Senin, 30 November 2020

Puisi Nestapa





Nestapa

Oleh: Abdul Mannan


Mentari tenggelam bersama kuningan awan.

Seakan menari dengan asyiknya

Dan berkata sungguh nestapa

Lalu untuk siapa.?

Aku.?

Akukah yang nestapa.?

 

Iya aku nestapa

Karena makhluk tak kasat mata kembali memikatku

Ah sungguh musimku kini bermusim hujan asmara berbadai rindu

Namun rindu ke siapakah aku .?

 

Senja itu hampir tak menganga

Hilang bersamaan mentari berdada

Dan aku masih saja menunggumu tiba

Dan tetap sama

Yang kutunggu siapa.?

 

Aku mencari ragamu

Namun Ragaku tak tau ragamu

Lalu bagaimana.?

Aku coba bertanya

Serentak semuanya menjawab BUANG2 WAKTU SAJA

Ahh tak tau lah, mungkin iya.


 

 

 

 

 

Cerpen Namaku tiwi

 




Namaku tiwi 

Oleh: Muhammad Farhan

Perkenalkan! Namaku tiwi. Aku juga sama denganmu, ber ibu. Nama dari ibuku adalah... ah, lupa aku namanya. Bukan karna lamanya tak bertegur sapa hingga lupa, tapi karna memang aku menyebut ibuku dengan sapaan ibu saja, tidak dengan embel-embel nama. Sejauh yang kuingat biasanya orang-orang menyebut ibuku dengan kata ibu yang diikuti dengan namaku. “ malang sekali nasib ibu tiwi,  udah diperkosa, dipasung, gak keurus pula! kata orang-orang kala itu. Disuatu daerah ramah lingkungan yang pernah kukunjungi dalam suatu kala, mereka menisbatkan bapak dan ibu mereka kepada anak sulungnya,tidak dengan bungsunya. Entah, mereka mendapat sanad dari mana. Mungkin sejauh yang mereka ketahui aku adalah anak tunggal dari mereka

Selain aku ber ibu, aku juga ber ayah, Setidaknya itulah yang kuyakini hingga kini, sekalipun mereka terus saja mencaci maki. Jangankan bersanding, mendekati saja mereka tidak rela. “dasar anak  zina, dasar anak haram! Setidaknya, kedua umpatan itulah yang sangat sering kudengar. Pernah ada dari mereka yang secara tidak sengaja menyebut siapa yang pernah memperkosa ibu. Aku pernah menelusuri, siapa sebernarnya orang yang menyebabkan ibuku hingga seperti itu. Selain rambut panjang yang beracak, tangan yang keriting akibat lumpuh, mata yang memerah akibat rabun, kaki yang busuk akibat dipasung, kemaluan ibuku juga selalu mengeluarkan cairan. Entah mengapa sampai bisa seperti itu. Baunya sangat basin. Encer. Sungguh! Tak sampai rasa bila diriku terus-terusan melihat ibu seperti itu. Berapa banyak orang yang telah memperkosa ibu, Aku tak tahu. “ hati-hati nak! Kalau sudah lama dicari tapi tidak juga kunjung ditemu siapa yang melakukan, biasanya yang melakukan adalah dari mereka yang berkemeja dengan kerah putih dilehernya “ kata seorang ibu-ibu ketika berbelanja ditukang sayuran keliling ketika kutanya kira-kira siapa

Dalam suatu kala, kala diriku mencari apa yang mau dimakan untukdiriku dan untuk ibu, aku menemukan pamflet-pamflet berwarnakan gelap yang ditempel ditiang-tiang karat listrik. Dalam pamflet tersebut disebut bahwa ada perevisian hukum yang ada pada undang-undang dasar negara. Semua pelanggaran yang dilakukan akan diganjar dengan setimpalnya hukuman. Semua pelanggaran yang dilakukan akan diganjar dengan setimpalnya hukuman*. Yang pertama adalah bunyi dari hukum yang direvisi. Yang kedua adalah bunyi  dari hukum yang merevisi. Jika pembaca tidak cermat, maka mereka akan bertanya-tanya, dimana letak dari revisinya?. Sekilas memang seperti itu. Tapi perevisian tersebut baru akan diketahui jika mau mencermati. Lihatlah apa yang ada disebelum tanda titik dan sesudah kata hukuman. Itulah letak perbedaan dari perevisian hukum dinegaraku yang ada dengan hukum dinegara tetangga, bahkan eropa. Tanda bintang tersebut ternyata merujuk pada rujukan yang terdapat dipojok halaman didua halaman sebelum akhir. Kecuali bagi mereka yang berkerah putih, tandas rujukan tersebut. Karna ada bintang itulah hukum yang ada dinegaraku menjadi timpang. Yang kaya bebas untuk menjajah yang jelata. Dan ibu adalah salah satu dari sekian juta korbannya

Anggaplah maklum, di negaraku harga kemeja dengan kerah putih memang sangat mahal. Selain mahal, tak sembarang toko dapat menjualnya. Hanya toko-toko yang sudah mendapat sekian persen suara dari masyarakat sekitar yang dapat membukanya. Untuk kemeja berwarna putihnya sendiri banyak tersebar ditoko-toko yang ada dipinggir jalan. Namun kerahnya tidak berwarna putih, tapi berwarna-warni. Ada yang berwarna merah, kuning, biru, biru langit, hijau dan lain sebagainya. Dari bermacam-macam warna yang ada, selama ini warna merahlah yang menjadi primadona. Lalu warna kuning diperingkat kedua. Warna hijau diperingkat kelima. Lalu biru langit diperingkat selantjunya. Oh iy, Permainan warna yang banyak terjual tersebut memang murni dari apa terjadi, tidak menyinggung terhadap partai sama sekali. Jadi, apabila partai yang didukungmu warnanya sama, itu hanya kebetulan belaka.

Sebetulnya aku adalah anak bungsu bukan dari 2 bersaudara, tapi 34 saudara. Eh.. kalau tidak salah memang sebanyak itu jumlahnya. Terlampau banyak memang. Mungkin karna terlampau banyak itulah hingga para saudaraku menganggap bahwa ibu akan baik-baik saja. Salah satu dari mereka menganggap bahwa ibu akan diurus oleh saudaraku yang lain. Saudaraku yanglain menganggap bahwa ibu akan diurus oleh saudaraku yang lain pula. Begitupun seterusnya.Atau bisa jadi karna mereka tidak kuat dengan umpatan-umpatan yang ada. Hati mereka tidak kuat dengan seleksi alam yang sedang berjalan. Mungkin aku adalah satu-satunya anak ibu yang tuhan tegarkan hatinya. Mungkin seperti itu.

Pernah aku mengajukan masalah ini kepada pak presiden. Pak presidenpun pada waktu itu menjawab iya, nanti biar diurus sama pak mentri ya?. Ketika kutanyakan kepada pak mentri selang beberapa bulan dari kejadian awal, pak mentri malah menjawab bahwa itu bukan tugasnya. Aku mengangguk lemas mendengar jawaban dari pak mentri tadi. Tubuhku seketika itu langsung gemetar, gigiku langsung menggigil. Aku merasa lemas seketika.

Jika semua tidak mau, lantas siapa yang harus mengurus hukum ibu? Gumamku.

RUROUNI KENSHIN I

 


RUROUNI KENSHIN I

Oleh: Gus Muhammad Hilal

 

Ada tiga peristiwa besar dalam sejarah Jepang. Ketiganya membentuk Jepang menjadi sebagaimana adanya sekarang.

Pertama, ketika trio shogun berkuasa secara bergantian: Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu. Peristiwa sejarah ini menandai persatuan Jepang untuk pertama kali dalam sejarahnya setelah terpecah-pecah dalam petak-petak kekuasaan para daimiyo. Di samping itu, peristiwa ini menjadi momentum naiknya kaum samurai ke puncak kelas sosial tepat di bawah kaisar.

Kedua, ketika Kaisar Meiji mencanangkan restorasi kekuasaan ke tangannya. Sang Kaisar menghapus para samurai dari daftar kelas sosial. Barangkali jiwa dan semangat kesamuraian masih dipertahankan, namun sejak saat itu menjinjing pedang di jalanan adalah tindakan ilegal. Fase sejarah ini adalah fase keterbukaan dan Jepang mulai menyerap pengetahuan dan teknologi modern.

Lalu, ketiga, ketika Jepang menjadi sebuah negara fasis yang berakhir pada ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Ini semua cuma pengantar saja. Film ini berlatar hanya di fase historis yang kedua saja.

***

Menghapus fungsi samurai dari peta sosiologis Jepang klasik bukanlah perkara mudah. Bagi mereka, status samurai adalah juga urusan gengsi. Punya pedang pula! Tidak sedikit dari para samurai yang menentang titah Sang Kaisar ini, dan tak jarang mereka mengungkapkan protesnya dengan bahasa pedang.

Menghadapi para pembangkang perintah ini, Sang Kaisar membentuk sebuah organisasi rahasia yang tugasnya memata-matai dan sekaligus mengeksekusi mereka di tempat. Anggota organisasi ini ya dari kalangan samurai juga, tapi yang setuju dengan titah Sang Kaisar.

Alkisah, terdapat salah seorang anggota dari organisasi ini yang amat ganasnya memburu para samurai pembangkang. Saking ganasnya sehingga dia menjadi seorang legenda yang namanya tak lekang zaman. Hitokiri Battosai, namanya. Atas nama kaisar dan Era Baru yang dijanjikan dia menebas, menyabet sana-sini, membantai tanpa ampun semua pemberontak itu. Inikah harga yang harus dia bayar demi menyambut zaman baru negerinya? Membunuh sesama samurai, sesama anak bangsanya?

Bertahun-tahun dia dan para pendukung kebijakan restorasi mendesak para pembangkang. Hingga, pertarungan melawan para pembangkang berakhir sudah. Kemenangan berhasil direbut golongan pro restorasi. Tak perlu lagi ada perang saudara.

Sejak saat itu, Battosai bertobat. Dia berjanji tidak akan membunuh lagi.

***

10 tahun sudah berlalu. Langkah pertama menuju Zaman Baru.

Battosai sekarang menjadi seorang pengembara. Namanya pun kini berganti Himura Kenshin. Tapi sampai kapan pun tak akan lepas pedang dari pinggangnya. Hanya saja, kali ini pedangnya lain dari biasanya: berbilah terbalik. Kalau nanti terpaksa dia bertarung dengan pedang ini, lawannya tidak akan mati kena bacok, paling-paling cuma pingsan kena pentung.

***

Zaman sudah berubah. Kesempatan berdagang kali ini adalah kesempatan semua orang. Kelas menengah penggerak roda ekonomi itu meningkat. Dengan kata lain, golongan sejahtera tambah banyak. Tapi tak semua kesejahteraan itu diperoleh dengan cara halal: opium.

***

Ah, mana mungkin saya melupakan Kamiya Kaoru (Emi Takei), perempuan menawan itu. Ayahnya adalah seorang samurai yang menjadi korban kebijakan restorasi, tewas di tangan para pemburu. Sebuah dojo (balai pelatihan bela diri) warisan ayahnya harus Kaoru urus, dengan hanya seorang murid, seorang bocah bengal, Myojin Yahiko (Taketo Tanaka).

Selama sepuluh tahun ini Kouru mencari Battosai yang legendaris untuk membalaskan dendam kematian ayahnya. Namun, perjumpaan lebih lanjut malah membikin mereka bersahabat, bahkan keduanya kemudian saling berbagi rasa. Kaoru dan Battosai Si Pembantai saling jatuh cinta.

***

Di masa-masa ini, para samurai mengalami keadaan yang sangat buruk. Mereka baru saja tersungkur dari tahta status sosialnya. Akses ekonomi dan politiknya dipangkas tanpa sisa. Selanjutnya, mudah ditebak, mereka cuma jadi para begundal yang rela dibayar murah.

Kanryu Takeda (Teruyuki Kagawa), seseorang yang menjadi amat kaya berkat bisnis opium, merekrut para samurai itu untuk mengabdi padanya. Beberapa di antaranya berkemampuan sangat hebat.

Kenshin dan seorang kawannya, Sagara Kenosuke (Munetaka Aoki), menyerbu rumah sekaligus markas Takeda dan berhasil melumpuhkan semua gembong kejahatan itu. Salah seorang samurai rekrutan Takeda, Jin-e Udo (Koji Kikkawa), menculik Kaoru untuk memancing Kenshin berduel dengannya hidup-mati.

***

“Seorang pembunuh tetaplah seorang pembunuh.”

“Setelah kau jadi seorang pembunuh, tidak ada jalan untuk kembali.”

Jin-e Udo menantang Kenshin berduel tak ada motif lain selain mengembalikan amarah Battosai yang terkenal. Dengan kata lain, dia hanya ingin Kenshin kembali ke jalannya yang semula dan melanggar janji yang sudah sepuluh tahun ini dia pegang erat-erat. Berhasilkah Kenshin mempertahankan janjinya untuk tidak membunuh lagi?[]

===================================

Judul           : Rurouni Kenshin I

Rilis            : 25 Agustus 2012

Pengarah     : Keishi Otomo

 

SADAR ATAU MALAH DIAM (Sosok)


"Salah satu foto Ust ikhwan yang tampak manis"


SADAR ATAU MALAH DIAM

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi

Sadar akan kewajiban adalah prinsip besar yang harus ditanamkan. Begitu kira-kira ungkapan ust ikhwan saat rapat pengurus berlangsung. Ungkapan diatas menjadi prinsip dan tujuan yang harus ditanamkan dalam diri siapapun. sebab tidak bisa diragukan lagi, kesadaran merupakan kunci kesuksesan yang baru-baru ini menjadi topik pembicaraan dikantor pesantren. Meski kita sudah tau dan menduga bahwa ungkapan diatas dalam arti sadar akan jadi bahan incaran untuk saling cemooh dan saling menjatuhkan. Begitulah keadaannya kawan! Siapapun yang mampu menafsiri ungkapan ust ikhwan dengan benar. Maka tanpa disadari orang itu sudah banyak belajar dari beliau. Terutama soal kharismanya yang besar. Dan utamanya perihal sadar dan kesadaran.  

Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang satu ini. Sosok karismatik yang tidak ingin kehilangan marwahnya gara-gara bercanda yang kelewatan batas. Ia sepenuhnya mempertahankan kharisma dalam diri santri. Dan menaruh kepercayaan besar dalam dirinya sendiri. “Akhlak mulia seorang santri juga dapat dipengaruhi oleh kharisma pengurus dan prilaku dari keseharian itu sendiri! Imbuhnya. 

Dua tahun yang silam tepatnya tahun 2018 ust ikhwan resmi ditunjuk sebagai pengurus harian dan di amanahkan sebagai anggota ubudiyah bagian kontroling dan penegak hukum di bidang ibadah dan al-quran. sempat juga di gadang-gadang jadi penerus Ust Sulaiman (the next sulaiman) yang secara kebetulan ust sulaiman juga pernah memasang badan di pengurus Ubudiyah. Namun sayang ust sulaiman malah memutuskan untuk boyong lebih awal faktor usia dan sudah waktunya menikah. 

Ubudiah tentunya bagian yang sangat central dalam kepengurusan. Selain harus memikul berat tanggung jawab yang harus ia emban. Ia juga dipaksa untuk istiqomah berjamaah dalam setiap rutinitas yang ia jalani dan tak menampik untuk kemudian jadi imam. Ini merupakan pengabdian yang sulit jika hanya dipikirkan. Jika tidak, dengan kesadaran dan ketekunan yang ust ikhwan berikan. Lagi-lagi soal kesadaran dan sadar  (خدمة للمعهد)

Hebatnya lagi; ust ikhwan pun juga ikut membantu administrasi pondok yang notabannya itu pekerjaan sekretaris. dan tak segan membantu bendahara jika kesempatan yang lain orang yang bersangkutan berhalangan. 

Apa namanya jika bukan sadar? Kesadaran mampu membatasi ruang lingkup kehidupan dengan sedemekian jenis dan beragam. Buktinya saat jam istirahatpun ust ikhwan rela bangun dari tidurnya sembari memberi pelajaran kepada teman santri yang ikut dalam ruang kursusan. Baginya, itu merupakn hal yang biasa dan bukan hal mustahil dilakukan. Lagi-lagi kesadaran jadi aktor penting dalam diri ust ikhwan. 

Wajahnya memang terbilang muram, namun dihatinya tertanam kesadaran yang sulit dibayangkan. Begitulah yang dapat aku simpulkan.

Dari segi keterampilan dan olah baca kitab kuning ust ikhwan tidak bisa dipandang sebelah mata. Keahlian dalam membaca dan menjelaskan Ust Ikhwan adalah jagonya. Melalui jejak digital yang saya punya, ia sudah meraih trofi bergengsi saat masih duduk dibangku non formal tepatnya di Madrasah Diniyah. Hingga mampu mengikuti kejuaraan kitab kuning tingkat MQK (Musyabaqoh qiroatl kutub) di madura. Namun sayang beribu kali sayang banyaknya peserta dari malang mengharuskan ia saling sikut dan akhirnya ia pun harus gugur di babak penyisihan. 

Berangkat dari pengalaman. Iapun banyak belajar dan mulai memahami dunia luar. Salah satu yang membekas dalam dirinya adalah; saat ia memutuskan untuk tetap diam dan menaruh perasaan yang dalam pada diri seseorang yang belum sepenuhnya ia kenal. Siapakah dia? Tentunya itu pertanyaan besar yang masih belum dipecahkan. Namun sayang rayuan yang aku berikan memaksa ia harus mengakui itu semua. Bahkan dalam proses wawancara ia berinisiatif untuk menceritakan kronologi dan awal mulanya. Meski keadaan yang sebenarnya cukup alot dan rumit dijelaskan. 

Dalam wawancara kami. Ada sedikit pembicaraan kecil nan menarik yang mustahil dilewatkan. “Aku diam bukan berarti melupakan ” ujarnnya. Aku berpikir panjang sampai pada titik aku benar benar merasa paham. Dan pada akhirnya akupun mulai memahami apa yang sudah jadi kaidahnya. Saya pun mengingat salah satu maqalah yang pernah disampaikan oleh gus abdurrahman sa'id (gus dur) saat acara maulid di atas aula lantai dua. Maqalah itu berbunyi

سلامة الانسان فى حفظ اللسان 

“Keselamatan manusia itu tergantung dimana ia harus menjaga lisan.

Bisa menarik kesimpulan; diam dan menyimpan rahasia secara diam-diam merupakan cara Tuhan untuk lebih sedikit melakukan tindakan kriminal. Lisan itu sebuah komunikasi untuk menyampaikan informasi, semua angggota tubuh yang kau miliki itu bisa mewakili cara pandang dalam kaca mata orang lain dan aku sendiri. Lebih baik diam daripada harus banyak tingkah tapi kosong isinya. 

Konon katanya, ekspresi kegembiraan dengan cara diam itupun membuat ust ikhwan tak sepenuhnya diam dan enggan tidak melakukan ritual.  Buktinya saat ia ditanya perihal orang yang dicintainya pun ia terus menjawab dengan suara yang lantang. Dan tentunya, dalam setiap kesempatan ada bait bait doa yang ia tanamkan. Sungguh mengharukan kawan!

Apakah ust ikhwan benar-benar sadar? Begitulah pertanyaan yang mendasar. Pertama: Menaruh harapan yang besar kepada orang yang belum ia kenal. Kedua: hanya bisa diam dan tidak menyatakan kebenaran. Ketiga lebih besar ke(malu)annya daripada kebenarannya.

Disatu sisi aku benar-benar menaruh empati yang sangat tinggi kepada ustad yang satu ini. Bagaimana tidak, kumpulan pertanyaan yang sudah aku miliki masih belum menemukan jawaban yang pasti. Tapi disisi yang lain. Akupun mulai paham dengan kondisi yang sedang ia jalani. lebih baik diam daripada harus menerima pil pahit yang sunnguh tak terduga itu bakal terjadi. Simalakama bukan! 

Antara sadar atau lebih memilih diam? 

Sadar dengan berbagai macam tantangan dan menerima kenyataan, atau dengan diam menyembunyikan kebenaran dan membiarkan orang lain diberi ruang kebebasan. 

Menarik ditunngu. []

ETIKA ILAHIYAH SANTRI (Opini)


Foto Gus Ma'ruf Khozin saat bersama Habib Qodir

ETIKA ILAHIYAH 
SANTRI

                                                  Oleh: Gus Shofi Mustajibullah

Gus Mus pernah dawuh, “Seseorang bergelar santri tidak harus dia yang ada di pesantren, cukup memiliki etika seperti santri, ia sudah layak di katakan sebagai santri.”

Etika santri mengajarkan dan menekankan tata krama seorang pelajar terhadap pengajarnya. Bukan hal yang samar sebenarnya, tetapi pesantren lebih dari pada menghormati seorang guru. Ibnu Abbas ra berkata: “Derajat Ulama' jauh di atas orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira sama dengan perjalanan lima ratus tahun”.

Di dalam peradaban pesantren, seorang santri hukumnya mutlak mematuhi perintah guru. Hal ini merupakan warisan indah nan elok dari tradisi para ulama' terdahulu. Mengapa demikian? Seorang mukmin tidak bisa serta merta dengan mudahnya tunduk pada Allah Sang Maha Penguasa. Bayangkan, pada seorang guru yang ikhlas membimbing langsung saja pun dia tidak patuh, lalu apa harapannya seorang mukmin bisa takut pada keberadaan Tuhan yang dia sendiri belum tahu di mana Tuhan berada.

Maka dari itu, etika santri adalah etika ilahiyah. Membiasakan penggunanya untuk tetap tawadlu' dan menetapkan dirinya sebagai hamba yang baik dan benar. Menghapus rasa congkak dan takabur yang telah mengkerak di dalam hati.

Etika santri harus tetap abadi, sepanjang masa bagi mereka yang mengaku sebagai santri. Bahkan di saat angin barat dan timur tak memiliki titik temu, bumi sudah bosan bersandiwara dengan umat manusia, dan lautan menjadi najis sebab seonggok darah. Etika santri wajib di amalkan hingga ajal menemui.

“Cahaya Tuhan adalah hiasan atas cahaya indra

Inilah makna cahaya maha cahaya

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

SANTRI HARUS TURUT ANDIL PADA PESANTRENNYA (Opini)


Foto Kang Khozin saat merenovasi bangunan unit usaha kantin di Raudlatul Ulum 1 

SANTI HARUS TURUT ANDIL
PADA PESANTRENNYA

Oleh: Gus Shofi Mustajibullah

Dalam suatu acara, Romo Yai Nurul Huda Djazuli pernah dawuh, “Kepemilikan pesantren sebenarnya ada pada santri”. Jika di telaah lagi dawuh dari beliau, pesantren tak ada bedanya dengan rumah dari para santri yang tinggal disana. Kalu bukan santri, siapa yang setiap harinya membersihkan seluruh area pesantren. Kalau bukan santri, siapa yang tidur di sana setiap harinya. Dan kalau bukan santri, siapa yang hari-harinya selalu melalui segala permasalahan, rasa senang, rasa duka, dan rasa-rasa lainnya kalau bukan santri itu sendiri.

Karenanya, santri harus mempunyai chemistry yang kuat pada tempat di mana mereka benar-benar membentuk karakter atau jatidiri manusia sebenarnya. Bagaimana caranya? Turut andilah pada pesantren yang di tempati. Tak perlu ribet, seperti rajin dalam mengikuti kegiatan yang sudah di tentukan, tidak melanggar peraturan, membantu pengurus dalam menjalankan tugas mereka, atau bahkan membantu terlaksananya harapan-harapan dari para Masyayikh.

Untuk apa itu semua? Yang jelas demi menumbuhkan rasa kesan yang besar pada pribadi setiap santri. Semua hal di dunia ini yang dapat menimbulkan kesan, sampai matipun pasti akan selau teringat. Ciptakanlah kesan-kesan yang mengena, supaya ketika keluar dari pesantren nanti, amaliyah-amaliyah yang di dapat akan terus langgeng.

Tantangan terberat seorang santri bukan di saat dia kehilangan sandalnya, tidak dapat pajek makan, atau telat kiriman, melainkan apakah setelah boyong dari pesantren, dia masih menjadi santri seutuhnya atau tidak sama sekali. Itulah permasalahn utama.

Untuk itu, tumbuhkanlah mahabbah sebesar mungkin pada pesantren dan turut andilah di dalamnya. Insya'allah sendi-sendi pesantren menjadi berkesan di hati dan senantiasa menjelma di dalam kerinduannya. 

Andai semesta ini berubah bagimu, tetaplah berjalan di jalanmu. Jangan berubah.

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

SEKIAN LAMA TERTUNDA AKHIRNYA PERPUSTAKAAN DIBUKA (Berita Pondok)

Perpustakaan PP. Raudlatul ulum 1 Ganjaran Gondanglegi Malang

SEKIAN LAMA TERTUNDA
AKHIRNYA PERPUSTAKAAN DIBUKA

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi


Setelah sekian lama tertunda akhirnya perpustakaan PPRU1 buka juga. Penantian panjang mengharuskan Gus Abdurrohm Sa'id angkat bicara. Beginilah nasib yang sedang terjadi di perpustakaan kita. 

Kepala pesantren mengusulkan ingin segera perpustakaan itu dibuka, dengan harapan meningkatkan kualitas baca dan informasi yang telah beredar dimana-mana. Perpustakaan yang terletak dibagian tengah-tengah pondok pesantren itu pun sudah jadi bahan lapak baca dari masa ke masa, hingga santri bisa dengan mudah mengakses hal-hal yang belum diketahui sebelumnya. Teman-teman santri yang ingin membaca atau hanya sekedar mencari kaidah fiqih yang belum terpecahkan pun jadi acuan atau keputusan terakhir yang harus santri terima. 

Keputusan diatas memaksa orang yang bersangkutan menemukan titik final dengan berbagai macam program dan pertimbangan. Meliputi program baca dan jam buka perpustakaaan. Sampai program tanya jawab seputar fikih atau permasalahan yang berkaitan dengan finansial yang nantinya pertanyaan beserta jawabanya di liput dalam media akhbar. dalam hal ini bidang taklimiyah berusaha bekerja sama dengan bidang publikasi. 

Selanjutnya; program yang tak kalah menarik diatas adalah  melihat film di malam jum'at yang ini sudah sering santri dengar dan merupakan kegiatan rutin yang entah dari kapan awal mula diadakanya. Ini merupakan angin segar bagi teman-teman santri yang ingin sekali mengisi ruang kekosongan di malam jum'at, sekedar refres otak kiri melihat bioskop dengan membeli uang tiket ke orang yang bertanggung jawab. Dalam hal ini ust rofi'i selaku pimpinan perpustakaan menegaskan, bahwa biaya tiket untuk bioskop malam jum'at sekitaran 2 ribu. Harganya pun bisa saja meningkat jika kondisinya sudah berubah dan memungkinkan. 

Sebagaimana perpustakaan pada umumnya. Perpustakaan pondok pesantren raudlatul ulum1 juga memiliki buku langka dan buku arsip yang masih dikenang dan tersimpan rapi di rak lemarinya. Salah satu yang masih tersisa adalah buku AMANAH yang merupakan buku kajian santri tahun 80an yang pimpinan redaksinya adalah KH. Hanafi Kholil. 

Kh hanafi kholil merupakan generasi pertama yang sangat antuis dalam membaca dan di nobatkan sebagai pustakawan oleh teman-temannya. Begitulah tulisan dari Gus Ma'ruf khozin dalam postingan facebooknya.

Jam buka perpustaakan adalah saat jam kegiatan malam sudah selesai. Tepatnya jam 10:00. Dan jam tutup perpustakaan saat jam sudah terlampau malam, tepatnya jam 12:30 demikianlah imbuhnya Ust anas sebagai wakil pimpinan perpustakaan.

Tentu ini merupakan angin segar dan berita yang masih hangat. Bagaimana tidak.  Perpustakaan yang berlokasi pas disamping daerah D itu resmi dibuka kembali sejak awal bulan november lalu (12-Nov-2020). Dan tentunya itu, mendapatkan dukungan penuh dari kepala pesantren beserta jajarannya.

Pimpinan perpustakaan Ust Rofi'i dan Ust Anas sangat antusias untuk membuka kembali perpustakaan. Dengan harapan membuka kembali cakrawala santri di bidang baca dan menulis. Untuk sementara proses peminjaman masih belum dibuka secara resmi. Peminjamannya hanya bisa dibaca di perpustakaan saja. 

Apa yang harus diperbaiki? bukti perombakan dan perbaikan katalog menjadi aktor penting yang harus diketahui bersama. Data buku perpustakaan yang beberapa dari bukunya dipinjamkan dan hilang. sampai tata letak dan updating buku yang belum sepenuhnya tersimpan. 

Selain itu ada beberapa info menarik tentang system management perpustakaan yang memuat semua yang berkaitan dengan pengelolaan perpustakaan. Mulai dari pendataan katalog buku, data anggota serta data pengunjung khusus untuk perpustakaan. Yakni management perpustakaan yang berbasis wabsite. SLIMS.

SLIMS adalah wabsite berbasis online yang khusus untuk menangani system managament perpustakaan. SLiMS (Senayan Library Management System) merupakan sistem automasi perpustakaan sumber terbuka (open source) berbasis web yang pertama kali dikembangkan dan digunakan oleh Perpustakan Kemendikbud. Aplikasi ini digunakan untuk pengelolaan koleksi tercetak dan terekam yang ada di perpustakaan. Ada beberapa menu yang sangat membantu bagi perpustakaan. Salah satunya adalah daftar pengunjung dan buku yang tersimpan di perpustakaan.

Yang tak kalah menarik dari aplikasi ini adalah menu Sirkulasi. Menu ini sangat membantu sekali khususnya untuk staf perpustakaan bagian administrasi peminjaman buku, karena memberikan kemudahan dalam pendataan dengan menggunakan scan barcode tanpa harus mengetik satu per-satu.

Selengkapnya Di websaite SLIMS: https://slims.web.id/web/

Minggu, 15 November 2020

OPINI- BUDAK VS PEJUANG

      


Bucin atau budak cinta, yang saya lebih suka menyebutnya dengan bumbu micin, adalah jenis manusia yang rela mengorbankan apapun demi pasangannya, meskipun pada dasarnya dia sendiri tidak mau melakukan itu.

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tidak di temukan arti dari kata bucin itu sendiri. Karena bucin adalah bahasa anak gaul yang merupakan akronim dari kata budak cinta. Memang tidak ada kajian-kajian khusus atau kajian akademis tentang bucin, yang ada hanya artikel-artikel bebas yang dimana isinya atau konotasinya buruk tentang makluk yang bernama bucin ini.

    Di dalam beberapa artikel yang saya pernah baca, orang yang bucin ini mempunyai ciri-ciri khusus yang diantaranya adalah: dia pasti mempunyai pasangan. Ya iya lah, karena untuk membucin itu harus ada obyek sasaran. Kalau enggak punya pasangan, mau ngebucin pada siapa?

Yang kedua adalah dompetnya plong. Karena uangnya dihabiskan untuk membiayai keinginan pasanganya. Yang mau beli ini lah, yang mau beli itu lah. Atau habis digunakan untuk membeli bensin, karena dia sibuk kesana-kemari membawa pasangannya hanya demi membahagiakan dia. Baik pergi ke tempat wisata maupun antar jemput ke sekolah, karena kebanyakan dari makluk bucin ini masih berstatus pelajar.

    Yang ketiga yaitu sang bucin ini tidak akan mempunyai teman. Karena seluruh waktunya habis digunakan untuk kekasihnya. Kalau siang dia selalu sibuk, yang alasan mau mengantarkan pasanganya ke stasiun lah, yang masih menjaga yayangnya lah, atau lain-lain. Kalau malam dia enggak bisa di ajak keluar, karena masih melayani kekasihnya, baik WhatsaAp-an, telefonan atau bahkan videocall-an.

Wajarlah, namanya saja budak, dia pasti sibuk melayani majikannya. Bahkan disuruh membeli pembalut di warung pun dia mau. Level bucin yang paling parah adalah dia mau bertukar password media sosial dengan pasangannya. Untuk apa coba? Kalau percaya ya percaya saja, enggak usah pakaitukar password.

    Jika pandangan orang tentang bucin itu negatif, pasti ada lawannya, yaitu positif. Karena begini, terkadang cinta itulah yang membuat kita lebih giat, baik bekerja maupun belajar karena kita mendapat suport atau dukungan dari pasangan kita. Saat kita menang, dialah yangmembuat kemenangan kita menjadi lebih sempurna. Dan di saat kita jatuh, dialah yang membantu kita untuk bangkit dan maju kembali. Dan saya lebih suka menyebut orang orang yang seperti ini sebagai Pejuang Cinta.

Karena saya sendiri tidak mau hidup dengan orang yang hanya mau diperjuangkan saja. Karena berjuang sendiri itu sulit, oleh karena itu marilah kita mencari pasangan yang sama-sama mau berjuang, agar kesulitan yang kita hadapi itu menjadi lebih ringan. Jika pejuang di pertemukan dengan pejuang  maka akan menghasilkan generasi pejuang juga.

Ditulis Oleh: A. Imam fathoni

Senin, 28 Oktober 2019

FENOMENA JOGET DI DESA SANTRI


Desa Ganjaran disebut "Desa Santri" dilatari oleh jumlah lembaga pendidikan Islam, seperti pesantren dan madrasah, yang lebih bertumpuk ketimbang desa-desa lain di sekitar wilayah Gondanglegi. Bahkan tidak tanggung-tanggung, launching nama itu diresmikan oleh Bapak Sanusi, Wakil Bupati Malang beberapa tahun yang silam.

Label "Desa Santri" yang dilekatkan pada daerah Ganjaran itu, ternyata bukan sama sekali suci dari perilaku atau kegiatan yang berkonotasi menyimpang dari ajaran syariat. Justeru apa yang sering kali menjadi ujaran banyak orang, "limbah tak jauh dari mata air" benar-benar nyata di tempat yang menjadi lumbung kiai itu.

Selain disinyalir masih banyak anak bangsa yang belum berpendidikan layak, pedagang yang dikenal cenderung "nakal", kini di daerah ini pula mulai menggeliat "joget" yang dikemas dalam acara karnaval.

Gelagat apakah ini ? Rupanya desa yang konon didiami sekian jejeran orang-orang alim (bahkan sebagian allamah) dan ratusan "thalib al-ilm" dari berbagai daerah, tidak berbanding lurus dengan kelakuan yang sekarang ini tengah menggejala.
°°°

Agak miris mencermati perkembangan demikian ini. Betapa tidak, jangankan sikap tasawuf, seperti laku wara', zuhd, tawakul, sabr dan lainnya, performa lahir warga saja belum sepenuhnya mencerminkan kepribadian kesantrian.

Alih-alih terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang penuh dengan kesantunan, sikap-sikap bernilai keislaman, perilaku berbudaya dan beradab dan cara bernalar ilmiah, memproklamirkan nama desa dengan sebutan "Desa Santri" masih belum disertai program jelas, terarah dan sistematis.

Sehingga absah jika ditarik sebuah tali simpul bahwa papan nama yang hanya tegak di pinggir jalan perbatasan desa Ganjaran-Putat Lor itu cuma sebatas plakat slogan tanpa memuat sejuta makna.
°°°
Mungkin sebagian kalangan berdalih bahwa acara massal yang mampu menyedot massa merupakan bagian dari strategi dakwah. Apalagi kegiatan karnival itu bertepatan dengan momentum islami, maka kesan yang di tangkap publik pasti nuansa napak tilas Wali Sanga.
FENOMENA JOGET DI DESA SANTRI


Argumentasi ini tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak seratus persen benar. Apabila dakwah yang dimaksud dimaknai sebagai pengenalan sebuah desa yang dihuni sekitar 2000 santri, bisa jadi alasan tersebut masih rasional. Tetapi jika argumentasi dakwah itu ditafsiri sebagai promosi lembaga pendidikan Islam di desa Ganjaran, kayaknya dalih itu kurang mengena. Sebab hingga saat inipun belum ada fakta yang membuktikan bahwa ketertarikan orang tua pada pesantren atau madrasah dimotivasi oleh gebyar demonstratif di jalanan.
°°°
Menemukan fenomena semacam ini, kita memang perlu berhati-hati dan cermat mengambil sikap. Pada satu sisi, terkadang kegiatan ini melampaui batas-batas syar'i. Tetapi pada sisi lain, sebagian besar masyarakat sudah terlanjur terbuai oleh gegap gempita aksi gratis itu. Oleh karenanya, para kiai yang berposisi sebagai corong agama dengan misi amar makruf nahi mungkar serba salah menyikapi perkembangan ini.

Makanya, langkah yang paling bijak adalah dengan menggunakan beberapa pendekatan, antara lain: Pertama, memenej bagaimana caranya supaya kegiatan seperti ini tetap berlangsung, namun konten dan nuansa islami betul-betul dapat mewarnai. Kedua, perlu ada kolaborasi berkelanjutan antara tokoh agama dan pemerintah setempat agar kegiatan-kegiatan semacam ini benar-benar terwadahi sehingga memungkinkan menjadi bagian dari tawaran destinasi "Desa Santri" yang bernafaskan keislaman.
°°°
Semoga berkah
Gus Mad
Ketua Yayasan Kiai Haji Yahya Syabrowi PPRU I Ganjaran Gondanglegi Malang

Senin, 26 Agustus 2019

Pidato Kemerdekaan; Hubbul Waton Ala Santri Atas Dasar Mahabbah (Gus Athok)

(Berikut adalah amanah dalam upacara 17 Agustus 2019 di PP. Raudlatul Ulum I, yang disampaikan oleh Gus Athok Lukman selaku Pembina dalam Upacara tersebut).

Saya teringat salah seorang Indosianis dari Amerika, tahun 60-an dia berbicara tentang nasionalisme di Indonesia. Salah-satunya kesimpulan dari hasil risetnya tentang kebangsaan di Indonesia adalah bahwa Nasionalisme di Indonesia, Kebangsaan di Indonesia, sumbangsih terbesar disumbang oleh umat Islam. Kontribusi pembangunan dalam Nasionalisme di Indonesia, itu diberikan oleh umat Islam.
Pidato Kemerdekaan; Hubbul Waton Ala Santri Atas Dasar Mahabbah (Gus Athok)


Kalau kemudian pertanyaan ini dilanjutkan, umat Islam yang mana yang memberikan kontribusi besar di dalam Nasionalisme atau Kebangsaan, Cinta Tanah Air di Indonesia? Maka, saya dapat memastikan bahwa Muslim terbesar (dalam memberikan kontribusi besar di dalam Nasionalisme di Indonesia) adalah Muslim yang punya afiliasi terhadap Pesantren. Jadi, Kalian (para santri) adalah turunan-turunan secara genealogis pengetahuan yang memberikan kontribusi besar terhadap kebangsaan di Indonesia ini. Sehingga sangat wajar, dan ini harus disadari oleh semua santri, bahwa Indonesia berdiri, saham terbesarnya adalah dari kalangan Muslim, khususnya adalah kaum pesantren. 

Dalam konteks ini, maka ketika kemerdekaan sudah diraih, Bung Karno mengatakan  “ kemerdekaan adalah jembatan emas untuk pencapaian keadilan sosial, kemerdekaan adalah jembatan emas bagi pencapaian cita-cita kebangsaan”. Bagi kaum santri, Cinta Tanah Air, Kemerdekaan dan pemaknaan terhadap kemerdekaan itu tidak boleh dilepaskan dari cinta Allah, cinta kepada Rasulullah. Sehingga Hubbul waton-nya santri atau kontribusi santri terhadap pengisian kemerdekaan ini adalah ekspresi terhadap cinta Allah dan Rasulnya. Sehingga, Nasionalisme ala santri itu bukan nasionalisme ala chauvanistik ala Eropa, yang kemudian membenarkan rasnya sendiri atau golongannya sendiri, tapi nasionalisme yang berakar kuat terhadap kebatinan kita sebagai hamba Allah, yang kemudian harus menterjemahkan ke dalam realitas kehidupan sosial untuk kebaikan rahmatan lil alamain.

 Jadi,  hubbul waton atau cinta  tanah air harus berangkat dari kecintaan kita kepada Allah dan Rasul. Kalau kita ambil sampel tentang bagaimana Rasullah menyatukan umat di  Madinah. Pada waktu itu Islam hanya sepertiga dari komunitas Madinah. Kemudian disatukan oleh Rasulullah dengan Piagam Madinah. Dengan Piagam Madinah itu, kemudian proses sosial yang terjadi adalah untuk kebaikan bersama. 

Nah, dengan ini, kalau kita melihat Pancasila di Indonesia, sebenarnya memiliki kesamaan dengan Piagam Madinah. Sehingga, bagi santri sudah tidak ada namanya NKRI bersyariah. Sudah tidak ada pertanyaan apakah Indonesia ini Thagut atau bukan? perlu khilafah atau bukan? Tidak. Indonesia sudah final. Dengan Pancasila tahun 45 yang dirumuskan oleh BPUPKI dan lain sebagainya, sudah menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia atau Negara Indonesia tidak bertentangan dengan agama Islam. 

Dengan ini, santri tidak mencita-citakan Negara Syariah atau Khilafah di Indonesia. Karena bentuk final hari ini adalah pencapaian, tidak hanya pencapaian pengetahuan tapi juga pencapaian spiritual yang direpresentasikan oleh semisal Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahid Hasyim dan sebagainya, yang notabene itu adalah kiai-kiai kita. Intinya, satu, jangan terlena dengan bujukan-bujukan untuk menciptakan khilafah di Indonesia. Bohong. Bohong semua (bujukan) itu. 

Jangan terlena dengan bujukan menciptakan NKRI bersyariah, itu kamuflase.
 Seakan-akan yang diciptakan, didirikan, dirembuk oleh Kiai Hasyim Asy’ari, yang dirembuk oleh Kiai Wahid Hasyim, itu belum bersyariah.
Tidak! Sudah! Tanpa embel-embel resmi bersyariah, Indonesia ini, secara nilai,  tidak bertentangan dengan Agama Islam. Dan ini penting untuk diketahui oleh para santri. 

Sehingga nanti ketika kalian sudah kembali ke masyarakat dan berkontribusi terhadap pembangunan kemerdekaan ini, maka yang tidak boleh hilang adalah kecintaan kepada Allah dan Rasulnya. Dan kemudian ekspresi bagaiamana kalian berkontribusi terhadap masyarakat adalah sesuai dengan peran masing-masing. Anda Boleh berperan sebagaia apapun, apapun secara sosial. Tetapi, orientasi dari semua itu adalah ketauhidan, mahabbah kepada Allah dan Rasulullah.

lihat versi videonya di chanel youtube kami : Asy-Syafaah TV

Senin, 22 Juli 2019

PESAN AYAH SAAT MENJENGUK ANAKNYA DI PESANTREN

oleh: Gus Mad

Nak, Coba letakkan HP itu ! Matikan saja. Aku datang ke pesantren ini supaya kamu dapat melepaskan rasa rindu kepadaku. Akulah ayahmu, bukan justeru engkau "bermesraan" dengan barang itu.

Ayah berhak cemburu, sebab engkau adalah darah dagingku. Engkau lahir dari rahim ibumu, bukan terbuat dari elektronik itu.

Aku ini bukan konglomerat, tetapi tergolong kelas ekonomi melarat. Aku datang ke sini, menanggung segala resiko. Waktu bekerja kutanggalkan, hasil usaha berkurang demi dirimu, dan rela berkorban kehujanan atau kepanasan karena hanya motor yang kupunya. Ternyata engkau lebih peduli pada HP itu ketimbang menomorsatukan aku.

Nak, Engkau sanggup bersekolah, engkau bisa berpakaian layak dan engkau mampu melahap makanan hingga hari ini.
Lihatlah dibalik itu semua, ayah peras keringat banting tulang dan bahkan ayah bersusah payah mencari pinjaman, mengurangi makan dan tak jarang menjual barang kesayangan ibumu.
Untuk apa semua ini ? Agar engkau tidak terhina, supaya kebutuhanmu terpenuhi.

Ketika kau di pesantren, seakan begitu terhimpit urusan penting, ayah di suruh datang tepat waktu tanpa tawar lagi. Padahal tidak perlu kau perintah, pasti ayah menjenguk demi mengirim dan mengetahui kondisimu.
Tetapi nak, Sesampai di sini, kau lebih asyik dengan HP itu seakan-akan keberadaanku tak berarti.

Sejauh menyusuri jalan, besar harapan ayah dapat bercengkrama dan bersenda gurau denganmu. Ayah ingin mendengar celotehmu tentang dunia lain di luar lingkungan rumah kita. Apa saja cerita kehidupan sehari-hari bersama sahabat, kakak senior, dan para ustadz-ustadzmu.

Bahkan ayah sangat senang jika anak ayah menceritakan tentang pengalaman serta hasil belajarmu selama ini. Ayah suka saat kamu berkeluh-kesah, mengadu dan bertingkah manja di hadapan ayah.  Tersanjung rasa hatiku ketika butiran bening air mata menghias pipimu karena persoalan-persoalan yang melilitmu dengan detail kau ungkapkan lewat bibirmu.
Terasa sekali akulah ayahmu.

Tetapi sayang, kini kau sengaja mengganti posisi orang tuamu ini hanya dengan HP itu.
Senyum renyah, dan tawa kecilmu kau persembahkan pada sebatang alat itu.
Aku seakan hanya seorang satpam yang menjaga tuannya. Sungguh tegamu telah melewati rasa asih pada ayahmu...

Tatkala aku bertanya, kau hanya mengucapkan satu dua kalimat tanpa memperlihatkan perhatian. Bahkan seringkali kau merespon dengan anggukan. Nyata betul kau enggan menjawab kata-kata ayahmu ini.

Nak, sebegitu berharga barang itu bagimu hingga kehadiran ayahmu ini tak lagi bermakna.
Andai bukan karena rasa sayang sosok ayah pada anaknya, mungkin aku kembali ke rumah lebih awal dari waktunya.

Padahal begitu kau merasa kekurangan bekal, tanpa segan kau memaksa bagai prompak yang tengah menjarah. Seakan ayahmu tak boleh berkelit dengan secuil alasan.
Sebagai kepala rumah tangga, pasti ayah akan mengejar kemanapun rupiah ditemukan sekalipun harus menukar harga diri, sebagai bentuk tanggungjawab ayah.

Tak mengapa, bagi ayah garis hidup ini merupakan lika-liku yang harus dijalani. Pertemuan yang membelah jarak dan waktu antara dirimu dan ayah telah membasmi lelah.
Tetapi nak... Saat kita dekat, kau jauhkan dirimu dariku. Kau lebih memilih berselancar di dunia maya, bahkan kau memprioritaskan pertemanan.

Nak, di mana kau peroleh perilaku demikian ? Tidak mungkin guru-gurumu mengajarkan tentang ini semua.
Jika dalam sekian tahun yang kau habiskan hanya mampu memperlihatkan kelihaianmu bermain barang itu, berarti keberadaanmu di tempat ini tak ubahnya seperti anak-anak kampung kita. Mereka tak berpendidikan, namun mereka piawai menjalankan aplikasi HP-nya. Lalu buat apa kau memungut pundi-pundi dari ayah, bila eksistensimu hanya sebanding mereka ?
~
Semoga berkah
PESAN AYAH SAAT MENJENGUK ANAKNYA DI PESANTREN

Selasa, 16 Juli 2019

Kerasan Gak Kerasan Tetap Santri


oleh: Zainur Roziqin

            Pesantren merupakan salah satu lembaga berbasis agama yang keberadaannya cukup terkenal dikalangan masyarakat Indonesia, mulai dari petani, penyanyi sampai pejabat tinggi. Oleh karena itu banyak masyarakat yang antusias memondokkan anaknya di pesantren, meskipun sebagian orang tidak berpendapat demikian.
            Tak luput dari itu, pondok pesantren banyak menerima murid (santri) baru. Ada macam-macam alasan yang membuat mereka masuk pondok pesantren,ada yang karena keinginan sendiri, di suruh orang tua, punya permintaan yangharus dikabulkan, bahkan ada yang tidak mempunyai alasan sama sekali.
         ***
            Di  awal-awal masuk pesantren, ada hal-hal yang mengganggu santri yaitu rasa tidak kerasan, perasaan yang mengganggu santri itu sendiri, juga bahkan orangtuanya. Itu semua terjadi karena mereka kepikiran dengan masa-masa di rumahnya. Di saat temannya yang tidak mondok bisa bermain bebas, santri baru dituntut untuk disiplin tinggi, mengikuti peraturan-peraturan yang ada.
Kerasan Gak Kerasan Tetap Santri
Santri Baru PPRU I mengikuti kegiatan rutin pesantren

             “Nggak kerasan” juga didorong adanya santri lama yang suka usil, lebih-lebih santri baru yang masih berusia dini.  Perlakuan santri senior yang  berlebihan seperti, menggotong mereka sering sekali terjadi, disertai dengan ancaman agar mereka mau menuruti perintah seniornya.
            Bukan hanya itu  sebab santri baru “nggak kerasan”.  Air juga tergolong sebab paling berpengaruh, terutama untuk pondok yang daerahnya rawan musim kemarau semisal di Madura. Untuk minum saja santri masih harus ngantri. Coba bayangkan! Bagaimana perasaaan santri baru? Sumpek, gaes.Sumpah sumpek.
            Apalagi ditambah dengan kegiatan yang super-duper  padatnya, mulai dari subuh harus melek untuk salat berjemaah, dilanjutkan dengan ngaji Alquran dan kegiatan yang lainnya sampai jam 12 WIB, habis itu baru bisa tidur dengan pulas.
            Terus bagaimana solusi santri baru itu bisa kerasan? Yang menarik disini. Ada banyak hal yang biasa santri lama berikan kepada santri baru, contohnya:
santri baru harus sering-sering mengambil air minum, agar cepat kerasan
 (kok aneh ya, ngambil air bisa bikin kerasan?). Diyakini atau tidak, hal semacam ini ampuh membuat santri baru kerasan. Asalkan yakin.
            Tidak berhenti di situ, santri lama biasanya juga sengaja usil menyuruh santri baru melakukan pekerjaan aneh. Misalkan disuruh minum air kamar mandi (jeding:baca madura). Menurut sebagian orang di luar sana (bukan santri) minum air jeding bisa menyebabkan kerasan serta gratis tanpa harus mengurangi jatah kiriman. Aneh bukan?.
Pergi ziarah makam masyayikh juga menjadi solusi agar santri baru cepat kerasan, dengan cara bertawasul mulai dari membaca surat Yasin, tahlilan dan zikir-zikir thoyyibah lainya.
 Namun, seiring dengan berkembanganzaman yang begitu cepat, pondok pesantren kini bermacam bentuknya, ada yang bertahan dengan salafiyahnya dan ada juga yang berevolusi menjadi pesantren modern. Sehingga momen-momen santri yang saya uraikan sebelumnya juga sudah jarang sekali terjadi, terutama untuk pondok pesantren yang berbasis modern.
Kalau masih belum kerasan bagaimana? Oke, sebentar, gaes. Kerasan adalah hidayah dari Tuhan yang bisa kita peroleh dengan usaha, dan masih banyak usaha yang bisa dilakukan selain yang saya sebutkan di atas. Jadi hasil nggak pernah mengkhianati usaha, gaess.Yang penting dilakoni dulu.
                                                                        ***
Momentum ini (masa-masa berjuang untuk kerasan) akan menjadi kenangan manis yang akan selalu diingat para santri, serta menjadi bahan cerita ketika muncul santri baru lainnya.
            Maka:
jangan jadikan nggak kerasan itu cobaan, tapi jadikanlah sebuah mimpi buruk yang ketika terbangun akan hilang begitu saja

Bersabarlah duhai santribaru dan yakinlah Allah itu Mahamengetahui serta tidak pernah tidur.