Sabtu, 26 Oktober 2024

Syekh Ahmad At-Tijani: Pendiri Tarekat yang Mendapat Ijazah dari Rasulullah

Ilustrasi Syekh Ahmad At-Tijani

PPRU 1
| Tarekat Tijaniyyah merupakan salah satu tarekat mu‘tabarah yang memiliki banyak pengikut di Indonesia. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah pendirinya, Syekh Ahmad At-Tijani, yang diyakini mendapatkan ijazah langsung dari Rasulullah SAW. Meskipun ada pro-kontra terkait hal ini, tarekat ini tetap menjadi bagian penting dalam perjalanan spiritual banyak Muslim di Indonesia dan dunia. Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang biografi Syekh Ahmad At-Tijani, perjalanannya dalam memperoleh ijazah dari Rasulullah, serta kontribusinya dalam dunia tasawuf.

Biografi Syekh Ahmad At-Tijani

Syekh Ahmad At-Tijani lahir di Ain Madhi, Aljazair pada tahun 1737 M atau 1150 H. Beliau adalah keturunan langsung dari Rasulullah melalui jalur Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, yang memberikan silsilah agung kepada beliau. Keluarga Syekh Ahmad At-Tijani dikenal sebagai keluarga agamawan, yang berperan besar dalam membentuk karakternya sebagai seorang ulama besar.

Sejak kecil, Syekh Ahmad At-Tijani menunjukkan kecerdasan luar biasa. Pada usia 7 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur’an di bawah bimbingan Syekh Muhammad Hamawi. Keistimewaan spiritualnya terus tumbuh, terutama setelah beliau mendalami berbagai ilmu agama seperti Hadits, Tafsir, Fiqih, dan Tasawuf.

Perjalanan Spiritual dan Pertemuan dengan Rasulullah

Syekh Ahmad At-Tijani menjalani perjalanan panjang dalam mencari ilmu. Beliau pernah berguru kepada banyak ulama besar, termasuk Syekh Abil Abbas Ahmad At-Thawasy dan Syekh Mahmud Al-Kurdy. Salah satu momen penting dalam hidupnya adalah ketika beliau menjalankan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah di Madinah. Dalam perjalanan spiritualnya, Syekh Ahmad At-Tijani mengalami futuh (pembukaan spiritual), yang membuatnya memiliki tingkat spiritualitas yang luar biasa.

Salah satu peristiwa yang paling kontroversial namun diakui oleh para pengikutnya adalah pertemuan langsung Syekh Ahmad At-Tijani dengan Rasulullah. Pada kesempatan ini, Rasulullah memberikan ijazah wirid dan memerintahkan beliau untuk menyebarkan amalan tarekat kepada para pengikutnya. Di antara amalan yang diberikan adalahbacaan istighfar dan shalawat yang menjadi ciri khas dari Tarekat Tijaniyyah.

Kontroversi dan Gelar Khâtimul Auliya

Salah satu gelar yang diberikan kepada Syekh Ahmad At-Tijani adalah Khâtimul Auliya atau penutup para wali. Gelar ini sempat memicu kontroversi karena dikhawatirkan akan mengesankan bahwa setelah beliau, tidak ada lagi wali Allah. Namun, menurut para ahli tarekat, seperti yang dijelaskan dalam disertasi Saepudin (2018), makna gelar tersebut bukan berarti tidak ada lagi wali, melainkan tidak ada wali yang mencapai maqam spiritual setinggi beliau setelah masa sahabat Nabi. 

Gelar Khâtimul Auliya menjelaskan bahwa Syekh Ahmad At-Tijani memiliki maqam yang sejajar dengan para sahabat Nabi, karena ajaran-ajarannya diawasi langsung oleh Rasulullah.

Hikmah dan Pengaruh Tarekat Tijaniyyah

Tarekat Tijaniyyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad At-Tijani telah menyebar luas dan memengaruhi banyak orang, termasuk para pengikut di Indonesia. Tarekat ini menekankan pengamalan zikir, shalawat, dan istighfar sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kitab Faidhur Rabbânî karya Syekh Muhammad Yusuf, ulama Tijaniyyah asal Surabaya, menjadi salah satu rujukan utama dalam mempelajari tarekat ini.

Meskipun Tarekat Tijaniyyah pernah menghadapi pro-kontra, keberadaannya tetap diakui sebagai salah satu tarekat besar yang mendukung perdamaian, kesederhanaan, dan kedekatan dengan Allah SWT.

Kamis, 17 Oktober 2024

Kisah Inspiratif Syiblul Madari: Ahli Ibadah dan Daging yang Dicuri Burung

Ilustrasi Burung Pencuri Daging Syiblul Madari

PPRU 1
| Ketika kita berbicara tentang kisah inspiratif dari sosok-sosok ahli ibadah dalam Islam, banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil. Salah satu kisah yang sangat menarik adalah tentang Syiblul Madari, seorang ahli ibadah yang dikenal atas kesalehan dan kedekatannya kepada Allah. Kisah ini menceritakan tentang bagaimana daging yang dibeli oleh Syibl dicuri oleh seekor burung, dan bagaimana ia meresponnya dengan luar biasa penuh kesabaran dan rasa syukur.

Siapa Syiblul Madari? Ahli Ibadah yang Rendah Hati

Syiblul Madari adalah salah satu sosok yang termasuk dalam golongan an-Nussâk wal-‘ubbâd (orang-orang saleh dan ahli ibadah) yang namanya disebut dalam kitab Hilyatul Auliyâ’ karya Imam Abu Na’im al-Asfahani. Syibl dikenal sebagai ahli ibadah yang sangat bersahaja dan memiliki sikap yang patut dicontoh. Walau kehidupan sehari-harinya penuh dengan amalan dan ibadah, Syibl juga tetap menjalani kehidupan seperti manusia biasa, termasuk dalam keinginannya menikmati makanan sederhana seperti daging.

Kisah Daging yang Dicuri Burung: Cobaan yang Mengajarkan Kesabaran

Suatu hari, Syibl membeli daging dan hendak membawanya pulang. Namun, dalam perjalanan pulang, tiba-tiba seekor burung datang dan mencuri daging tersebut. Tentu saja, insiden ini mengejutkan Syibl. Namun, ia tidak marah atau mengutuk burung itu. Sebaliknya, Syibl memutuskan untuk kembali ke masjid dan berpuasa sebagai bentuk ibadah. Inilah salah satu pelajaran dari kisah Syiblul Madari yang bisa menjadi inspirasi bagi kita semua tentang kesabaran dan penerimaan dalam menghadapi musibah.

Keajaiban di Balik Musibah: Daging Kembali di Hadapan Keluarga

Di tempat lain, burung yang mencuri daging milik Syibl ternyata terlibat perkelahian dengan burung lain, yang menyebabkan daging itu terlepas dan jatuh tepat di depan rumah Syibl. Istrinya, yang tidak tahu asal-usul daging tersebut, lalu memasaknya. Ketika Syibl pulang untuk berbuka puasa, istrinya menyuguhkan daging itu. Betapa terkejutnya Syibl saat mengetahui bahwa daging yang ia beli dan hilang kembali kepadanya dengan cara yang tak disangka-sangka. Kejadian ini membuat Syibl semakin bersyukur dan merasa bahwa Allah tidak pernah melupakannya.

Pelajaran dari Kisah Syiblul Madari: Kesabaran, Syukur, dan Tawakal

Kisah ini mengajarkan bahwa dalam hidup, kesabaran adalah kunci utama dalam menghadapi segala ujian. Syibl mengajarkan kita bahwa setiap musibah bisa diubah menjadi ibadah jika kita menerima dan meresponnya dengan rasa syukur. Syibl juga menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah bagian dari kehendak Allah, dan dengan demikian ia memilih untuk tidak marah atau mengeluh.

Kisah Syiblul Madari dan daging yang dicuri burung adalah inspirasi yang memperlihatkan bahwa sukur adalah tidak bermaksiat dengan menggunakan nikmat Allah. Dalam Islam, syukur adalah sikap rendah hati, menerima dan menjalani takdir Allah dengan penuh kesadaran dan tawakal. Syiblul Madari juga mencontohkan bagaimana tawakal atau berserah diri kepada Allah adalah bentuk aktual dari keimanan yang teguh.

Inspirasi Kisah Syiblul Madari untuk Pembaca: Menjadikan Musibah Sebagai Jalan Ibadah

Kisah inspiratif ini sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan memahami sikap Syibl dalam menghadapi cobaan, kita dapat belajar bahwa kesabaran dan syukur mampu mengubah musibah menjadi nikmat. Bagaimana kita memilih untuk merespon kejadian dalam hidup, termasuk dalam menghadapi kehilangan, adalah pilihan kita. Dengan menjadikan ibadah sebagai landasan, kita bisa lebih kuat dan tenang dalam menghadapi segala ujian kehidupan.

Semoga kisah ini menjadi inspirasi untuk kita semua dalam menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan penuh kesadaran. Jangan lupa bagikan kisah ini kepada teman-teman dan keluarga agar kita semua dapat belajar dari teladan Syiblul Madari, ahli ibadah yang selalu bersyukur.

Rabu, 07 Februari 2024

Proses Musyawarah dalam Pemilihan Khalifah Memahami Kedewasaan Musyawarah dalam Sejarah Islam

PPRU 1 Hikmah | Dalam memahami sejarah kepemimpinan Islam, salah satu peristiwa penting yang memunculkan konsep musyawarah adalah pemilihan Khalifah pasca wafatnya Nabi Muhammad. Artikel ini akan membahas dengan mendalam proses musyawarah tersebut, khususnya fokus pada peran Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pemimpin yang dipilih secara damai. Selain itu, artikel ini juga akan membahas konsep musyawarah dalam Islam dan relevansinya untuk umat modern.

Proses Musyawarah dalam Pemilihan Khalifah

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, umat Islam dihadapkan pada tugas menentukan pemimpin baru. Prinsip musyawarah dan ukhuwah Islamiyah menjadi pedoman utama dalam memilih Khalifah. Artikel ini mengulas bagaimana perselisihan awal di antara sahabat Anshar dan Muhajirin akhirnya diatasi melalui proses musyawarah mufakat yang menjadikan Abu Bakar sebagai Khalifah.

Kedewasaan Musyawarah

Proses perdebatan yang terjadi mencerminkan kedewasaan dalam melibatkan umat dalam pengambilan keputusan. Konsep keterbukaan, keadilan, dan kesepakatan bersama menjadi landasan utama dalam musyawarah. Artikel ini menyoroti bagaimana pemilihan Khalifah melalui musyawarah menciptakan pemimpin yang diterima secara luas oleh umat Islam.

Pidato Abu Bakar Ash-Shiddiq

Pentingnya pidato Abu Bakar dalam menyejukkan perdebatan menjadi sorotan utama. Artikel ini menguraikan substansi pidato Abu Bakar yang mencerminkan kesederhanaan, keadilan, dan ketaatan kepada Allah. Pidato ini tidak hanya mengakhiri perdebatan, tetapi juga mengilustrasikan kepemimpinan yang bersifat penuh tanggung jawab dan mengedepankan kepentingan umat.

Konsep Musyawarah dalam Islam

Artikel ini menyoroti konsep musyawarah dalam Islam, di mana keputusan strategis seperti pemilihan Khalifah didasarkan pada musyawarah atau kesepakatan umat. Konsep syura sebagai metode penting dalam pengambilan keputusan umat Islam menjadi relevan untuk dipahami dan diterapkan dalam konteks modern.

Relevansi Konsep Musyawarah untuk Umat Modern

Penekanan pada konsep musyawarah dan ukhuwah Islamiyah dalam artikel ini diakhiri dengan pembahasan relevansinya untuk umat modern. Inspirasi dari sejarah Islam dapat memberikan panduan bagi blogger dan website untuk menggali dan mengaplikasikan prinsip-prinsip musyawarah dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.

Rabu, 24 Januari 2024

Ini Dia 9 Ulama Terkemuka Asal Palestina

PPRU 1 News |  Palestina dikenal dengan buminya para nabi dan melahirkan para ulama besar dalam Islam yang karya-karyanya hingga saat ini terus dipelajari, dibaca, dan didiskusikan oleh banyak orang. Tentunya wilayah Palestina saat ini memiliki nama-nama yang beda sebelum lahirnya negara bangsa. Misalnya wilayah Palestina di zaman Nabi Ibrahim as dan setelahnya dinamakan Syam.

Sedangkan pada wilayah-wilayah tersebut populer juga dengan sebutan Damaskus di era dinasti Umayyah dan setelahnya, sehingga nama Palestina belum populer seperti sekarang. Berikut ini para ulama yang berasal dari Palestina

1. Imam Syafi'i

   - Lahir di Ghaza, Palestina.

   - Salah satu ilmu yang dikuasai adalah ilmu syair.

2. Ibnu Qudamah

   - Lahir di Nablus, Palestina.

   - Pemimpin dan pembesar Mazhab Hanbali.

   - Karyanya al-Mughni menjadi pedoman dalam mazhab tersebut.

3. Ibnu Ruslan

   - Lahir di Ramallah, Palestina.

   - Ulama besar Mazhab Syafi'i.

   - Karya-karya meliputi Syarh Sunan Abi Dawud, Shafwah Zubad fi Matan Zubad, dan syarah-syarah terhadap kitab hadits lainnya.

4. Ibnu Muflih

   - Lahir di Ramin, Tepi Barat Palestina.

   - Ahli fikih Mazhab Hanbali.

   - Karya-karya termasuk Syarhul Muqni fi Fiqhil Hanbali, Mirqatul Wushul ila ‘Ilmil Ushul, dan al-Maqshad al-Arsyad fi Tarjamah Ashahb al-Imam Ahmad.

5. Ibnu Washif al-Ghazzi

   - Ahli hadits dan fikih Mazhab Maliki.

   - Guru-gurunya termasuk al-Hasan bin al-Faraj al-Ghazi, Muhammad bin al-Hasan bin Qatibah al-‘Asqalani.

6. Zainuddin Yahya bin ‘Alwi al-Hadhrami al-Andalusi

   - Menghabiskan sisa hidupnya di Gaza.

   - Ahli qiraat, ahli bahasa, sastra, dan ahli hadits.

   - Sering melakukan kunjungan ke berbagai negara untuk bertemu para ulama.

7. Syamsuddin Muhammad bin Khalaf al-Ghazi

   - Ahli sejarah dan fikih Mazhab Syafi'i.

   - Karya-karya termasuk Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam'il Jawami’, dan lain-lain.

8. Syamsuddin bin al-Ghazi

   - Ahli sejarah dan fikih Mazhab Syafi'i.

   - Mufti syafi’iyyah di Damaskus.

   - Karya-karya termasuk Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam'il Jawami’, dan lain-lain.

9. Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi

   - Ahli sejarah.

   - Karya monumental berjudul al-Kawakib as-Sairah bi A’yan al-Mi`ah al-‘Asyirah.

   - Lahir di Gaza dan wafat di Damaskus.

Demikianlah beberapa ulama besar Islam yang lahir di tanah Palestina. Semua mereka memiliki kontribusi besar dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan Islam, dan karya-karyanya masih terus dipelajari hingga saat ini.

 

Minggu, 21 Januari 2024

Abdurrahman bin Auf, Sahabat Rasul yang Kaya Raya


PPRU 1 Sosok | Artikel di atas membahas tentang Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat Rasulullah yang terkenal dengan kedermawanan dan keberaniannya. Abdurrahman bin Auf lahir pada tahun 581 M dan masuk Islam pada tahun 614 M, di usia 31 tahun. Ia termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar As-Siddiq di rumah Arqam bin Abi Arqan.

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ia akan masuk Surga. Meskipun masih muda, Abdurrahman memberikan sumbangsih besar pada perjuangan Islam dan dakwah Rasulullah, terutama dalam peristiwa-peristiwa penting seperti Perang Badar dan Perang Uhud.

Ia terkenal sebagai seorang pengusaha kaya dan dermawan. Ketika Rasulullah SAW berdakwah di Makkah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu orang pertama yang menerima Islam. Ia bersedia meninggalkan harta bendanya dan keluarganya demi mengikuti Rasulullah. Suatu kisah mencatat bahwa Abdurrahman bin Auf menawarkan seluruh harta bendanya kepada Rasulullah, termasuk jumlah yang sangat besar, yakni 4 ribu dinar.

Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai seorang filantropis. Setelah hijrah ke Madinah, dia terkenal karena bersedekah secara besar-besaran. Ketika Nabi Muhammad SAW mendirikan Baitul Mal (kas negara) di Madinah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat yang memberikan kontribusi besar. Dia menyumbangkan separuh dari seluruh kekayaannya untuk membantu memenuhi kebutuhan umat Islam yang kurang beruntung.

Meskipun menjadi miliarder dan memiliki kekayaan yang luar biasa, Abdurrahman bin Auf tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Tindakan dan sumbangsihnya mencerminkan nilai-nilai solidaritas, kepedulian sosial, dan dedikasi untuk melayani masyarakat yang tinggi dalam Islam. Abdurrahman bin Auf meninggalkan warisan yang besar dan memberikan contoh teladan bagi umat Islam dalam berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan dakwah Islam.


Jumat, 19 Januari 2024

Pengalaman Unik KH. Miftahul Akhyar Saat Masih Mondok, Didiamkan Abahnya

PPRU 1 Sosok | Pernahkah kamu penasaran dengan kisah santri sejati, seperti yang dialami oleh KH Miftachul Akhyar, Rais Aam PBNU? Mari kita telusuri pengalaman berharga Kiai Miftachul Akhyar selama masa nyantri, dari Tambak Beras hingga Lasem.

Sebagai pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama (NU), KH Miftachul Akhyar memiliki latar belakang yang unik. Ia adalah putra kedelapan dari tiga belas bersaudara dari KH Abdul Ghoni. Dalam video berjudul "Pengalaman Menjadi Santri - Lebih Dekat KH Miftachul Akhyar" di YouTube NU Online, Kiai Miftachul Akhyar menceritakan awal pendidikannya.

"Saya pendidikan kecilnya ada di rumah, ikut sekolah Rakjat (SR), namun hanya sampai kelas 5. Sejak kecil, saya mondok," kata Kiai Miftachul Akhyar. Ia juga menyampaikan bahwa awalnya nyantri di Tambak Beras Jombang, namun durasinya tidak begitu lama.

Setelah beberapa tahun di Tambak Beras, Kiai Miftachul Akhyar pindah ke Sidogiri pada tahun 1967-1969, sampai kelas satu tsanawiyah. Namun, pada tahun 1970-an, ia mengalami momen berhenti mondok selama setahun karena kesadaran diri dan pergaulan yang hampir mempengaruhi dirinya.

"Setelah itu, kira-kira tahun 1970-an, saya di rumah, tidak mondok. Abah marah terus karena saya sudah mutung, tidak mau mondok. Saya bahkan tidak disapa selama satu tahun," ungkap Kiai Miftachul Akhyar.

Namun, dengan kesadaran yang muncul, Kiai Miftachul Akhyar memutuskan untuk kembali mondok. Ia meminta pondok yang tidak memiliki sekolah, dan akhirnya melanjutkan perjalanannya nyantri di Pesantren Al-Ishlah Lasem. Rencananya, ia ingin melanjutkan belajar di Makkah, tetapi karena sakit, rencana itu tidak terwujud.

Pengalaman Kiai Miftachul Akhyar menjadi santri tidak hanya berhenti di Lasem. Pada tahun 1977-1978, keinginannya untuk mengaji dengan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki di Malang juga terwujud. Ia mengikuti daurah selama 6-8 bulan bersama ulama ternama tersebut.

Pengalaman nyantri KH Miftachul Akhyar memberikan inspirasi tentang perjalanan hidup dan kesadaran diri seorang santri. Meskipun mengalami hambatan, Kiai Miftachul Akhyar terus menapaki perjalanan hidupnya dengan tekad dan semangat yang luar biasa.

Kamis, 18 Januari 2024

KH. Miftahul Akhyar, Rais 'Aam PBNU, Menegaskan Pentingnya Husnudzon saat Menghadapi Musibah

PPRU 1 News | Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftahul Akhyar, memberikan penekanan pada pentingnya memiliki sikap berprasangka baik (husnudzon) ketika dihadapkan pada berbagai musibah. Hal ini disampaikannya pada Rabu, 17 Januari 2024, pukul 16:00 WIB.

Dalam penjelasannya, Kiai Miftahul Akhyar mengajak masyarakat untuk berpikir positif dan memandang segala peristiwa dengan sikap optimis. Dia menekankan bahwa bersamaan dengan prinsip husnudzon, introspeksi diri juga perlu dilakukan.

Pada kesempatan tersebut, Rais 'Aam PBNU menggambarkan pengalaman pribadinya terkait kecelakaan yang menimpanya pada 12 Agustus 2021. Kejadian tersebut melibatkan mobil Kiai Miftahul Akhyar di Jalan Tol Semarang-Solo Kilometer 462.800 Jalur A, Desa Beji, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Menurut Kiai Miftahul Akhyar, kecelakaan tersebut menjadi peringatan bagi dirinya yang pada saat itu tengah sibuk meskipun dalam situasi pandemi. Dia menilai bahwa peristiwa tersebut menjadi ajakan untuk beristirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga.

"Saat itu saya anggap peringatan. Kecelakaan itu terjadi karena selama pandemi, saya sering bolak-balik Surabaya-Jakarta dengan mobil," ungkapnya kepada NU Online pada Selasa (16/01/2024).

Ketika kecelakaan terjadi, mobil Kiai Miftah melaju dari arah Semarang menuju Solo. Namun, situasi berubah tiba-tiba ketika truk di jalur kiri mengerem mendadak setelah memberi isyarat lampu untuk mendahului. Tabrakan pun tak terhindarkan, terjadi pada pukul 06.15 WIB.

Rais 'Aam PBNU menjelaskan bahwa kecelakaan tersebut menjadi refleksi bahwa meskipun banyak orang berdiam diri di rumah selama pandemi, namun beberapa individu, termasuk dirinya, masih melaksanakan tugas di luar. Kecelakaan tersebut dianggap sebagai pengingat agar tidak terlalu aktif di luar rumah.

Akibat musibah tersebut, Kiai Miftahul Akhyar mengalami luka lecet pada lutut kaki kanan dan kiri, serta sesak dada sebelah kanan. Sopir mobil yang bernama Indra juga mengalami luka nyeri pada pergelangan tangan kanannya. Keduanya kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga untuk mendapatkan perawatan.

Peristiwa kecelakaan yang melibatkan tokoh publik ini menarik perhatian banyak orang, khususnya warga Nahdlatul Ulama (NU). Banyak yang mengungkapkan keprihatinan dan kekhawatiran terhadap kondisi Kiai Miftahul Akhyar setelah melihat kerusakan yang cukup parah pada bagian depan mobil yang ditumpanginya.

"Saat pertama seminggu pasca-kecelakaan, saya tidak berani ketawa dan batuk. Sakitnya luar biasa," ungkap Kiai Miftahul Akhyar. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga dan menciptakan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan, terutama dalam menjalani mobilitas tinggi di tengah pandemi.

Peristiwa ini juga menciptakan banyak komentar dan perbincangan di kalangan masyarakat, mengingat sosok Kiai Miftahul Akhyar yang merupakan tokoh yang dikenal banyak orang.

Rabu, 17 Januari 2024

Mengenang Gus Dur dan Penceritaannya Tentang Buya Syakur Yasin

PPRU 1 Biografi | Pada suatu kesempatan, Gus Dur memberikan penghormatan kepada tiga cendekiawan Muslim di Indonesia. Beliau menyebutkan bahwa orang-orang tersebut adalah Pak Nurcholis Madjid, Pak Quraish Shihab, dan Pak Syakur. Namun, Gus Dur menambahkan bahwa masyarakat mungkin tidak mengenal Pak Syakur dengan baik karena beliau hidup di kampung terpencil yang jauh dari sorotan media.

Dari tiga nama yang disebutkan oleh Gus Dur, Pak Abdul Syakur Yasin adalah satu-satunya yang kurang dikenal oleh masyarakat umum, meskipun belakangan namanya menjadi viral di media sosial terutama di YouTube melalui channel pengajian umumnya dengan akun KH Buya Syakur Yasin MA.

Buya Syakur, sebutan akrab jamaah padanya, merupakan seorang kyai yang memiliki pemikiran keislaman yang sangat rasional. Berbeda dengan dua nama sebelumnya, Buya Syakur lebih memilih berkiprah membangun jalan dakwah di kampung halamannya, Indramayu, Jawa Barat. Di sana, beliau mendirikan Pondok Pesantren Candangpinggan.

Meskipun memiliki gelar tinggi dari luar negeri, Buya Syakur tetap setia membangun pesantren dan menyebarkan pemikiran keislaman di tanah kelahirannya. Gus Dur pernah memuji Buya Syakur sebagai pemikir Islam yang sangat rasional, mampu memadukan dua permasalahan menjadi satu, dan mengambil kesimpulan dengan tepat.

Buya Syakur menghabiskan waktu belajarnya di luar negeri, termasuk di Timur Tengah dan Eropa selama 20 tahun. Selama masa itu, beliau menggeluti sastra dengan mengambil jurusan Sastra Arab di Baghdad, Linguistik di tingkat Magister, dan Dialog Teater di tingkat Doktoral di Tunisia. Meskipun tidak menyelesaikan program Doktoralnya secara resmi, beliau memiliki pemahaman yang luas.

Setelah kepulangannya ke Tanah Air, Buya Syakur memilih untuk kembali ke Indramayu dan membangun pesantren. Beliau memandang bahwa selain mengembangkan tanah kelahiran, masyarakat di kampungnya lebih jujur dibandingkan di kota.

Buya Syakur, dengan keahlian linguistiknya, sering menelaah makna Ayat Al-Qur'an secara mendalam. Gaya penyampaiannya yang runut dan logis membawa jamaahnya untuk berpikir rasional dan menemukan pencerahan sendiri.

Meskipun ada beberapa tokoh yang tidak setuju dengan pemahamannya, Buya Syakur tetap konsisten dan menerima kritik dengan lapang dada. Bagi beliau, perbedaan pendapat adalah hal biasa dan menjadi motivasi untuk terus belajar.

Jumat, 05 Januari 2024

Kisah Anak Muslim: Nabi Nuh dan Bahteranya

PPRU 1 Berkisah | Di sebuah zaman yang dipenuhi dengan maksiat dan penyembahan berhala, hiduplah seorang nabi yang mulia, Nabi Nuh. Allah memilihnya sebagai rasul untuk membimbing umat manusia yang terperangkap dalam kegelapan moral dan spiritual. Meskipun Nabi Nuh dengan penuh tekun dan kasih, berusaha menyampaikan ajaran tauhid dan kepatuhan kepada Allah kepada kaumnya, sayangnya, hanya sedikit yang mendengarkan.

Mendapati ketidakpatuhan dan keengganan kaumnya untuk bertaubat, Allah memberikan wahyu kepada Nabi Nuh untuk memperingatkan akan azab yang akan menimpa mereka. Dengan sabar dan kesabaran, Nabi Nuh menyampaikan dakwahnya selama berabad-abad, namun tanggapan masih minim. Allah kemudian memerintahkan Nabi Nuh untuk membangun bahtera yang besar sebagai satu-satunya tempat perlindungan dari banjir besar yang akan datang.

Dengan penuh iman dan tekun, Nabi Nuh mematuhi perintah Allah dan membangun bahtera tersebut. Saat banjir yang dahsyat datang, bahtera itu menjadi satu-satunya tempat perlindungan bagi Nabi Nuh, pengikutnya, dan berbagai macam makhluk yang Allah amanahkan. Banjir itu membawa azab kepada kaum yang tidak beriman, sementara bahtera itu menjadi simbol keselamatan dan kepatuhan.

Setelah berhari-hari air bah melanda bumi, banjir pun mereda. Bahtera mendarat di suatu tempat yang tinggi, dan Nabi Nuh bersyukur kepada Allah atas keselamatan yang diberikan. Allah menjadikan Nabi Nuh sebagai "pendiri umat" baru, memberikan petunjuk hidup baru kepada keturunannya. Kisah Nabi Nuh mengajarkan kepatuhan kepada perintah Allah, kesabaran dalam berdakwah, dan keyakinan bahwa Allah selalu melindungi hamba-Nya yang taat. Nabi Nuh, dengan hati penuh iman, membawa cahaya di tengah kegelapan moral, menjadi teladan bagi generasi-generasi berikutnya.