Senin, 01 Februari 2021

TAK THOK NOW (editorial)

 


TAK THOK NOW

oleh: kang bashir

tak thok now, kalimat sederhana tapi penuh makna. Sekelumit kalimat yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan ini mengundang sejuta tanda tanya, khususnya di kalangan senior. Jika ditelusuri lebih dalam lagi, banyak sekali spekulasi yang dapat diraba, tapi kebenaran hanya ada pada si pengucap, ke arah mana kalimat ini ia tujukan.

Kalimat yang berasal dari bahasa Jawa ini jika ditilik secara filosofis menggambarkan suatu gejolak bathiniyah yang disebabkan oleh suatu kejadian tertentu yang sedang dialami, sehingga membuatnya tak kuat mengontrol diri, yang kemudian secara spontanitas terluapkan melalui anggota dhohiriyah, dalam kasus ini yaitu lisan. Ini merupakan hal yang wajar karena psikologi seseorang itu bisa terpengaruhi oleh factor luar. Sehingga terkadang bisa diketahui kondisi hatinya, sedang senang atau tidak.

Namun tak penting untuk mengetahui apa maksud dari kalimat itu, siapa yang mengucapkannya, dan untuk siapa kalimat itu ditujukan, yang terpenting adalah makna dibaliknya. Sebagaimana dijelaskan diatas. Karena sebenarnya kalimat ini-menurut fakta yang beredar merupakan ekspresi dari kegeraman hati seseorang terhadap suatu kejadian yang tak sesuai dengan yang dikehendaki. Cocok sekali jika diibaratkan dengan apa yang sedang dirasakan oleh kalangan senior saat ini. dan mungkin juga kalimat ini bisa menggambarkan unek-unek yang sudah lama dipendam. sehingga membuat rasa geram ini semakin memuncak.

Geram akan apa? mungkin pertanyaan ini akan muncul tiba-tiba dalam kepala. Geram akan kelakuan sebagian kalangan junior jawabannya. Ya, siapa yang tak geram dan risih dengan ulah-ulah mereka yang berseberangan dengan tata tertib pesantren. Tak hanya sekali-dua-kali mereka diperingatkan. Bahkan berkali-kali dipanggil dan disanksi. Namun tetap saja. Jika demikian apa yang harus dilakukan?. Ya, mungkin perlu ketegasan yang tak memihak. Semua elemen harus padu dalam memberikan suatu keputusan, sehingga tidak saling tumpang tindih. Karena ini tata tertib, yang sedari dulu memang sudah ditegakkan, sehingga tak ada yang berani main-main dengan peraturan.

Dalam lingkungan pesantren undang-undang ataupun tata tertib sudah menjadi hal yang wajib untuk dipatuhi. tidak ada toleransi. setiap pesantrenpun berbeda-beda dalam menentukan aturannya, sesuai dengan kebijakan masing-masing yang telah disetujui oleh muassis (pendiri) pesantren. dan ini bukanlah hal yang serampangan, karena para muassis  itu penuh perhitungan dan pertimbangan dalam mengambil suatu kebijakan. bahkan tak jarang, terkadang melalui proses spiritual yang tak semua orang bisa melakukannya. sehingga tak heran jika santri mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh muassis sebagai tata tertib pesantren, akan membuahkan suatu keberkahan tersendiri yang tak bisa diduga-duga.

Nah sekarang, tugas seorang santri adalah bagaimana caranya agar ia tetap bisa menjaga dirinya untuk tidak melanggar tata tertib pesantren yang telah dibuat. karena pada dasarnya semenjak pertama kali ia menginjakkan kakinya di pesantren berarti ia telah mengikrarkan diri untuk ikut dan tunduk pada semua kebijakan pesantren. sehingga tidak ada alasan untuk membrontak ataupun bertindak semaunya. semisal undang-undang pesantren yang melarang semua santri untuk tidak keluar dari area pesantren pada jam tertentu, atau larangan untuk menginap di luar pesantren. maka bukanlah seorang santri yang patut dicontoh jika ia tidak kembali kepesantren sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, apalagi sampai menginap diluar pesantren bahkan tidak pulang sampai berhari-hari tanpa izin. sebanyak apapun kegiatan seorang santri dan sepenting apapun urusan mereka diluar area pesantren, selama ia masih berstatus sebagai santri aktif dipesantren, maka tidak bisa menjadikan hal itu sebagai alasan untuk melanggar peraturan pesantren, apalagi sampai menentangnya.

Tidak ada tawar menawar untuk peraturan pesantren. agar keseimbangannya tetap terjaga. santri yang semacam itu perlu menyadarkan diri bahwa pesantren bukan tempat yang bisa keluar masuk se-enaknya sendiri. bak kos-kosan yang bebas mau pulang-pergi kapan saja. semua ada tatanannya. jika ingin bebas berkeliaran semaunya, dan fokus dengan kegiatannya diluar pesantren, maka hanya ada satu pilihan. keluar dari pesantren dengan cara terhormat yaitu sowan pada kyai. sampaikan apa adanya kepada beliau sesuai kenyataan yang terjadi. jika kyai mengizinkan, silahkan lakukan hal yang dianggapnya itu penting dengan penuh tanggung jawab dan kedewasaan. tapi jika tidak, maka ikutilah apa yang di-dawuh-kan oleh kyai. tak usah mencari berbagai alasan untuk membela diri. karena pasti ada kebaikan dibaliknya yang tak kita ketahui.

Semua santri mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing terhadap pesantren. dan itu harus dipenuhi. begitupun yang telah dilakukan oleh pesantren. semua telah disediakan. mulai dari kebutuhan jasmani (semisal makan, mandi, minum, kamar dan yang lainnya) hingga kebutuhan ruhaniyah pun tak kurang-kurang diberikan oleh pesantren. bagaimana dengan santri saat ini ? apakah mereka sudah memenuhi haknya kepada pesantren ?. mungkin tidak semua. kebanyakan mereka hanya mengeluhkan apa yang telah disediakan pesantren, sampai mereka lupa untuk menanyakan pada diri sendiri, apa yang telah mereka berikan kepada pesantren, apakah mereka sudah melaksanakan kewajiban pesantren?. ini perlu disadari dan direnungkan oleh setiap santri, agar tidak hanya memikirkan-sesuatu yang mereka anggap sebagai-kekurangan pesantren, tapi juga merenungkan kekurangannya sendiri terhadap pesantren, terlebih turut membantu menjaga sendi-sendi kehidupan pesantren dan harapan para masyayikh terhadap pesantren. sehingga tidak mudah menyalahkan setiap kebijakan dan tindakan pesantren. bertindaklah selayaknya santri, yang selalu menjaga etika kesantriannya. bukan hanya penampilannya saja ala santri tapi perilakunya tidak menunjukkan nilai kesantrian sama sekali.

“Tumbuhkanlah mahabbah sebesar mungkin pada pesantren dan turut andillah didalamnya. insya’allah sendi-sendi pesantren menjadi berkesan dihati dan senantiasa menjelma didalam kerinduannya”. begitulah kira-kira ungkap Gus Shofi Mustajibullah dalam postingan di akun facebooknya.

Previous Post
Next Post

0 comments: