Sunday, 8 January 2023

Stop Bullying! - Oleh: Istiqlalia

 


Kita semua pasti sudah akrab dengan istilah bullying atau mungkin sudah ada juga yang pernah mengalaminya. Bullying adalah sebuah tindakan yang ditunjukkan untuk menghina, mempermalukan, dan mengintimidasi orang lain. Para pelaku bullying biasanya adalah mereka yang tidak menemukan atau mendapatkan bahagia di dalam dirinya karena suatu hal, hingga akhirnya mencari tempat meluapkan emosi.

Ada banyak jenis bullying, bisa menyakiti dalam bentuk fisik, seperti memukul, mendorong dan sebagainya. Dalam bentuk verbal bisa dengan menghina, membentak, dan menggunakan kata-kata kasar. Bullying bisa terjadi di manapun, baik di sekolah dan sebagainya, bahkan di pesantren pun juga ada. Dengan berbagai cara untuk mengintimidasi seseorang dengan menindas yang lemah, menindas yang lebih kecil maupun lebih besar, dan juga yang muda maupun yang tua.

Bullying itu sangat menyakitkan. Tiap hari direndahkan, di caci maki, di jelek-jelekan, dan di kucilkan, sehingga dapat menimbulkan trauma yang sangat menyakitkan serta menyerang mental dan psikis seseorang. Si pelaku bullying dengan bangga tertawa di atas kesedihan orang lain, dan malah bersenang-senang dengan bully-annya yang ia sebut sebagai hiburan.

Di kalangan pesantren, istilah bullying mungkin sudah tidak asing lagi. Santri baru di-bully oleh senior, atau santri biasa-biasa saja di-bully oleh yang luar biasa. Lalu, kita harus bagaimana jika menjadi korban bullying?

Pernah suatu ketika saya mendengar influencer muda, Sherly Annavita Rahmi, dimana dia menyampaikan apa yang dia pikirkan pada segmen “Pernah jadi pelaku atau korban bullying”. wanita berdarah aceh itu pernah menyampaikan solusi bagaimana cara menyikapi jika menjadi korban bullying; kalau bullying-nya sudah menyangkut kekerasan fisik, maka tentu solusinya adalah hindari si pelaku tadi.

Namun kalau bullying-nya hanya lewat gestur dan ucapan saja, maka tentu kita bisa menghadapi dengan hanya mengingatkan bahwa perbuatan itu adalah salah, atau bisa juga dengan mendiamkannya. Yang jelas, tidak perlu diambil hati ketika sedang dipermalukan atau diejek oleh seorang pem-bully, karena justru itulah yang mereka inginkan, mereka akan senang melihat kita terganggu atau tersinggung.

Baru-baru ini saya mendengar bahwa banyak di antara teman-teman pondok tidak kerasan karena menjadi korban bullying. Dari bullying ini kita bisa belajar bahwa mencari obat rasa sakit dan pengakuan dengan cara berlaku kasar, menghina dan meledek orang lain adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Kalau kita memang ingin mendapatkan kesembuhan hati, pengakuan, dan penghargaan dari orang lain, maka berusahalah menjadi pribadi yang bermanfaat dan hargai orang lain. Setuju kan, teman-teman?

So, mulai sekarang, STOP BULLYING!!!


Oleh: Istiqlalia

Alumni Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1

Usaha Tidak Akan Mengkhianati Hasil - Oleh: Nurul Qomariyah

Di balik keberhasilan pasti ada usaha yang diistiqamahkan, seperti kata-kata yang sering kita dengar: “usaha tidak akan mengkhianati hasil.Seberapa besar kita berusaha, sebesar itulah kita mendapatkan hasilnya.

Mencari ilmu ternyata tidak semudah yang kita pikirkan, karena kita harus melewati banyak rintangan. Di balik keberhasilan seseorang juga pasti ada cerita yang tidak pernah kita sangka. Seperti sosok Munjidatus Sholihah, salah satu santriwati PPRU 1 Putri yang tiba-tiba sangat dikenal di pesantren karena mampu menyetor hafalan Tashrifan sekali duduk dengan lancar.

Bagaimanakah mulanya?

keinginan saya untuk mondok itu banyak rintangannya, terutama faktor ekonomi, karena memang saya terlahir dari keluarga yang pas-pasan. Alhamdulillah, sekarang saya bersyukur sekali karena sudah bisa mondok.” Baginya, mondok adalah suatu hal yang sangat membanggakan. Dulu ia juga pernah bersekolah Diniyah, mempelajari ilmu-ilmu agama seperti fiqih, kitab mutammimah, nahwu, ‘imrithi, menghafal tashrifan dan lain-lain.

Awal mula ia dapat dikenal oleh banyak santri adalah di mana saat pelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah, ia ditunjuk oleh guru pangampu untuk menerjemahkan sebuah teks berbahasa arab, ia pun dapat melakukannya dengan baik dan sangat lancar. “Kamu diniyah-nya kelas berapa?” Tanya Ning Anis, Sang guru pengampu. Ia menjawab kalau ia masih kelas 1 Ula. Karena dirasa sangat mampu, maka Ning Anis, yang juga merangkap sebagai guru diniyah pagi, berinisiatif untuk mengkonsultasikan Munjida agar naik ke kelas 3 Ula.

Beberapa hari kemudian, ia diminta untuk mempersiapkan tes lompat kelas setelah liburan, dengan syarat bahwa ia harus hafal tashrifan, faham fiqih juz 3 dan nahwu. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut, hingga ia menggunakan waktu liburan dengan sangat produktif.

"Waktu setelah subuh saya gunakan untuk muthola'ah sampai jam 6 pagi hingga jam 9 pagi, diselingi dengan bersih-bersih rumah. Setelah itu, saya pergunakan waktu saya untuk berkumpul bersama keluarga. Barulah, setelah shalat dhuhur atau jika ada waktu luang, saya pergunakan waktu tersebut untuk bermain handphone. Saya menambah hafalan tashrifan setelah menunaikan shalat asar. Setelah itu, saya setorkan di waktu maghrib kepada kakak saya. Namun, Kakak tidak Ingin jika saya hanya menyetor satu bab saja, minimal lima bab."

Setelah diistikamahkan selama satu bulan penuh, ia mengaku mampu dan bisa menguasai persyaratan di atas. Namum belum sampai di situ, setelah melakukan tes, ternyata Munjida masih masuk di kelas 2 Ula. Hingga akhirnya, ketika jam pelajaran Ning Dzirwah, Munjida menyetorkan hafalan Tashrifan-nya dengan sangat lancar.

"Bagaimana jika kamu saya naikkan ke kelas tiga?" Dawuh Ning Dzirwah Menawarkan, oyang kemudian ia sanggupi. Sehingga, untuk kedua kalinya, ia pun melaksanakan tes. Namun, untuk tes kedua tersebut, ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia ekspektasikan. Salah satunya adalah men-tashrif lafadz yang tidak ada pada tashrifan. Ia pun sempat berputus asa.

“Saya mengingat betul kejadian sebelum mondok dulu. Saya butuh uang untuk biaya sekolah dan, Ketika melihat wajah orang tua saya yang seperti kelelahan karena baru pulang bekerja, disertai jumlah uang yang menipis, saya sadar bahwa orang tua saya sudah semakin menua. Jadi, saya tidak boleh mengecewakan mereka. Saya selalu ingin terus berusaha agar bagaiamana caranya saya tidak menyia-nyiakan kerja keras kedua orang tua saya.

Kakaknya juga sempat berpesan agar ia bersungguh-sungguh dalam belajar, karena di antara keluarganya, hanya ia yang dapat melanjutkan sekolah formal. Jika tiba-tiba ia merasa putus asa, ia pun langsung teringat kepada keluarganya. Karena di situlah titik dimana semangatnya dapat kembali berkobar. Ia juga percaya bahwa usaha tidak akan menghianati hasil, di samping juga selalu berdoa agar apa yang ia usahakan selama ini dapat terbalas.

Beberapa hari kemudian, ia diberitahu bahwa ia lolos tes dan masuk kelas 3 A Ula. Lalu ia menceritakan hal tersebut kepada keluarganya ketika jam kunjungan. Ia bertekad agar apapun yang ia ceritakan kepada keluarganya adalah kebaikan dan kebahagiaan. Ia juga berpesan agar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan jangan sampai terbersit bahwa kita tidak bisa. Yakin dan niatkan pada Allah, juga kedua orangtua kita bahwa kita pasti bisa.

Oleh: Nurul Qomariyah
Santri Aktif Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1

Saturday, 14 August 2021

Menfilter Pop Culture - Oleh: Agus Shofi Mustajibullah

 

 

Dewasa ini, dunia yang begitu megahnya dapat dilihat dari telepon genggam masing-masing. Ketika seseorang menginginkan sesuatu di luar jangkauannya, dengan telepon genggam ia dapat mendapatkan dengan entengnya. Seperti, zaman dulu yang sangat ingin menonton konser idolanya di luar negeri, sekarang bisa melihat konser idolanya sambil tiduran melalui telepon genggam. Begitulah kemudahan saat ini.

Dengan perkembangan tersebut, para kaum kapitalis memanfaatkannya untuk memproduksi dan memasarkan suatu budaya yang di sebut ‘pop culture’ melalui media massa (termasuk telepon genggam) kepada konsumen massa. Dan itu demi keuntungan mereka sendiri. Contohnya ialah apa-apa yang di interaksikan pada orang-orang setiap harinya seperti cara berpakaian dan sebagainya. Yang tren hari ini apa, itulah pop culture.

Pop culture sendiri memiliki pengertian yaitu totalitas ide, perspektif, perilaku, meme, citra, dan fenomena lainnya yang dipilih oleh konsensus informal di dalam arus utama sebuah budaya. Untuk karakterisitiknya cukup mencengangkan yakni sangat pragmatis, yang berartikan selagi bermanfaat pada penggunanya entah itu salah atau benar, ya fine-fine saja. Orang yang ingin viral dengan melakukan tindakan yang tidak senonoh merupakan representasi pragmatisme yang menjadi ciri khas negeri ini, dan hal itu termasuk pop culture juga di negeri ini. Lebih parahnya lagi, pop culture mengajak penggunanya untuk terus menerus memikirkan kenikmatan yang di inginkan. Misalnya ketika Anda membuka media sossial yang mana merupakan pop culture juga, Anda akan memiliki ketertarikan terus menerus dengan visualisasi indah yang terus di cekoki kepada anda.

Anda tahu Pergaulan bebas? Hal ini juga bisa di indikasikan karena pop culture itu sendiri. Dengan ambigunya pop culture (dari berbagai bangsa dan negara serta wataknya masing-masing) yang sudah menjadi konsumsi Anda serta senantiasa Anda lihat tanpa adanya edukasi yang pasti, Anda akan penasaran, Anda selalu memikirkannya, dan pada akhirnya melakukannya. Like a drunks, narkoboy, slebew sana slebew sini memiliki tendensi besar untuk merusak masa depan seseorang. Dan hasilnya... booommm.... madesu.

Di samping itu semua, menurut Wahyudi, budaya populer itu menjadi penting dan menarik karena merupakan realitas dari masyarakat dan cara atau bagaimana masyarakat mengonsumsi budaya tersebut. Namanya juga zaman, terus maju tanpa memedulikan waktu. Its a life, dunia ibarat kendi yang mau tidak mau menerima air yang berbeda-beda. Pasti ada hal baiknya juga di dalamnya. Intinya pilihlah yang baik saja. Seperti seseorang yang berubah dalam berpenampilan, ia seketika menjadi anggun, menawan, memesona karena mengikuti pop culture.

Seorang santri yang biasa di didik membentuk karakter yang kuat dan kokoh, mereka ora keno ora menghindari hal-hal buruk dari pop culture di tengah-tengah masyarakat. Sebenarnya santri di diamkan di dalam pesantren tanpa bersosialisasi dengan khalayak ramai (uzlah) salah satu tujuannya untuk menghindari hiruk pikuk budaya yang membingungkan (Meskipun mungkin ada satu dua kekurangannya seperti gaptek dan lain-lain).

Tapi tetap, santri harus mampu beradaptasi dengan keragaman di dalam pop culture atau bahkan bisa mendesain pop culture sendiri ala-ala santri sehingga masyarakat dapat mengkonsumsinya. Yasinan, tahlilan, waqiahan harus menjadi pop culture masyarakat (islam) Indonesia.

Wallahu a’alamu bisshoab

~Ada hujan yang turun demi memelihara, ada juga hujan yang turun demi membusukkan. Betapa mengagumkan keuntungan dari hujan pada musim semi, tetapi hujan pada musim gugur bagi kebun seperti terkena demam~

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

Wallahu a’alamu bisshoab

Refrensi:

Makalah Kajian Teori Budaya Populer

Website PMB: Studi Sosial: Makna Budaya Pop di Masyarakat

Semesta Matsnawi


Oleh: Agus Shofi Mustajibullah

Putra KH. Mannan Qoffal

Selamat Beribadah - Oleh: Muhammad Farhan

 

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa salah satu kegiatan terpuji dalam kehidupan beragama adalah beribadah.

Namun sebelum tulisan ini melangkah lebih jauh, mungkin, alangkah baiknya bila kita menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang apa itu ibadah. Hal ini perlu, dalam taraf yang sama, dilakukan dengan harapan agar apa yang nantinya dikerangkakan oleh pembaca akan sama dengan pola yang telah dikerangkakan oleh penulis.

Ibadah, atau yang dalam hal ini menggunakan imbuhan ber yang ma’nanya mungkin akan diterangkan oleh guru bahasa indonesianya masing-masing, adalah suatu pernyataan bakti dengan implementasi berupa perbuatan yang dilakukan seorang hamba terhadap tuhannya dengan landasan hukum yag telah ditetapkan oleh tuhan itu sendiri.

Dari definisi yang telah disebutkan, dapatlah kiranya tergambar dalam benak pembaca tentang alasan mengapa penulis menyebukan paragraf pertama dan dapatlah pula tergambar dalam benak pembaca bahwa yang dinamakan ibada tidak hanya berkutat pada penyembahan di lima waktu yang telah ditentukan itu. Akan luas maknannya bila kita membiarkan definisi diatas pada bentuk yang demikian. Karena bila kita menginterpretasikan definisi tersebut dengan penyembahan di lima waktu itu saja maka makna belajar untuk menegakkan agama allah dan tidur untuk alasan yang sebelumnya tidak dinamakan ibadah, tidak ada unsur pahalanya. Tentu akan sangat sayang dikata bila hal yang beru disebutkan dijadikan sebagai patokan.

Alasan mengapa hal tersebut disayangkan akan tampak jelas bila kita mau mencermati potong demi potong sumber hukum dalam islam, hadist dan alquran.

Dalam salah satu hadist disebutkan bahwa wajib hukumnya bagi seoran muslim atau muslimah untuk balajar ilmu. Tidak bisa tidak, harus dilakukan. Dalam hadist lain, utusan agung itu juga menyebutkan bahwa ulama, yang dalam bentuk mufrodnya menggunakan kata alim, yang jika diterjemah kedalam bahasa indonesia akan kurang lebih menggunakan kata orang terpelajar; cendekiawan, adalah pewaris nabi.

Sedangkan dalam alquran disebutkan bahwa alasan allah menciptakan manusia, tiada lain tiada bukan, hanyalah untuk beribadah kepadanya. Tidak bisa tidak, harus dilakukan. Itu artinya ada dua kewajiban yang harus dilakukan secara bersamaan oleh seorang hamba dalam satu tempo. Tentunya, hal yang demikian lebih dekat dengan kemustahilan. Selain akan ada sisi kemustahilan lain yang akan nampak konyol. Jika belajar tidak termasuk kelompok ibadah, lantas bagaimana nasib calon pewaris nabi tersebut?

Jika sudah demikian, maka akan nampak jelas akan kesayangan yang telah penulis sebutkan dan alangkah baiknya lagi bila hal-hal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan ibadah yang sejatinya hal itu memang ibadah. Karena menurut penulis sendiri, ibadah itu terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah ibadah yang sejatinya ibadah. Yang kedua adalah ibadah yang sejatinya bukan ibadah dan yang kedua inilah yang jumlah variannya lebih banyak dari yang pertama. Mulai dari yang berat seperti bekerja sampai kepada yang  ringan seperti tidur. Tapi tentu kedua hal tersebut dengan garis bawah yang cukup tebal.bekerja dengan niatan menafkahi. Tidur dengan niatan membahagiakan istri. Ah, Istri!. Maaf! Jiwa kadal penulis kadang meronta-ronta memang.

Sebetulnya, ada banyak lagi contoh yang dengan sengaja penulis tidak menyebutkannya. Hal ini penulis lakukan agar selain menghemat daya otak penulis, juga menghemat konsumsi tinta printer publikasi.

Sebagai penutup, penulis ingin mengucapkan kepada semua, baik yang sudah baru atau yang baru lama, khususnya lagi teruntuk kamu. Iya, kamu. Eh, maaf! Barusan, Penulis keceplosan. Ulang.

Sebagai penutup, penulis ingin mengucapkan selamat menjalankan ibadah rindu 15 syawal 1442 hijriah. Semoga amal ibadah yang kita lakukan dapat diterima disisinya.

Demikian, sekian, terima kasih[]