Selasa, 27 Februari 2024

Pemikiran Syekh Al-Banjari tentang Manusia: Konsep Tauhid dan Perkembangan Spiritual

PPRU 1 Sosok | Dalam artikel ini, akan dibahas secara mendalam pemikiran Sheikh Muhammad Arsyad Al-Banjari mengenai hakikat manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Sheikh Arsyad, seorang ulama terkemuka yang berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara, menyampaikan pandangannya yang mendalam tentang tasawuf (Sufisme), yang tetap mempengaruhi pemikiran Islam hingga saat ini.

Menurut artikel ini, Sheikh Arsyad meyakini bahwa segala sesuatu di alam semesta berasal dari Nur Muhammad (Cahaya Muhammad). Meskipun konsep ini tidak dijelaskan secara rinci dalam kitabnya "Kanzu Al-Ma'rifah," namun menunjukkan bahwa dia dipengaruhi oleh konsep-konsep filsafat Sufi dan pemikiran filsafat Muslim seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina.

Sheikh Arsyad melihat eksistensi manusia sebagai sesuatu yang sementara (majazi), sementara menekankan realitas hakiki Tuhan. Dia berpendapat bahwa mencapai kesempurnaan sebagai manusia memerlukan keyakinan kuat akan keesaan Tuhan (tauheed) dan mencapai keadaan lenyapnya ego (fana) di mana seseorang benar-benar melebur dalam keberadaan Ilahi.

Artikel ini juga membagi manusia menjadi tiga kelompok berdasarkan perkembangan spiritual mereka: biasa (awam), istimewa (khawas), dan istimewa sekali (khawas al-khawas). Keadaan tertinggi, khawas al-khawas, dikatakan hanya dicapai oleh para nabi, di mana mereka sepenuhnya tenggelam dalam keilahian.

Ajaran Sheikh Arsyad menekankan pentingnya pengetahuan tentang baik Syariah (hukum Islam) maupun Haqiqah (realitas batiniah) dalam membangun hubungan yang erat antara manusia dan Tuhan.

Secara keseluruhan, artikel ini memberikan wawasan tentang pandangan filsafat dan spiritual Sheikh Arsyad tentang hakikat manusia dan jalan menuju kesempurnaan spiritual. Dengan memahami konsep-konsep ini, kita dapat memperkaya pemahaman kita tentang hubungan manusia dengan Tuhan serta perjalanan spiritual yang berkelanjutan.

Senin, 26 Februari 2024

Mitos Kemunduran Dunia Intelektual Islam: Kritik terhadap Narasi yang Tergugat

PPRU 1 Sejarah | Sejarah selalu dipengaruhi oleh perspektif penulisnya, seperti yang diungkapkan oleh sejarawan Prancis, Jacques Le Goff. Begitu pula dalam sejarah Islam, di mana pengaruh Barat cenderung menciptakan narasi kemunduran dalam dunia intelektual Islam. Namun, kritik terhadap narasi ini semakin berkembang, terutama melalui karya Recep Senturk yang mengajukan paradigma baru tentang kemunduran.

Senturk menantang klaim tentang kemunduran peradaban Islam, khususnya dalam bidang intelektual. Dia membawa fakta bahwa pasca al-Ghazali, masih banyak manuskrip yang belum diteliti, menunjukkan keberlanjutan kegiatan intelektual dalam dunia Islam. Marshall G.S Hodgson bahkan menyatakan bahwa abad ke-16 adalah puncak dominasi umat Islam, bukan masa kemunduran.

Kritik terhadap narasi kemunduran semakin diperkuat dengan penelitian Khaled el-Rouayheb, yang menunjukkan bahwa abad ke-17 bukanlah masa kemunduran, melainkan periode intelektual yang produktif. Begitu pula dengan Ahmad Dallal, yang menempatkan awal kemunduran lebih ke belakang, bahkan sebelum pengaruh kolonialisme Eropa.

Dari penelitian ini, kita belajar bahwa narasi kemunduran seringkali tidak mewakili kebenaran sejarah. Membaca ulang fakta-fakta tersebut mengundang kita untuk melihat sejarah Islam dengan sudut pandang yang lebih luas dan mempertanyakan klaim-kalaim yang dibuat dari waktu ke waktu. Sejarah tidak selalu hitam atau putih, dan kritik terhadap narasi kemunduran membantu kita memahami keragaman dan kompleksitasnya.

Artikel ini menawarkan perspektif baru tentang sejarah intelektual Islam, menantang pandangan yang dominan selama ini. Dengan kata kunci yang relevan, artikel ini diharapkan dapat menarik perhatian pembaca yang ingin memahami lebih dalam tentang kompleksitas sejarah Islam dan kritik terhadap narasi kemunduran yang seringkali dianggap sebagai kebenaran mutlak.

Minggu, 25 Februari 2024

Tentang Kalender Hijriah: Sejarah, Pengembangan, dan Pengaruhnya di Indonesia

PPRU 1 Hikmah | Dalam perjalanan sejarah Islam, Kalender Hijriah telah memegang peran penting sebagai penanda waktu yang tidak hanya administratif tetapi juga religius bagi umat Muslim. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai asal-usul, perkembangan, serta dampak kalender ini, khususnya di Indonesia, lengkap dengan kata kunci yang relevan untuk memperkuat keterbacaan di platform blogger.

Asal-Usul Kalender Hijriah: Membongkar Sejarahnya

Kita akan membahas secara detail sejarah munculnya Kalender Hijriah, termasuk kebijakan Khalifah Umar bin Khattab yang responsif terhadap kebutuhan administratif pada masanya. Dengan fokus pada kurangnya penanggalan yang jelas pada surat-surat penting kekhalifahan, kita akan menelusuri langkah-langkah pemecahan masalah yang diambil oleh para pemimpin Muslim.

Pengembangan Kalender Hijriah: Rotasi Bulan dan Nama-Nama Bulan

Pengertian yang mendalam mengenai sistem penghitungan waktu berdasarkan rotasi bulan dalam Kalender Hijriah akan diuraikan. Kami akan memberikan detail mengenai nama-nama bulan dalam kalender ini, serta pentingnya bulan Muharam sebagai titik awal peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW.

Pengaruh Kalender Hijriah di Indonesia: Asimilasi Budaya dan Perubahan Sosial

Pengenalan Kalender Hijriah di Indonesia akan menjadi fokus utama, terutama dalam konteks datangnya agama Islam ke tanah Jawa. Kami akan mengulas bagaimana Sultan Agung mengakulturasi penanggalan Saka dengan Kalender Hijriah untuk mengikis sentimen antara kubu Keraton dan Islam. Ini juga termasuk interpretasi beragam mengenai motif di balik perubahan kalender oleh Sultan Agung, menyoroti keragaman pemahaman sejarah dalam kajian akademis.

Dengan menggali sejarah, pengembangan, dan pengaruh Kalender Hijriah, artikel ini akan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya kalender ini bagi umat Muslim, terutama di Indonesia. Dengan kata kunci yang tepat, diharapkan artikel ini dapat menjadi sumber informasi yang berharga di platform blogger, meningkatkan keterbacaan dan keterpahaman pembaca tentang topik yang relevan ini.

Sabtu, 24 Februari 2024

Nisfu Syaban: Pengertian, Sejarah, Dalil, dan Keutamaannya yang Mencerahkan

PPRU 1 Hikmah | Nisfu Syaban, atau yang dikenal sebagai malam Nisfu Syaban, merupakan salah satu momen penting dalam kalender Islam. Pada malam ini, umat Muslim memperoleh kesempatan luar biasa untuk mendapatkan keberkahan dan ampunan dari Allah SWT. Tetapi apa sebenarnya Nisfu Syaban?

Pengertian Nisfu Syaban

Secara etimologis, Nisfu Syaban terdiri dari dua kata, yaitu "nisfu" yang berarti setengah, dan "Syaban" yang merupakan nama bulan dalam penanggalan Islam. Jadi, Nisfu Syaban secara harfiah berarti pertengahan bulan Syaban. Ini adalah malam yang jatuh pada tanggal 15 bulan Syaban, di mana umat Islam percaya bahwa Allah SWT membuka 300 pintu rahmat dan ampunan.

Sejarah Nisfu Syaban

Amalan Nisfu Syaban pertama kali dilakukan oleh para Tabi'in di Syam, seperti Luqman bin Amir dan Makhul. Meskipun demikian, para Sahabat Nabi Muhammad SAW telah mengetahui keutamaan malam Nisfu Syaban. Dalam riwayat, mereka memiliki rencana untuk melaksanakan amalan pada malam tersebut, meskipun kewajiban jihad memprioritaskan tugas mereka.

Dalil tentang Nisfu Syaban

Ada beberapa hadis yang menjelaskan keutamaan Nisfu Syaban. Hadis-hadis ini mencatat bahwa Allah SWT mengampuni dosa umat-Nya pada malam tersebut, kecuali bagi mereka yang melakukan perbuatan tertentu. Hal ini memberikan peluang besar bagi umat Islam untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah SWT.

Keutamaan Malam Nisfu Syaban

  1. Penentuan Ajal Manusia: Pada malam Nisfu Syaban, catatan kelahiran dan kematian setiap manusia ditetapkan.
  2. Laporan Amal Manusia: Malaikat pencatat amal, Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT pada malam tersebut.
  3. Malam Penuh Ampunan: Allah SWT memberikan ampunan kepada semua makhluk-Nya kecuali orang kafir.

Dengan memahami pengertian, sejarah, dalil, dan keutamaan Nisfu Syaban, umat Islam dapat memanfaatkan malam tersebut untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda dan membawa berkah dalam menjalani ibadah sehari-hari.

Malam Nisfu Syaban: Arti, Waktu, Keutamaan, dan Amalannya

PPRU 1 Hikmah | Malam Nisfu Syaban, yang juga dikenal sebagai malam pertengahan bulan Syaban, adalah momen istimewa bagi umat Islam di mana Allah SWT memberikan ampunan dan berkah yang besar. Di bawah ini adalah penjelasan lengkap tentang malam Nisfu Syaban:

Apa Itu Malam Nisfu Syaban?

Malam Nisfu Syaban adalah malam yang dipenuhi dengan berkah dan ampunan dari Allah SWT. Pada malam ini, Allah SWT mengampuni dosa-dosa hamba-Nya kecuali dosa musyrik dan munafik yang menjadi sebab perpecahan. Rasulullah SAW bersabda: "Allah SWT melihat kepada semua makhluk-Nya pada malam pertengahan bulan Syaban, maka Dia memberi ampunan pada semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan (dengan saudaranya)."

Waktu Malam Nisfu Syaban

Malam Nisfu Syaban jatuh pada pertengahan bulan Syaban, tepatnya pada tanggal 15 Syaban dalam penanggalan Hijriyah. Pada tahun ini, malam Nisfu Syaban jatuh pada Sabtu, 24 Februari 2024 malam hingga Minggu, 25 Februari 2024.

Keutamaan Malam Nisfu Syaban

Malam Nisfu Syaban merupakan malam yang istimewa di mana dosa-dosa orang mukmin diampuni. Allah SWT turun ke bumi pada malam ini dan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Rasulullah SAW bersabda: "Allah turun ke bumi pada malam Nisfu Syaban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian."

Amalan yang Dianjurkan pada Malam Nisfu Syaban

  1. Memperbanyak Doa: Malam Nisfu Syaban adalah waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa. Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT turun ke bumi pada malam ini dan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya.
  2. Membaca Dua Kalimat Syahadat: Membaca dua kalimat syahadat adalah amalan yang sangat baik dilakukan pada malam Nisfu Syaban. Hal ini dapat memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.
  3. Memperbanyak Istighfar: Istighfar atau meminta ampunan adalah amalan yang sangat dianjurkan pada malam Nisfu Syaban. Dengan memohon ampunan, kita bisa membersihkan diri dari dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Malam Nisfu Syaban adalah kesempatan emas bagi umat Islam untuk mendapatkan ampunan dan berkah dari Allah SWT. Mari manfaatkan malam ini dengan memperbanyak ibadah dan amalan-amalan yang dianjurkan.

3 Amalan Nisfu Syaban yang Bisa Dilakukan Wanita Haid: Pahalanya Besar

PPRU 1 Fiqh | Bulan Syaban, saat Allah SWT membuka pintu rahmat dan ampunan, menjadi momen penting bagi umat Islam. Meskipun wanita dalam kondisi haid dilarang melakukan shalat dan puasa sunnah, ada beberapa amalan yang tetap bisa dilakukan dengan pahala besar:

  1. Memperbanyak Membaca Doa: Momen Nisfu Syaban adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak doa. Allah SWT membuka pintu rahmat-Nya, sehingga doa-doa umat Islam akan lebih dimakbulkan. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk memohon ampunan dan berkah.
  2. Memperbanyak Dzikir dan Istighfar: Dzikir dan istighfar merupakan amalan yang sangat dianjurkan pada malam Nisfu Syaban. Dengan mengingat Allah SWT dan memohon ampunan-Nya, kita bisa mendapatkan berkah yang besar pada malam istimewa ini.
  3. Melantunkan Dua Kalimat Syahadat: Mengucapkan dua kalimat syahadat merupakan amalan yang bisa dilakukan setiap saat, termasuk pada malam Nisfu Syaban. Ini adalah cara yang baik untuk memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Meskipun tidak diperbolehkan melakukan shalat dan puasa sunnah, wanita haid tetap bisa mendapatkan pahala besar dengan melakukan amalan-amalan di atas pada malam Nisfu Syaban.

Semoga dengan melaksanakan amalan-amalan tersebut, kita semua bisa meraih berkah dan ampunan dari Allah SWT. Aamiin.

Tata Cara Baca Surat Yasin di Malam Nisfu Syaban dan Niatnya: Panduan Ibadah Islami

PPRU 1 Fiqh | Malam Nisfu Syaban, yang jatuh pada tanggal 24 Februari 2024, merupakan momen istimewa bagi umat Islam. Pada malam ini, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, termasuk membaca surat Yasin. Berikut adalah panduan lengkap tentang tata cara membaca surat Yasin 3 kali di malam Nisfu Syaban beserta niatnya:

  1. Waktu yang Tepat untuk Membaca Surat Yasin. Malam Nisfu Syaban adalah waktu yang ideal untuk membaca surat Yasin, terutama setelah salat Magrib atau menjelang salat Isya.
  2. Pembacaan Surat Yasin. Baca surat Yasin sebanyak tiga kali dengan khidmat. Surat ini mengandung 83 ayat yang penuh makna dan keberkahan.
  3. Niat Pertama: Meminta Panjang Umur. Saat membaca surat Yasin pertama kali, niatkan untuk meminta panjang umur agar selalu dapat menjalani hidup dengan bertakwa kepada Allah SWT.
  4. Niat Kedua: Memohon Rezeki yang Berlimpah. Pada pembacaan kedua, niatkan untuk memohon rasa syukur dan rezeki yang berlimpah serta halal dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Niat Ketiga: Memohon Keteguhan Iman. Di pembacaan terakhir, niatkan untuk memohon keteguhan iman kepada Allah SWT agar selalu teguh dalam menjalani setiap ujian hidup.
  6. Doa Penutup. Setelah membaca surat Yasin sebanyak tiga kali, panjatkanlah doa penutup agar Allah mengabulkan setiap permohonan dengan kemuliaan Rasulullah SAW.

Malam Nisfu Syaban adalah kesempatan langka bagi umat Islam untuk mendapatkan ampunan dan berkah dari Allah SWT. Dengan mengikuti tata cara ini, semoga kita semua dapat meraih keberkahan dan ampunan pada malam yang istimewa ini.

 

Amalan Malam Nisfu Syaban: Buya Yahya Ungkapkan Cara Mendapatkan Berkah pada 24 Februari

PPRU 1 Fiqh | Malam Nisfu Syaban 1445 hijriah adalah saat yang istimewa bagi umat Islam. Jatuh pada 24 Februari 2024, malam ini dipenuhi dengan berkah dan pengampunan. Buya Yahya Al Bahjah, seorang pendakwah yang dihormati, telah mengungkapkan serangkaian amalan penting yang dapat dilakukan untuk meraih keberkahan pada malam yang mulia ini.

Malam Nisfu Syaban, menurut ajaran Islam, merupakan waktu di mana 300 pintu rahmat dan ampunan dibuka oleh Allah SWT untuk umat manusia. Hal ini disampaikan dalam hadis Abu Hurairah RA, di mana Rasulullah SAW menerima wahyu bahwa pada malam ini, pintu-pintu langit dibuka, dan umat Muslim dianjurkan untuk bangun, sholat, berdoa, serta memohon ampunan kepada Allah SWT.

Namun, dalam amalan-amalan yang dianjurkan pada malam Nisfu Syaban, terdapat penekanan bahwa ampunan Allah tidaklah mencakup semua orang. Menurut Buya Yahya, ada beberapa kelompok orang yang dosanya tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Diantaranya adalah ahli sihir, tukang ramal, orang yang suka bermusuhan, orang yang suka mengadu domba, pemabuk, orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, dan orang yang memutuskan silaturahim.

Maka dari itu, pada malam Nisfu Syaban, umat Muslim diajak untuk melakukan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon ampunan-Nya. Dengan memahami makna dan keistimewaan malam Nisfu Syaban, umat Islam dapat memperoleh berkah dan pengampunan yang melimpah pada malam yang berharga ini.

Dengan melakukan amalan-amalan yang dianjurkan pada malam Nisfu Syaban sesuai dengan petunjuk Buya Yahya, umat Islam dapat memperoleh keberkahan dan ampunan dari Allah SWT. Semoga malam Nisfu Syaban menjadi saat yang penuh berkah bagi seluruh umat Islam yang menjalankan amalan-amalan sunnah pada malam yang mulia ini.

Selasa, 20 Februari 2024

Kepemimpinan Moral Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah

PPRU 1 Hikmah | Artikel ini membahas tentang kepemimpinan moral Rasulullah Muhammad saw dalam menghadapi peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Peristiwa ini merupakan bagian dari sejarah kehidupan Rasulullah dan menunjukkan sikap beliau yang penuh dengan kedamaian, kebijaksanaan, dan ketaatan kepada perjanjian.

Latar Belakang Peristiwa Hudaibiyah

Rasulullah Muhammad saw memiliki rencana untuk melakukan ibadah haji ke Makkah, tetapi tanpa membawa senjata sebagai tanda damai. Meskipun sebagian pengikutnya merasa cemas mengingat konflik antara penduduk Madinah dan Makkah, Rasulullah tetap teguh dengan niatan baiknya.

Tidak Membawa Senjata

Rasulullah menolak membawa senjata dalam perjalanan haji, walaupun ada kekhawatiran dan ketakutan di antara para sahabat. Baginya, niat ibadah haji harus murni tanpa ada rencana untuk menaklukkan Makkah atau memulai ekspedisi militer.

Sikap Damai dan Rendah Hati

Perjalanan Rasulullah ke Makkah tanpa senjata sebagai tanda damai menunjukkan sikap damai dan rendah hati. Meskipun beberapa sahabat mungkin menentang keputusan ini, Rasulullah tetap teguh dan menunjukkan sikap rendah hati dalam menjalani perintah Allah.

Perlawanan dari Kaum Quraisy

Kaum Quraisy merespons perjalanan Rasulullah dengan mengutus pasukan untuk menghadang mereka. Khalid bin Walid dan pasukannya bersiap untuk menyerang kelompok tak bersenjata tersebut.

Tanda Damai dari Unta Qaswa

Saat tiba di Hudaibiyah, unta Qaswa yang dikendarai Rasulullah menolak untuk bergerak. Rasulullah mengartikan hal ini sebagai tanda untuk kembali tanpa berperang. Meskipun sahabat meneriaki unta agar bergerak, Rasulullah menegaskan bahwa perjalanan ini dilakukan dengan semangat damai.

Perundingan dan Perjanjian Hudaibiyah

Rasulullah menegaskan bahwa dalam perundingan dengan Quraisy, ia akan menyetujui apa pun yang diminta oleh mereka. Kesepakatan Hudaibiyah akhirnya tercapai, meskipun dinilai merugikan oleh beberapa sahabat. Rasulullah menunjukkan sikap rendah hati dan kesediaan untuk memenuhi permintaan Quraisy, sekaligus menjaga perdamaian.

Pemilihan Utsman bin Affan

Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk melobi petinggi Quraisy agar memperbolehkan masuk Kota Haram. Meskipun upayanya bertepuk sebelah tangan dan tersebar kabar bahwa Utsman dibunuh, Rasulullah tetap teguh dan mengambil sumpah setia para pengikutnya.

Menghapus dan Mengganti Frasa

Selama perundingan, Suhail bin Amr mencoba mengubah beberapa frasa dalam perjanjian, seperti mengganti gelar "Muhammad Rasulullah" menjadi "Muhammad bin Abdullah." Rasulullah menunjukkan kesabaran dan kemudahan dalam menghadapi permintaan tersebut.

Keberangkatan ke Makkah Tahun Berikutnya

Perjanjian Hudaibiyah menyatakan bahwa Rasulullah dan sahabatnya tidak diizinkan masuk Makkah pada tahun tersebut, tetapi baru boleh pada tahun berikutnya. Saat tiba di Makkah tahun berikutnya, Rasulullah dan pengikutnya menjalankan ibadah dengan tenang tanpa menunjukkan sikap berlebihan.

Perjanjian Hudaibiyah menunjukkan kepemimpinan moral Rasulullah yang mencintai kedamaian, memegang teguh perjanjian, tidak mengingkari kesepakatan, dan sikap rendah hati dalam menghadapi segala rintangan. Artinya, Rasulullah memilih jalur damai demi kepentingan umat Islam. Keputusan dan sikap beliau dalam peristiwa ini memberikan pelajaran tentang pentingnya kesabaran, rendah hati, dan ketaatan kepada nilai-nilai Islam.