jawab yang lebih luas sesuai dengan ajaran Islam. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang 3 tugas utama seorang suami menurut ajaran Islam, serta pentingnya memahami tanggung jawab keluarga dalam perspektif agama.

Memberi Nafkah: Tanggung Jawab Finansial

Salah satu tugas utama seorang suami dalam Islam adalah memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Hal ini sejalan dengan ajaran Al-Qur'an yang menegaskan bahwa ayah bertanggung jawab untuk menafkahi keluarganya. Sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 233:

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf."

Ini menunjukkan bahwa pembagian peran dalam keluarga Islam tidak hanya berpusat pada mencari nafkah, tetapi juga mencakup tanggung jawab untuk memberikan perlindungan finansial kepada istri dan anak-anak.

Mengajarkan Aqidah: Menjadi Pembimbing Rohani

Selain tanggung jawab finansial, seorang suami juga memiliki peran penting dalam mengajarkan aqidah kepada keluarganya. Ini termasuk memperkenalkan konsep-konsep dasar dalam Islam kepada anak-anak sejak dini. Sebagaimana yang disebutkan oleh Habib Abdullah bin Husain Ba'alawi, bahwa wali anak perlu mengajarkan anak-anak tentang shalat dan konsep halal dan haram setelah mencapai usia tertentu.

Ini menunjukkan bahwa sebagai pembimbing rohani dalam keluarga, seorang suami bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan agama kepada istri dan anak-anaknya, membimbing mereka menuju pemahaman yang lebih dalam tentang aqidah Islam.

Menjadi Pembimbing: Memperkuat Hubungan Keluarga

Sebagai kepala keluarga, seorang suami juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi pembimbing bagi istri dan anak-anaknya dalam segala aspek kehidupan. Ini mencakup memberikan nasihat, memimpin dengan contoh yang baik, dan memastikan hubungan keluarga tetap harmonis.

Dalam melakukan tugas ini, seorang suami perlu memahami bahwa pendekatan yang lembut dan penuh kasih sayang lebih efektif daripada kekerasan atau otoritas yang berlebihan. Menurut Syaikh Muhammad Salim Ba Bashil al-Syafi’i, seorang suami harus memberikan pelajaran pada istri yang telah dewasa dan memperbaiki perilakunya, namun dengan cara yang lembut dan penuh kesabaran.

Dengan memahami dan melaksanakan tugas-tugas ini sesuai dengan ajaran Islam, seorang suami dapat membangun keluarga yang kokoh dan harmonis, serta membawa berkah dan keberkahan dalam kehidupan berumah tangga.

Penutup

Dalam Islam, seorang suami tidak hanya bertanggung jawab untuk mencari nafkah, tetapi juga memiliki peran yang lebih luas dalam memimpin, membimbing, dan memberikan perlindungan kepada keluarganya. Dengan memahami dan melaksanakan tugas-tugas ini sesuai dengan ajaran agama, seorang suami dapat membawa keberkahan dan kesuksesan dalam kehidupan berumah tangga.

 

Jumat, 16 Februari 2024

Tempat Bersejarah di Masjid Al-Aqsa Terkait Isra' dan Mi'raj: Membahas Keagungan Spiritual di Tanah Suci

PPRU 1 Sejarah | Masjid Al-Aqsa atau Baitul Maqdis adalah sebuah tempat suci yang penuh berkah, terhitung sebagai salah satu dari tiga masjid suci dalam Islam bersama dengan Masjid al-Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid Al-Aqsa tidak hanya memiliki nilai sejarah yang luar biasa, tetapi juga menjadi tempat penting dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj, yang digambarkan dalam Al-Qur'an.

Keagungan Masjid Al-Aqsa dalam Isra' dan Mi'raj

Dalam perjalanan Isra' dan Mi'raj, Rasulullah SAW mengalami momen luar biasa di Masjid Al-Aqsa. Ia bertemu dengan para nabi dan rasul sebelum mengimami mereka dalam shalat. Hadis-hadis yang menggambarkan pengalaman ini menambah keistimewaan tempat suci ini dalam pandangan umat Islam.

Tempat-Tempat Bersejarah di Masjid Al-Aqsa

  1. Tembok Buraq: Tempat di mana Rasulullah mengikat Buraq sebelum memasuki Masjid Al-Aqsa. Tembok ini memiliki nilai spiritual yang mendalam bagi umat Islam.
  2. Kubah Batu: Di dalam Masjid Al-Aqsa, terdapat kubah yang menyimpan batu besar yang diyakini sebagai pijakan Rasulullah dalam peristiwa Mi'raj.
  3. Mihrab Nabi Muhammad: Tempat ini adalah tempat di mana Rasulullah mengimami shalat para nabi dan rasul, memperkuat ikatan spiritual dengan tempat tersebut.

Hubungan Dengan Sejarah

Masjid Al-Aqsa, yang dibangun oleh Nabi Sulaiman, memiliki hubungan sejarah yang kuat dengan Masjid al-Haram di Makkah. Jarak waktu pembangunannya yang diperkirakan 40 tahun setelah Masjid al-Haram menambah nilai sejarahnya.

Kebangkitan Spiritual

Mengunjungi Masjid Al-Aqsa tidak hanya memberikan pengalaman spiritual yang mendalam tetapi juga memperkaya pemahaman kita akan sejarah Islam. Perjalanan Isra' dan Mi'raj merupakan contoh konkret dari keajaiban yang Allah berikan kepada Rasulullah sebagai bukti kebenaran ajaran Islam.

Kesimpulan

Masjid Al-Aqsa adalah tempat yang sarat dengan nilai sejarah dan spiritual bagi umat Islam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj memperkuat ikatan antara tempat suci ini dengan kehidupan Rasulullah SAW. Mengenal lebih dalam tentang tempat-tempat bersejarah di Masjid Al-Aqsa tidak hanya meningkatkan pemahaman kita akan sejarah Islam tetapi juga memperdalam keimanan dan kecintaan kita kepada agama ini.

Kamis, 15 Februari 2024

Keabsahan Peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad: Tafsir Surat An-Najm Ayat 13-15

PPRU 1 Hikmah | Ayat-ayat Surat An-Najm ayat 13-15 sangat penting untuk memahami peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw. Meskipun ayat-ayat tersebut singkat, mereka mengandung makna yang dalam dan menjadi bukti keabsahan peristiwa tersebut. Dalam tafsir ayat-ayat tersebut, para ulama menggunakan mereka sebagai dasar untuk menjelaskan peristiwa Isra' dan Mi'raj, yang terjadi sebelum hijrah Nabi Muhammad saw ke Madinah.

Dalam tafsir Al-Misbah karya Profesor Quraish Shihab, ayat-ayat ini dianggap sebagai dasar tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj. Sumpah pada awal surat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw sangat jujur dalam menyampaikan berita tentang perjalanannya ke langit dalam peristiwa Mi'raj. Ayat-ayat tersebut juga menjelaskan bahwa apa yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw adalah sesuatu yang nyata dan tidak melebihi batas.

Beberapa ulama berpendapat bahwa yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw adalah Tuhan. Namun, ada penolakan terhadap pendapat ini, dan dikatakan bahwa apa yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw adalah Malaikat Jibril. Dalam tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw melihat Jibril dalam wujud aslinya saat peristiwa Mi'raj. Ayat-ayat ini menegaskan kebenaran peristiwa tersebut dan bahwa Nabi Muhammad melihat Jibril dalam wujud aslinya, bukan hanya sekali, tetapi dua kali selama hidupnya.

Dalam tafsir Marah Labib karya Syekh Nawawi Banten, dijelaskan bahwa peristiwa Isra' Mi'raj terjadi di langit ketujuh, di dekat pohon sidratul muntaha. Pohon ini digambarkan sebagai pohon yang penuh dengan keindahan dan kemegahan, di sebelahnya terdapat Surga Ma'wa. Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw melihat Malaikat Jibril dalam wujud aslinya di dekat pohon tersebut.

Secara keseluruhan, ayat-ayat Surat An-Najm ayat 13-15 memberikan bukti keabsahan peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw. Mereka menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw melihat Malaikat Jibril dalam wujud aslinya selama peristiwa tersebut, yang merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan beliau.

Rabu, 14 Februari 2024

Isra' Mi'raj dalam Perspektif Sejarah Islam: Hukum, Pengertian, dan Kontroversi

PPRU 1 Fiqh | Isra' Mi'raj, peristiwa luar biasa dalam sejarah Islam, telah menjadi subjek perdebatan dan kontroversi di antara umat Islam. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi hukum, pengertian, dan kontroversi seputar Isra' Mi'raj, serta relevansinya dalam kehidupan umat Islam modern.

Pengertian Isra' Mi'raj dan Kontroversinya

Isra' Mi'raj merujuk pada perjalanan luar biasa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Palestina, dan dari sana menuju Sidratul Muntaha. Perjalanan ini dianggap sebagai bukti kebesaran dan mukjizat Nabi Muhammad SAW.

Meskipun banyak umat Islam meyakini kebenaran Isra' Mi'raj, namun ada juga yang mengingkari atau meragukannya. Kontroversi terutama muncul terkait dengan sifat perjalanan tersebut, apakah bersifat fisik atau ruhaniah, serta kebenaran detail-detailnya.

Hukum Mengingkari Isra' Mi'raj Menurut Perspektif Islam

Dalam ajaran Islam, meyakini Isra' Mi'raj adalah kewajiban. Mengingkari peristiwa ini dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak tepat dan dapat membawa konsekuensi serius, bahkan hingga pada kekufuran.

Meskipun ada perbedaan pendapat di antara ulama terkait sifat perjalanan Isra' Mi'raj, namun mayoritas sepakat bahwa peristiwa ini adalah perjalanan fisik yang sebenarnya, bukan hanya pengalaman ruhaniah semata.

Relevansi Isra' Mi'raj dalam Kehidupan Umat Islam Modern

Meskipun Isra' Mi'raj terjadi pada masa lampau, namun relevansinya tetap terasa dalam kehidupan umat Islam modern. Peristiwa ini mengajarkan umat Islam tentang kebesaran Allah SWT, kekuatan iman, dan keteguhan keyakinan dalam menghadapi tantangan.

Peringatan Isra' Mi'raj juga menjadi momen untuk merefleksikan hubungan spiritual dengan Allah SWT, serta untuk memperkokoh ikatan keagamaan dalam komunitas Muslim. Hal ini menjadi penting dalam menjaga keberagaman umat Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam.

Penutup

Isra' Mi'raj adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang memiliki dampak yang besar dalam pengembangan ajaran Islam. Meskipun kontroversinya, keberadaannya tetap menjadi landasan iman bagi umat Islam di seluruh dunia. Semoga pemahaman yang lebih baik tentang Isra' Mi'raj dapat membawa umat Islam menuju kehidupan yang lebih bermakna dan berarti.

Selasa, 13 Februari 2024

Posisi Hak Suara dalam Pemilu Menurut Islam: Kewajiban Syariat dan Implikasinya

 

PPRU 1 Fiqh | Pemilihan pemimpin di Indonesia adalah hak warga negara, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun, perspektif Islam juga memberikan pandangan unik terkait hak suara dalam pemilu. Dalam Islam, memilih pemimpin adalah bukan hanya hak, tetapi juga kewajiban syariat.

Hak Suara Menurut Hukum Islam

Menurut pandangan Islam, memilih pemimpin adalah kewajiban yang diatur oleh syariat. Rasulullah Muhammad SAW bahkan menjelaskan bahwa para sahabat telah sepakat akan pentingnya memilih pemimpin setelah beliau wafat. Artinya, hak suara bukan hanya sekadar hak, tetapi juga amanah yang harus dipenuhi dengan penuh tanggung jawab.

Implikasi Pemilihan Pemimpin dalam Islam

  1. Mewujudkan Kepemimpinan yang Baik: Hak suara adalah alat untuk mewujudkan kepemimpinan yang adil dan bijaksana. Dalam Islam, saling tolong-menolong dalam mewujudkan kebaikan adalah ajaran yang ditekankan. Oleh karena itu, memilih pemimpin yang baik adalah bagian dari kewajiban umat Muslim.
  2. Hak Suara Sebagai Amanah: Hak suara kita adalah amanah yang dipercayakan oleh negara kepada rakyatnya. Tidak menggunakan hak suara dianggap sebagai tindakan berkhianat terhadap negara, sesuai dengan ajaran Al-Qur'an yang melarang perbuatan khianat.
  3. Wujud Permushawaratan: Memilih pemimpin melalui pemilu adalah wujud dari prinsip musyawarah dalam Islam. Dalam sejarah, para sahabat Umar bin Khattab bahkan menggunakan sistem musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam.

Kesimpulan

Dalam Islam, hak suara bukan sekadar hak, tetapi juga kewajiban yang diatur oleh syariat. Memilih pemimpin yang baik adalah bagian dari tanggung jawab umat Muslim dalam mewujudkan kebaikan dan keadilan dalam masyarakat. Dengan memahami pentingnya hak suara dalam Islam, kita diingatkan akan tanggung jawab kita sebagai warga negara untuk memilih pemimpin yang terbaik bagi kepentingan bersama.

Senin, 12 Februari 2024

Perbedaan Suap dan Hadiah dalam Fiqih Islam: Pemahaman dan Implikasinya

 

PPRU 1 Fiqh | Dalam konteks hukum Islam, penting untuk memahami perbedaan antara suap dan hadiah. Keduanya merupakan bentuk pemberian, namun memiliki implikasi hukum yang berbeda. Artikel ini akan menjelaskan konsep, pandangan fiqih Islam, dan implikasi hukum positif terkait dengan suap dan hadiah.

Perbedaan Konseptual antara Suap dan Hadiah

Suap atau risywah adalah pemberian dengan motif agar penerima suap bersedia melakukan hal-hal yang menyimpang. Di sisi lain, hadiah atau sedekah adalah pemberian murni atas dasar sukarela dengan motif ukhrawi seperti pahala atau dengan tujuan memuliakan orang.

Pendekatan Fiqih Islam terhadap Suap dan Hadiah

Menurut Imam Al-Ghazali, istilah pemberian mencakup hadiah, sedekah, dan suap. Namun, yang membedakan ketiganya terletak pada motif pemberian. Suap dilarang dalam Islam karena memiliki motif yang tidak benar dan bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.

Implikasi Hukum Positif

Dalam ilmu Hukum Pidana, ada perbedaan pada adanya "meeting of minds" atau kesepakatan antara pemberi dan penerima suap. Dalam tindak pidana suap, terdapat kesepakatan antara keduanya, sementara dalam pemberian hadiah atas dasar kewenangan tidak terdapat kesepakatan seperti itu.

Kesimpulan

Memahami perbedaan antara suap dan hadiah adalah penting dalam konteks hukum Islam dan hukum positif. Suap tidak hanya melanggar prinsip-prinsip agama, tetapi juga melanggar hukum positif yang mengatur tindak pidana suap. Oleh karena itu, penting untuk menghindari praktik suap dan memahami implikasi hukumnya.

Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat menjaga integritas dan keadilan dalam masyarakat serta mematuhi prinsip-prinsip agama Islam.

Minggu, 11 Februari 2024

Tasaruf Uang Politik Perspektif Fiqih dan Hukum Positif

PPRU 1 Fiqh | Politik uang, yang secara jelas dinyatakan sebagai perbutan haram dalam fatwa MUI, Bahtsul Masail NU, dan Majelis Tarjih Muhammadiyah, serta diatur dalam hukum positif, seringkali masih menjadi masalah dalam penyelenggaraan pemilu. Namun, ketika seseorang sudah terlanjur menerima uang politik, bagaimana seharusnya penanganannya?

Perspektif Fiqih

Menurut fiqih, uang yang diperoleh dari politik uang disamakan dengan risywah, atau suap, yang hukumnya haram. Bagi yang sudah menerimanya, tidak diperbolehkan untuk memiliki atau menggunakan uang tersebut. Sebaliknya, uang tersebut harus dikembalikan.

Berikut adalah langkah-langkahnya, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab

  1. Mengembalikan kepada pemilik atau wakilnya. Jika pemiliknya meninggal, uang tersebut diserahkan kepada ahli warisnya.
  2. Jika pemiliknya tidak diketahui, maka uang tersebut dialokasikan untuk kemaslahatan umum atau disedekahkan kepada fakir miskin.
  3. Jika qadhi tidak dapat dipercaya, uang tersebut diserahkan kepada orang yang dianggap cakap dalam urusan agama.

Dengan demikian, uang yang diperoleh dari politik uang harus diserahkan kepada yang berhak atau dialokasikan untuk kepentingan umum.

Perspektif Hukum Positif

Dalam hukum positif, menyalurkan uang haram dari politik uang ke sektor kemaslahatan umum atau fakir miskin dapat termasuk dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sebagaimana diatur dalam UU No. 8/2010. TPPU mengatur bahwa setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan harta hasil tindak pidana pencucian uang dapat dipidana dengan kurungan penjara hingga 20 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.

Dengan demikian, yang sesuai baik dalam perspektif fiqih maupun hukum positif adalah mengembalikan uang tersebut kepada negara, atau diserahkan kepada qadhi untuk kemudian ditasarufkan sesuai peruntukannya.

Kesimpulan

Dalam menyikapi uang politik yang sudah diterima, penting untuk mematuhi prinsip-prinsip agama dan hukum yang berlaku. Dengan mengikuti pedoman fiqih dan hukum positif, kita dapat menjaga kebersihan dan keadilan dalam praktek politik serta menegakkan nilai-nilai moral dan keadilan dalam masyarakat.

Sabtu, 10 Februari 2024

Kepemimpinan Moral Nabi Muhammad Pelajaran dari Perjanjian Hudaibiyah

PPRU 1 Hikmah | Jelajahi kepemimpinan moral yang mendalam yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad selama negosiasi dan penandatanganan Perjanjian Hudaibiyah. Peristiwa bersejarah ini membuka cahaya pada komitmen Nabi terhadap perdamaian, kerendahan hati, dan dedikasinya yang tak tergoyahkan pada prinsip-prinsipnya. Berikut adalah poin-poin perjanjainnya:

Ibadah Haji tanpa Senjata

  • Tekankan niat tulus Nabi Muhammad saat melakukan ibadah haji ke Makkah.
  • Soroti keberatan beberapa pengikut akibat suasana tegang antara Madinah dan Makkah.

Pertemuan di Hudaibiyah

  • Ceritakan momen ketika Khalid bin Walid memimpin serangan terhadap kelompok yang tidak bersenjata, dan bagaimana Nabi Muhammad menafsirkan Qaswa, onta yang membawanya, menolak bergerak sebagai tanda untuk mundur secara damai.

Semangat Negosiasi Damai

  • Bahas komitmen Nabi Muhammad terhadap perdamaian selama negosiasi dengan Quraisy.
  • Sebutkan persetujuan tanpa syarat untuk memenuhi setiap permintaan Quraisy.

Kompromi Hudaibiyah

  • Rinci kompromi yang dibuat selama perjanjian, seperti menghilangkan Basmala dan mengubah gelar Nabi Muhammad.
  • Tekankan kerendahan hati Nabi dan ketaatannya pada tujuan besar perdamaian.

Kepemimpinan di Saat-saat Sulit

  • Soroti tantangan yang dihadapi, termasuk berita palsu tentang kematian Utsman bin Affan.
  • Gambarkan seruan Nabi untuk sumpah setia dari para pengikutnya dan peristiwa selanjutnya.

Pulang ke Makkah

  • Bahas ketentuan perjanjian, termasuk pembatasan masuk Makkah tahun itu dan batas tiga hari selama kunjungan berikutnya.
  • Tekankan ketaatan Nabi Muhammad pada perjanjian meskipun tampaknya merugikan.

Pulang ke Makkah Tahun Berikutnya

  • Ceritakan kembali kedatangan Nabi Muhammad ke Makkah tahun berikutnya dengan kelompok yang lebih besar, fokus pada pendekatan damai dan nonkonfrontasional.

Tampilkan pelajaran abadi dari kepemimpinan moral Nabi Muhammad selama Perjanjian Hudaibiyah. Tarik paralel dengan kepemimpinan kontemporer dan tekankan pentingnya perdamaian, kerendahan hati, dan ketaatan pada prinsip dalam menyelesaikan konflik.

Kamis, 08 Februari 2024

Mengenal Buraq, Hewan yang Mengantar Perjalanan Isra Mi'raj Rasul

PPRU 1 Hikmah | Pada bulan Rajab, umat Islam merayakan peristiwa Isra dan Mi'raj yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Salah satu aspek yang menarik dari peristiwa ini adalah penggunaan Buraq sebagai alat transportasi. Berikut adalah penjelasan mengenai Buraq:

  • Buraq sebagai Hewan: Buraq adalah hewan yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam perjalanan Isra Mi'raj. Konon, Buraq memiliki kecepatan yang tak tertandingi dan merupakan hewan istimewa.
  • Asal Kata 'Buraq': Kata 'Buraq' diambil dari kata 'barq' yang berarti kilat. Ini merujuk pada kecepatan dan cahaya yang dimiliki oleh hewan tersebut.
  • Deskripsi Fisik Buraq: Secara fisik, Buraq diyakini berwarna putih dan memiliki ukuran yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari bighal (keledai besar). Buraq juga memiliki tali kendali seperti kuda dan lampu sebagai penerang.
  • Peran Buraq dalam Sejarah: Buraq tidak hanya ditunggangi oleh Rasulullah SAW, tetapi juga oleh Nabi Ibrahim dalam beberapa kesempatan. Buraq diyakini sebagai hewan yang berlari sangat cepat, melebihi kecepatan kendaraan lainnya.
  • Perjalanan Isra Mi'raj: Buraq menjadi kendaraan Rasulullah SAW saat melakukan perjalanan Isra Mi'raj, yang merupakan salah satu mukjizat terbesar dalam sejarah Islam. Rasulullah SAW didampingi oleh Malaikat Jibril selama perjalanan tersebut.

Peristiwa Isra Mi'raj dan penggunaan Buraq sebagai alat transportasi menunjukkan keajaiban dan kemuliaan yang terkandung dalam ajaran Islam. Umat Islam merayakan peristiwa ini sebagai salah satu momen penting dalam sejarah keislaman.