Kamis, 21 September 2023

Dalil-dalil Salat Arbain di Madinah – Oleh: KH. Ma’ruf Khozin

PPRU 1 Knowledge | Dahulu, istilah ini, saya dengar dari jemaah haji saat di Madinah. Saya sangka bahwa anjuran itu dari kitab-kitab fikih, ternyata, hal itu memiliki sumber riwayat hadis:


ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ: " ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪﻱ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﻼﺓ، ﻻ ﻳﻔﻮﺗﻪ ﺻﻼﺓ، ﻛﺘﺒﺖ ﻟﻪ ﺑﺮاءﺓ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ، ﻭﻧﺠﺎﺓ ﻣﻦ اﻟﻌﺬاﺏ، ﻭﺑﺮﺉ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﺎﻕ "

Dari Anas bin Malik bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang salat di masjid saya sebanyak 40 kali Salat (8 hari), tanpa tertinggal satu salat maka ditulis baginya bebas dari neraka, selamat dari siksa dan terlepas dari sifat munafik"

Foto: Seseorang ketika bersujud

Para ulama kalangan ahli hadist berbeda pendapat soal daif tidaknya. Al Hafizh Al Haitsami berkata:


ﺭﻭاﻩ ﺃﺣﻤﺪ، ﻭاﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻷﻭﺳﻂ، ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﺛﻘﺎﺕ

Hadis riwayat Ahmad dan Thabrani dalam Mu'jam Ausath, para perawinya terpercaya sebagaimana di Majma' Zawaid.

Kecenderungan beliau memberi penilaian Hasan karena menjadikan hadis ini sebagai penguat pada hadis Tirmidzi yang akan disebutkan di bawah.

Akan tetapi para ulama Salafi Wahabi menilai daif, dengan alasan ada perawi yang tidak diketahui, yaitu:


ﻧﺒﻴﻂ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ، ﻓﻘﺪ ﺗﻔﺮﺩ ﺑﺎﻟﺮﻭاﻳﺔ ﻋﻨﻪ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ اﻟﺮﺟﺎﻝ، ﻭﺗﺴﺎﻫﻞ اﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻓﺄﻭﺭﺩﻩ ﻓﻲ "ﺛﻘﺎﺗﻪ" ٥/٤٨٣.


Nubaith bin Umar, hanya Abdurrahman bin Abi Rijal seorang diri yang meriwayatkan darinya. Dan Ibnu Hibban bersikap gampangan (tidak ketat). dia memasukkan dalam kitab Tsiqatnya (5/483)

Apakah seandainya hadis ini daif boleh diamalkan? Tentu boleh, sebab sudah populer bahwa Imam Ahmad dan ulama Salaf lainnya membolehkan untuk mengamalkan hadis daif untuk memotivasi dalam melakukan kebaikan dan salat berjamaah termasuk bab keutamaan;


قال أحمد بن حنبل إذا روينا عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: في الحلال والحرام شددنا في الأسانيد وإذا روينا عن النبي صلى الله عليه وسلم في فضائل الأعمال ومالا يضع حكماً ولا يرفعه تساهلنا في الأسانيد. (طبقات الحنابلة - ج ١ / ص ١٧١)


Ahmad bin Hambal berkata: “Bila kami meriwayatkan dari Nabi tentang hukum halal dan haram, maka kami sangat selektif dalam hal sanad. Jika kami meriwayatkan keutamaan amal dan selain hukum, maka kami bersikap gampangan dalam sanad” (Syekh Ibnu Abi Ya'la, Thabaqat Al Hanabilah, 1/171)

Adakah ulama otoritatif yang beristimbath dengan hadis tersebut? Ada, yaitu Fatwa Ulama Mesir:


ﻓﺈﺫا ﻛﺎﻥ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﺣﺮا ﻓﻰ ﺇﻗﺎﻣﺘﻪ ﻭﻓﻰ ﺳﻔﺮﻩ ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﻌﺪﺩ، ﺑﻞ ﻭﺃﻛﺜﺮ ﻣﻨﻪ ﻧﻈﺮا ﻟﻠﺜﻮاﺏ اﻟﻌﻈﻴﻢ، ﻓﺈﺫا ﻛﺎﻥ ﻣﻀﻄﺮا ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻔﺮ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ اﻝﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻓﻼ ﺣﺮﺝ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻬﺬا ﺃﻣﺮ ﻣﻨﺪﻭﺏ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻮاﺟﺐ


"Jika seseorang secara leluasa menetap di Madinah dan bepergian maka yang utama adalah melakukan salat 40 berjamaah ini, bahkan lebih banyak, melihat agungnya pahala. Jika dia terpaksa bepergian sebelum salat 40 kali maka tidak apa-apa karena ini adalah anjuran, bukan kewajiban" (Fatawa Al Azhar, Bab Ahkamus salat Hal. 13)

Saya berharap setelah terbiasa salat jemaah 40 kali menjadi jembatan untuk berjamaah pada jumlah yang lebih berat yaitu 40 hari:


ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻳﺪﺭﻙ اﻟﺘﻜﺒﻴﺮﺓ اﻷﻭﻟﻰ ﻛﺘﺐ ﻟﻪ ﺑﺮاءﺗﺎﻥ: ﺑﺮاءﺓ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ، ﻭﺑﺮاءﺓ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﺎﻕ


Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa salat 40 hari berjamaah, menjumpai takbir pertama, maka dia dicatat 2 kebebasan, terbebas dari neraka dan bebas dari sifat munafik" (HR Tirmidzi, banyak ulama menilai sebagai hadis Hasan karena jalur riwayat yang banyak).

Kita tahu 40 hari adalah bagian dari proses pembiasaan sehingga diharapkan akan selalu melakukan salat secara berjamaah. Amin.

*Oleh: KH. Ma’ruf Khozin (Ketua Komis Fatwa MUI Jatim, Ketua Aswaja Center PWNU Jatim dan Dewan Pengasuh PP. Raudlatul Ulum 1 Ganjaran)


Selasa, 05 September 2023

Kyai Yahya, Santri dan Sulutan Rokok di Tangan

 

PPRU 1 News | Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra Divisi Ubudiyah mengundang Dr. KH. Muhammad Adib Mursyid untuk memberikan mauidzoh hasanah pada Senin, 4 September 2023 di musala Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra sebagai alternatif bimbingan ibadah yang biasa dilakukan pada setiap malam Selasa.

Dalam kesempatan tersebut, salah satu keluarga ndalem yang menjabat sebagai Rektor IAI Al-Qolam Malang tersebut menyampaikan akan pentingnya bercanda dalam kehidupan sehari-hari. “Tetapi jangan sampai membayangkan bahwa bercanda itu hanya yang urakan itu karena bercanda itu cakupannya luas,

Foto: Gus Adib dalam memberikan Mauidzhoh Hasanah

Ada banyak sekali contoh dari masyayikh kita yang walaupun beliau-beliau sudah lanjut usia dan mempunyai wibawa, beliau tidak lepas dari kebiasaan bercanda,” papar beliau melanjutkan.

Beliau lantas menyebutkan contoh bagaimana KH. Yahya, pendiri PP. Raudlatul Ulum 1 dalam bercanda dengan santrinya.

“Suatu hari, kira-kira pada tahun 60-an, di  tahun itu, Kiai masih sehat dan bangunan pondokpun juga baru jadi. Pondok belum ada listrik pada waktu itu. Karena pada tahun 60-an itu, listrik kan belum masuk ke desa-desa. Di Desa Ganjaranpun masih menggunakan lampu strongking.

Jadi pada saat itu, ketika beliau hendak membangunkan santri di jam 3 pagi, ada salah satu santri yang bangun dan melihat keberadaan Kiai. Tetapi yang anak santri itu lihat bukan Kiai. Karena pada waktu kondisi pondok memang gelap. Yang santri itu lihat adalah seseorang dengan sulutan rokok yang ada di tangannya.

Senin, 04 September 2023

Mauidzoh Hasanah di PPRU 1 Putra, Gus Adib: Santri itu Harus Bercanda!

PPRU 1 News | Div. Ubudiyah PP. Raudlatul Ulum 1 Putra mengundang Dr. KH. Muhammad Adib Mursyid pada Senin, 4 September 2023 untuk memberikan mauidzoh hasanah kepada para santri di musala PP. Raudlatul Ulum 1 Putra.

Dalam kesempatan tersebut, Rektor IAI Al-Qolam Malang tersebut menyampaikan akan pentingnya bercanda dalam kehidupan sehari-hari. “tetapi jangan sampai membayangkan bahwa bercanda itu hanya yang urakan itu, ya. Karena bercanda itu cakupannya luas” dawuh beliau dalam menstimulus para santri.

Foto: Dr. KH. Adib dalam memberikan Mauidzoh Hasanah

Dalam kemepatan tersebut, beliau menyebut beberapa gaya bercanda ulama terdahulu. Mulai dari KH. Zainulloh (Mursyid tarikat An-Naqsabandiyah), KH. Wahab Hasbullah (salah satu pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama’) hingga yang termuda, KH. Abdurrahman Wahid (Presiden ke-4 Republik Indonesia dan Ketua PBNU)

“Jadi dahulu itu,” mulai beliau dalam bercerita, “Kiai Yahya itu pernah diundang oleh salah satu alumni yang berdomisili di salah satu kampung di Desa Ganjaran yang berbatasan dengan Desa Putuk Rejo. Hampir semua Kiai yang ada di Ganjaran itu diundang. Mulai dari Kiai Zainullah, Kiai Fudholi, Kiai Abbas, Kiai Muhammad, Kiai Qosim, Kiai Dumyati dan Kiai Ismail.

Nah, Kiai Zain kan yang paling sepuh, jadi ada di tengah. Pada waktu itu, oleh tuan rumah, disediakan satu ayam panggang utuh. Selain itu, tuan rumah menyediakan ayam yang di masak kuah kare.

Ketika itu, ketika tahlil dan doa sudah dibacakan, Kiai Zain itu menggeliat. “Ayo, Sul!” ucap Kiai Zain pada Sulhan, salah satu khadim-nya, “Saya sakit semua ini. Samean ambilkan kantung plastik, sul. Bawa ayam panggang utuh itu! Ayo, pulang, yuk!” Kiai yang lainpun kaget dengan merespon “Loh! Ayam utuhnya dibawa!”

Ketika Kiai Zain sudah berada di atas motor untuk pulang, salah satu kiai mengejar. “Bagi sedikitlah, kiai!” pinta kiai yang mengejar itu.

Selasa, 15 Agustus 2023

Tragedi Karbala dan Munculnya Syiah


Tragedi Karbala dan munculnya Syiah memiliki keterkaitan yang erat dalam sejarah Islam. Tragedi Karbala terjadi pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriyah (10 Oktober 680 Masehi) di Karbala, wilayah yang sekarang berada di Irak. Peristiwa ini merupakan perang saudara di kalangan Muslim yang terjadi antara kelompok yang mengikuti Imam Husain ibn Ali dan pasukan yang setia kepada penguasa saat itu, Yazid I, dari dinasti Umayyah.

Imam Husain adalah cucu Nabi Muhammad SAW, putra dari Ali ibn Abi Talib dan Fatimah, putri Rasulullah. Dia menolak mengakui pemerintahan yang tidak adil dari Yazid I dan melihatnya sebagai pelanggaran terhadap kepemimpinan yang benar dalam Islam. Ketika Yazid I mengirim pasukan untuk menghadapi Imam Husain di Karbala, Imam Husain dan para pengikutnya, yang sebagian besar anggota keluarga Nabi dan sahabat-sahabat terdekatnya, menghadapi pertempuran yang tidak seimbang. Akhirnya, Imam Husain dan seluruh pengikutnya, termasuk anak-anaknya yang masih kecil, gugur dalam pertempuran tersebut.

Tragedi Karbala menciptakan sentimen yang mendalam di kalangan umat Muslim. Peristiwa tersebut menyoroti pentingnya keadilan dan kebenaran dalam kepemimpinan dan menegaskan pentingnya sikap berani melawan ketidakadilan dan kezaliman. Reaksi atas tragedi ini membentuk suatu gerakan yang menjadi dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai Syiah Islam.

Syiah adalah salah satu dari dua denominasi mayoritas dalam Islam, selain Sunni. Perbedaan antara Sunni dan Syiah bermula dari peristiwa sejarah seperti Tragedi Karbala. Pengikut Syiah meyakini bahwa pemimpin Islam harus berasal dari keturunan langsung Nabi Muhammad melalui garis keturunan Ali dan Fatimah, yang dimulai dengan Imam Ali sebagai khalifah pertama. Mereka juga meyakini bahwa Imam-imam yang dipilih oleh Allah memiliki status lebih tinggi daripada para khalifah dan harus diikuti dan patuh kepada mereka.

Sementara itu, Sunni mengakui kepemimpinan para khalifah yang dipilih oleh komunitas Muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad, dimulai dengan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan terakhir, Ali. Mereka memandang kepemimpinan sebagai hasil dari konsensus komunitas Muslim dan merayakan keseluruhan sahabat Nabi sebagai teladan.

Pergeseran pemahaman ini terus berkembang seiring berjalannya waktu, membentuk dua aliran besar dalam Islam, yaitu Sunni dan Syiah. Kedua aliran ini memiliki perbedaan dalam ajaran, praktik, dan struktur organisasi, namun juga memiliki banyak persamaan, terutama dalam keyakinan dasar mengenai Allah dan Rasul-Nya. Penting untuk diingat bahwa Islam sebagai agama besar mempersatukan umat Muslim di seluruh dunia, dan semangat dialog dan saling pengertian di antara semua aliran dan denominasi sangat dianjurkan.

*Oleh: Muhammad Khofi (Staf Keuangan Madin Raudlatul Ulum 1 Putra)

 

 

 

 

 

 

Selasa, 01 November 2022

Guru Mulia - Oleh: KH. Madarik Yahya

Jika saja perjumpaan dapat niscaya
Cerita tidak akan diselesaikan dengan tamat
Terkadang nestapa bukan karena perpisahan
Justru merindu yang tak lagi berhingga
Kalau waktu dapat saja diputar
Maka dalam hidup tak ada lagi album kenangan

Bayangan sosok itu kini kian samar
Karena bingkai cermin kehidupan yang mulai memburam
Merindui pribumi itu
Bagai merindu hujan pada hutan yang terbakar
Kerinduan adalah keterasingan ditengah keramaian
Pengobatnya adalah pertemuan
Kedati bersua itu berbentuk mimpi-mimpi
Terbiasa berhasrat ketiadaan
Terbiasa mengubur selaksa kenangan
Namun....
Usai bertarung dengan waktu
Tak ada ikhtiar kecuali berdamai dengan tuhan
Mencumbui nostalgia hanyalah cumbu belaka
Seharusnya ditukar dengan asa

Jumat, 05 Maret 2021

JEJAK PPQ AL-QOSIMI PUTUKREJO GONDANGLEGI MALANG (history)



JEJAK PPQ AL-QOSIMI

PUTUKREJO GONDANGLEGI MALANG

Oleh: Gus Mad

Sejarah Singkat

Pondok Pesantren Al-Qur’an (PPQ) Al-Qosimi adalah pesantren tahfidz yang berdomisili di desa Putukrejo kecamatan Gondanglegi kabupaten Malang. Pesantren yang dikhususkan bagi santri putri itu tercatat lahir pada tanggal 03 Oktober 2014 M atau 08 Dzulhijjah 1435 H. Sejak tanggal 29 November 2016, nama pesantren tahfidz ini mengalami perubahan dari PPQ-RU 2 manjadi PPQ Al-Qosimi. Perubahan tersebut disebabkan oleh keinginan Ning Maria Ulfa, selaku Pengasuh, yang mendambakan berkah (tabarruk) dengan semudera ilmu dan karomah kemuliaan KH Qosim Bukhori sebagai pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 2 Putukrejo Gondanglegi Malang.

Di awal-awal proses berdiri pesantren ini dimulai dari tiga orang santri yang berminat menyetorkan bacaan Al-Qur’an kepada Ning Maria Ulfa di rumahnya kala itu sudah berada di lokasi belakang dalam lingkungan PPRU 2. Ketiga santri putri tersebut adalah Nur Aini, Maftuhah dan Maulidiya, dengan ragam setoran; bil ghaib dan binnadzar. Pada mulanya, ning yang biasa dipanggil Ning Ulfa itu, enggan menyertai mereka berdua secara serius karena kesibukan sebagai guru di SMA RU 2 saat itu telah banyak menyita waktunya. Sejak tahun 2008, Ning Ulfa telah berperan aktif mengajar di unit formal, bahkan pada tahun 2011 sekian bulan seusai lulus dari IAI Al-Qolam Gondanglegi ia mengikuti pelatihan guru sertifikasi di Surabaya dan dinyatakan lulus pada tahuan 2012.

Namun kegigihan ketiga santri itu, akhirnya membuat hati Ning Ulfa berubah dari sedikit kesal menjadi trenyuh, sehingga bertekad menanggalkan status guru di unit formal demi meladeni santri-santri yang tetap getol melakukan setoran bacaan pada putri bungsu Yai Qosim itu. Secara bertahap jumlah peserta setor-baca Al-Qur’an yang dilakukan usai shalat Shubuh itu bertambah dan terus bertambah dari tiga, delapan, empat belas hingga akhirnya menjadi dua puluh lima santri. Memperhatikan grafik santri putri yang kian menanjak, membuat Ning Ulfa mulai berfikir persoalan tempat tinggal yang kemudian merelakan ruang makan disulap menjadi kamar inap mereka dengan menyekat kamar santap keluarga menjadi dua petak.


Logo Resmi PPQ AL-QOSIMI Malang

Setelah dilihat jumlah santri calon penghafal Al-Qur’an kian meroket, Ning Maria Ulfa mengutarakan kondisi tersebut sekaligus memohon doa restu kepada Nyah Hj. Zainab Qosim, maka pada pertengahan tahun 2015 Nyah Hj. Zainab Qosim meminta H. Lukman, agar mewakafkan tanah dan bangunan dibelakang rumah Ning Maria Ulfa untuk kepentingan hunian para santri penghafal Al-Qur’an. Di tahun itu, ruang hunian diperlebar ke arah timur sesuai luas tanah yang diberikan oleh salah satu ahli waris Abah Mahmudji tersebut.

Pada bulan Juni 2018, Pengasuh PPQ Al-Qosimi Putukrejo mengeluarkan informasi bahwa mengingat fasilitas pesantren yang terbatas, maka kuota penerimaan santri baru tahun ajaran 2018/2019 diancang hanya menerima 10 orang. Berkaitan dengan kabar itu, Ning Ulfa sebagai Pengasuh memohon maaf jika pendaftaran santri baru ditolak. Hal demikian dilakukan semata-mata demi kenyamanan santri, karena ruang huni mereka yang sudah tidak layak untuk ditambahkan santri baru.

Kondisi demikian ini membuat Nyah Hj. Zainab Qosim tergerak untuk kembali melobi keluarga (almarhum) Abah Mahmudji supaya mempertimbangkan lahan di utara rumah Ning Ulfa. Melalui berbagai proses, akhirnya pada bulan Agustus 2018, PPQ Al-Qosimi menerima hibah tanah seluas 736 M² dari keluarga besar (almarhum) Abah Mahmudji. Pelaksanaan pengukuran lahan kosong itu selain dihadiri wakil keluarga Abah Mahmudji, juga disaksikan oleh keluarga (almarhum) KH Qosim Bukhori. Pada tahun 2019 dimulai pembangunan gedung kamar yang diancang tiga lantai di atas lahan tersebut dengan proyeksi lantai pertama sebagai kamar hunian, lantai dua sebagai ruang aula dan lantai tiga ruang kelas.

Pada akhir tahun 2020 pembangunan gedung dua lantai telah dimulai. Pembangunan yang masih berlangsung ini (tahun 2021) diproyeksikan lantai bawah sebagai kamar kecil, lantai atas diperuntukkan sebagai tempat cuci dan jemuran.

 

Alm Kh. Qosim Bukhori


Tiga Landasan

Kelahiran pesantren yang di kemudian hari menjadi bagian dari unit PP Raudlatul Ulum 2 Putukrejo itu didasarkan pada tiga landasan pokok, yaitu:

Pertama, Firman Allah SWT:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

[QS. 08:02]

Kedua, pesan KH Qosim Bukhori: “Kalau diberikan rezeki anak perempuan, suruh menghafal Al-Qur’an saja di zaman sekarang. Biar lebih selamat.”

Ketiga, nalar ilmiah: Kemajuan teknologi disertai kebebasan tanpa batas yang melahirkan kehidupan paradoks dengan nilai-nilai agama membuat degradasi moral generasi muslim dipandang mulai mencapai titik nadir mengkhawatirkan. Sebab itulah, satu-satu solusi penyelamatan adalah kembali kepada pedoman agung dalam Islam.

Program Kegiatan

Rutinitas di PPQ Al-Qosimi memuat aspek hafalan: [1] Baca-simak (setoran) kepada Pengasuh bagi santri yang telah mencapai per-lima juz, dan kepada para ustadzah bagi santri yang belum mencapainya; [2] Pengulangan (muraja'ah) bagi santri yang memperlancar hafalan, baik individu maupun dengan teman sebaya. Ujian (imtihan) bagi santri yang telah menambah hafalan melalui tahapan ustadzah dan Pengasuh; [3] Baca umum (majelis qira'ah) bagi santri yang telah lulus verifikasi tertentu untuk membaca Al-Qur’an lewat pengeras suara; [4] Baca personal di makam Yai Qosim Bukhori bagi santri yang telah berhak memperoleh legalisasi dari Pengasuh.

Selain itu, ada pula program kegiatan yang memuat aspek ubudiyah: [1] Shalat berjamaah lima waktu yang harus diikuti oleh santri sejak suara adzan dikumandangkan dengan ketentuan mendengarkan, menjawab dan membaca doa setelah adzan secara bersama-sama, lalu ditutup dengan wiridan dan doa; [2] Shalat tahfidz malam Jumat secara berjamaah; [3] Ziarah maqbarah pendiri PP Raudlatul Ulum 2 Putukrejo setiap satu pekan sekali yang diikuti oleh seluruh santri guna memperkuat ikatan batin antara guru dan santri.

 

Sebagai perwujudan dari proses menghafal yang dilaksanakan secara bertahap, sejak tahun 2019 Ning Ulfa menerapkan seleksi santri baru hanya terdiri tingkat SMP, sedangkan untuk tingkat selain SMP akan di tes terlebih dahulu sebelum benar-benar di terima di PPQ Al-Qosimi. Seluruh santri yang lolos validitasi diwajibkan mengikuti program Metode Qiroaty, supaya proses hafalan terbebas dari ketidakmampuan bacaan. Pengasuh juga menganjurkan bagi santri senior agar mengikuti program Pembinaan Guru Metode Qiroaty sebagai bekal tambahan kelak ketika berada di tengah-tengah masyarakat.

 

Di luar rutinitas inti, para santri dibiasakkan menjaga kebersihan lingkungan dengan memilah sampah anorganik (sampah kering), dan sampah organik (sampah basah) sehingga pada akhir tahun 2020, para santri mampu menghasilkan dana dari pemberdayaan sampah ini. Di samping para santri diajari memasak dengan memberlakukan piket masak setiap pekan secara bergilir, mereka juga diberikan kesempatan berolah raga dengan mendatangkan instruktur senam dari luar setiap hari Jumat.

 

Dalam persoalan perizinan, Ning Ulfa memprioritaskan santri yang sakit. Bila berdomisili sekitar daerah Malang, maka diharuskan untuk pulang. Bila berasal dari wilayah yang jauh, maka pengurus segera melayani kesehatannya secara maksimal. Hal lain yang membuat PPQ Al-Qosimi berbeda dengan kebanyakan pesantren adalah kewajiban para santri berbahasa halus dengan sesama sahabat, tanpa memperdulikan strata santri senior atau yunior. Perilaku ini ternyata melahirkan sikap-sikap yang lebih kental dengan kesantunan antar sejawat.{gm/2021}


Akidah, Sifat, Visi dan Misi PPQ Al-Qosimi Putukrejo

 

Akidah: “Islam Ahlissunnah wal Jamaah”.

Sifat: “kekeluargaan, kemasyarakatan dan keagamaan”.

Visi: “Menghantar santri menjadi pembaca, penghafal dan pengajar Al-Qur’an”.

Misi: [1] Mencetak peserta didik yang mampu membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai ilmu tajwid; [2] Menciptakan peserta didik sebagai penghafal Al-Qur’an; dan [3] Menjadikan peserta didik yang memiliki kemampuan mengajarkan Al-Qur’an. 

Cerita sang nahkoda



Cerita sang nahkoda

Oleh : Muhammad Farhan

 

Walaupun terlahir dari ayahnya, tak lantas untuk menjadikannya manusia yang lupa terhadap ibunya, apalagi durhaka.

Mungkin, atau sudah dalam taraf pasti, kebanyakan dari manusia adalah terlahir dari rahim seorang ibunda. Bukan dari ayahanda. Namun masih juga banyak dari mereka yang tidak menaatinya.Meskipun terlahir darinya.Tapi tidak dengan ia. Walaupun dilahirkan dari ayahnya, tak lantas membuatnya untuk lupa pada ibunda. Apalagi durhaka.

Perkenalkan. Namanya Mukhlis Akmal. Salah satu, atau bahkan satu-satunya species makhluk hidup dimuka bumi yang terlahir dari ayahnya. Entah mukjizat atau bukan, entah spesial atau bukan, tapi memang begitulah adanya.

Terlahir dari keluarga ber-uang tak lantas membuatnya untuk lupa lautan. 2010 ia merantau. Tiga harmal dihantam gelombang tak membuatnya untuk patah arang. Ia teruskan berlayar. Dengan bentangan layar yang ditiup harapan, dengan rakitan perahu yang terbuat dari kerja keras, dengan angin yang meniupkan niat, ia berlayar disamudra lepas dihantam gelombang putus asa, badai rindu orang tua, guntur peluntur wanita. Tapi karna tekatnya untuk menjadi manusia akmal-lah semua gelombang, badai, halilintar ia lalui dengan keringat yang terus diperas, dengan semangat yang tak lepas.Bersama perahu rakitan sendiri, terhadap samudra mengarungi.

10 tahun berlalu dan kini menahkodai publikasi. Sebelum menjadi nahkoda, ceritanya, ia juga pernah menjadi pegawai pada bagian juru tulis disebuah kapal yang bernama akhbar. Kala itu, lanjutnya bercerita, dengan terus dimentori para tetua, para pegawai dikapal itu sangatlah dituntut untuk selalu ber-etos kerja, konsisten, kompeten dan telaten.

Berbeda dengan apa yang terjadi dikapal itu sekarang. Walaupun samadituntutnya, namun apa yang terjadi pada dewasa ini tidaklah sama dengan apa yang terjadi dimasa yang terlampaui. Hal ini disebabkan banyak faktor dan salah satunya adalah kurangnya mentor. Faktor inilah yang dianggap sangat mempengerahui hal tadi terjadi.

Dulu, pada masa itu, selain itu, ia sering kali diperintahkanoleh sinahkoda yang berkuasa untuk menulis tulisan yang ia sendiri tidak terlalu menguasai akan tulisan yang kepadanya sebuah tulisan teralamatkan. Hal tersebut tidaklah terjadi hanya satu atau dua kali. Melainkan berkali-kali.

Pada waktu itu, ceritanya, ia masih bocah dalam dunia juru tulis. Pengalaman menulisnya, pada waktu itu, tak sedewasa saat ini, saat menahkodai publikasi. Kala itu, ia sering mengalami hal yang sering juga dialami oleh penulis yang masih bocah. Ia sering terperangkap dalam kesunyian kata, terpenjara dalam hampa. Walau penuh tekanan, ia terus saja melanjutkan. Ia terus saja menuruti apa yang dikata oleh sinahkoda. Sebagai pegawai tak bergaji, apalah daya ini, lanjutnya bercerita.

Ya. Ia bekerja dan ia tak digaji. Mukhlis betul hidupnya memang. Pada mulanya memang tak ia rasakan dampak dari keikhlasannya. Namun setelah waktu terus berlalu,ia baru sadar bahwa apa yang ia telah lalui selama menjadi pegawai telah memberinya banyak pelajaran. Bukankah tiada hal tersia-sia tentang apa yang dicipta? Dan ia mengalami betul akan hal itu. Pada mulanya ia tak merasakan apa yang ia dapatkan dari sebuah pekerjaantak berpenghasilan yang ia lakukan. Tapi setelah waktu berlalu, ia baru sadar bahwa apa yang ia pernah temui, kini malah menemui. Dan dengan bekal yang ia bawa dari zaman yang telah berlalu itu, ia dapat bertahan hidup dari kegersangan fikir yang biasa melanda setiap manusia.



Ia terus saja bercerita, lama. Hingga dapatlah penulis simpulkan bahwa ada tiga pesan pokok yang ia ingin sampaikan.

Pertama. Jadilah mukhlis sehingga engkau menjadi manusia yang selalu dipenuhi keikhlasan.

Kedua. Jadilahakmalsehingga engkau menjadi manusia yang selalu mengejar kesempurnaan.

Ketiga. Jadilah keduanya sehingga engkau menjadi manusia yang selalu diteduhi harapan lagikeikhlasan.

Demikian. Sekian. Wassalam.[]

Pesantren itu bernama Raudlatul Ulum Suramadu (berita)

 


Pesantren itu bernama Raudlatul Ulum Suramadu

Oleh: Muhammad Farhan


Dari namanya saja sebagian dari pembaca mungkin sudah dapat menerka bahwa pesantren itu adalah cabang dari Raudlatul Ulum 1. Raudlatul Ulum suramadu.

Berdiri di kawasan satu kilometer dari gerbang tol jembatan suramadu, pesantren itu dibangun di atas lahan seluas 20 m x 60 m dengan bangunan yang setidaknya agak berbeda dengan bangunan pesantren salaf pada umumnya. Biasanya daerah dari setiap pesantren salaf yang ada adalah dengan menjadikan kamar mandi sebagai salah satu tempat berkumpulnya para santri dari berbagai daerah yang berdomisili di pesantren tersebut. Di pesantren itu tidaklah demikian. Kamar mandi dari pesantren itu nantinya akan dibangun sebanyak kamar tidur yang ada. Sebanyak bilik yang ada, sebanyak itu juga kamar mandinya. Selain meminimalisir terjadinya antrian yang tidak dapat terkendalikan, tentunya hal itu dapat meningkatkan tenggang rasa dari setiap pemilik bilik yang ada sekaligus dapat lebih menjaga kamar mandi yang dimiliki oleh setiap biliknya. Selain juga dapat dijadikan sebagai parameter dari kebersihanan anggota kamarnya. Karena barang siapa yang kamar mandinya tidak terawat maka jawabannya sudah jelas, karena pemiliknyalah tidak merawat. Setidaknya, memang seperti itulah rumusan sederhananya.

Selain hal kamar mandi tadi, pesantren itu juga menyediakan air mineral sebagai sumber penghilang dahaga bagi para santri yang nantinya akan menetap disana. berbeda dengan pesantren salaf  pada umumnya yang menjadikan air kran sebagai sumber penghilang dahaga bagi para santri yang menetapinya. Dua perbedaan itulah yang nantinya akan didapatkan oleh santri disana. walaupun masih akan mereka dapatkan hal yang sama dari pesanten-pesantren salaf pada umumnya.

Pada mulanya, sebetulnya,  pesantren yang tahap pembangunannya sudah mencapai lima persen ini bukanlah diniatkan untuk menjadi pesantren. Melainkan untuk dijadikan sebuah penginapan berbayar semacam villa-villa yang sudah ada. Pada mulanya seperti itu. Namun ketika disuatu waktu, ketika H. Abdurrahman nafis –sepupu dari H basuni Ghofur, alumni pondok pesantren raudlatul ulum satu, pendiri pondok pesantren Raudlatul Ulum Suramadu- berkunjung dan meninjau progres dari pembangunannya, ia melihat bahwa apa yang dibangunnya sekarang ini bukan hanya mirip dengan penginapan berbayar pada umumnya, melainkan juga mirip dengan pondok pesantren pada umumnya.  Karena itu, terbesitlah dalam hatinya untuk menjadikan apa yang dibangunnya saat ini sebagai pesantren. Dan karena kejadian terbesit itulah sehingga maklum dikata bila pesantren itu mempunyai tata letak yang setidaknya agak berbeda dengan pesantren salaf lainnya.

Ketika ditanya tentang basis dari pesantren yang akan diampu oleh beliau itu, apakah akan dibasiskan pada kitab klasik, alqu’an atau bahkan hadist, yang notabenenya adalah salah satu study ilmu yang beliau tekuni,  beliau K. Ma’ruf Khozin –putra ke-4 dari pasangan KH. Khozin Yahya dan nyai Hj. Maftuhah, ketua komisi fatwa MUI Jawa Timur, direktur aswaja center PWNU Jawa Timur- menjawab bahwa mungkin kebelakangnya bisa jadi iya. Tapi, lanjut beliau, memikirkan pesanten untuk dibasiskan suatu study tertentu itu kiranya suatu pemikiran yang agaknya masih terlalu jauh. Bayangkan saja bahwa untuk menjadi pesantren yang dapat berdiri dikaki sendiri saja setidaknya sudah memakan 4 atau bahkan 5 tahun lamanya. Apalagi berkehendak untuk menjadikan sebuah pesantren yang berbasis hadist, sumber kedua dalam islam setelah alqur’an yang untuk dapat memahaminya saja haruslah mempunyai peralatan lengkap. Mulai dari yang terdasar seperti nahwu dan shorof hingga yang tertinggi seperti manthiq dan balaghah. Karena agak jauh itulah, beliau telah meminta kepada salah satu pondok terdekat, al-Akhyar, untuk membantu beliau dalam proses belajar mengajar.



Selayang pandang mengenai pengasuh dari pesantren itu adalah K. Ma’ruf Khozin. Salah satu putra mahkota pondok pesantren Raudlatul Ulum 1. Rihlah ilmiahnya beliau mulai dari bangku mi raudlatul ulum putra. Hari sabtu ditahun 1994, 2 hari setelah selesainya ujian nasional yang beliau lakukan, beliau diantar langsung oleh abahnya untuk nyantri di pesantren al-Falah Ploso Mojo Kediri. Di pesantren itu beliau pernah mendirikan satu forum yang mewadahi minat kreativitas para santri. Fordis namanya.

Delapan tahun berlalu dan di tahun 2002 beliau memutuskan untuk boyong sekaligus menikah. Di tahun yang sama, disebelum boyong, beliau menikah dengan salah satu santri putri asal Surabaya, Wiya namanya.

Demikian. Sekian. Wassalam.[]



 

Senin, 01 Februari 2021

A Nga Nga (sosok)

 



A Nga Nga

Oleh: Abilu Royhan

Siapa yang tidak tahu kitab yang membeberkan tentang etika belajar. Yang sangat masyhur di kalangan pondok pesantren. Yakni kitab ta’limul muta’allim atau yang akrab dengan sebutan kitab taklim mutaklim (lidah jowo dan medureh). Kitab yang dikarang oleh syekh Azzarnuji karena beliau melihat banyak dari pencari ilmu yang tidak dapat meraih ilmu yang dia cita-citakan. Atau dia telah meraih ilmu itu, tapi ilmu itu tidak bermanfaat baginya kecuali hanya sedikit. Itu karena mereka salah atau bahkan tidak tahu tentang etika mencari ilmu. Dalam kitab ini ada sebuah keterangan tentang etika berguru atau mencari guru. Disitu diterangkan bahwa sebaiknya murid itu mencari guru yang lebih alim, lebih wira’i, lebih tua darinya dan lain sebagainya.

Siapa yang tidak tahu kitab yang menerangkan tentang tasawuf. Kitab yang sering dikaji dimana-mana. Yakni kitab bidayatul hidayah karangan Imam Abu Hamid Al-Ghazali atau yang masyhur dengan nama Imam Al-Ghazali. Kitab yang banyak menerangkan tentang ilmu tata krama dan juga anjuran untuk meninggalkan maksiat-maksiat yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh, baik dhohir atau batin. Di sana teman akan menemukan keterangan tentang macam-macam maksiat yang dilakukan oleh anggota tubuh seperti mata, mulut, telinga, dan yang lainnya termasuk hati. Termasuk maksiat hatiadalah al-kibr yakni merasa lebih baik dari orang lain dan menganggap yang lain itu lebih buruk darinya.

Dan satu lagi, siapa yang tidak tahu orang yang satu ini. Kelahiran Malang 7 oktober tahun 1994, yakni Ustadz Rif”an Fathoni. Salah satu asatidz Pondok Pesantren Raudlatul Ulum satu (PPRU 1) putra. Beliau mulai menimba ilmu di PPRU 1 ini pada tahun 2013, setelah beliau menimba ilmu di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin di Ampel Gading sana, dekat dengan rumah beliau. Beliau mulai nyantri di Pondok Pesantren Raudlatut thalibin sejak kelas 3 MI, tepatnya tahun 2003 sampai 2013, yang seterusnya beliau melanjutkan rihlahnya mondok di PPRU 1 ini. Maka jika dihitung-hitung sampai saat ini (2021), beliau kira-kira telah mondok 18 tahun. Hebat bukan?Beliau adalah guru dari sang penulis sendiri. Tepatnya guru ketika penulis duduk di karpet Isadarma (bukan ‘bangku Isadarma’, karena sistem pondokan, selain itu Isadarma tidak punya bangku) kelas dua dan tiga. Ketika itu yang diajarkan oleh beliau adalah dua kitab yang telah disebutkan di atas. Kitab yang banyak memaparkan keterangan tingkah laku  dalam mencari ilmu dan tingkah laku sehari-hari.

Salah satu keterangan yang telah tertulis dalam paragraf kedua diatas, yakni “termasuk maksiat hati adalah al-kibr yakni merasa lebih baik dari orang lain dan menganggap yang lain itu lebih buruk darinya”. Sebagian senior di pondok pesantren itu tidak mudah akrab dengan santri yang junior. Itu mungkin di dalam hati mereka terdapat rasa al-kibr. Sehingga mereka merasa tidak level berteman dengan santri junior. Atau mereka takut kehilangan harga dirinya, karena berkumpul dengan santri yang lebih junior. Tapi beliau tidak seperti mereka. Beliau bahkan hampir akrab dengan seluruh santri. Beliau tidak takut diremehkan oleh santri yang lebih junior. “Kita harus bisa mengambil hati mereka dulu, baru kita dapat mengatur mereka” karena itu prinsip dari pengurus ketua bidang taklimiyah yang satu ini.

Adapun paragraf sebelumnya ada sebuah keterangan, yakni “etika berguru atau mencari guru”. Penulis merasa tidak salah dalam memilih guru. Karena disamping beliau mengajarkan ilmu secara lahiriyah, yakni dengan memberi kajian dua kitab di atas kepada muridnya. Beliau juga mengajarkan muridnya melalui perilaku beliau setiap harinya. Artinya beliau juga memberi nasehat sikap, bukan hanya nasehat ucapan belaka. Itu dapat dilihat dari kebiasaannya sehari-hari. Mulai dari pakaian yang tidak terlalu mewah. Seperti yang dikatakan dalam kitab ta,lim muta’allim bahwa “pencari ilmu sebaiknya tidak terlalu menyibukkan dirinya dengan urusan dunia”. Atau perilaku beliau yang lain. Contoh, beliau mempunyai sifat tawakal yang bisa dikatakan cukup tinggi. Itu bisa diketahui dalam keseharian penulis ketika bersama beliau. Penulis pernah bertanya tentang seragam Isadarma yang belum dibayar. Beliau hanya menjawab “tenang ae, iku opo jare emben-emben”. Setiap penulis menanyakan suatu hal yang butuh sesuatu, sering beliau menjawab seperti itu. Tapi disamping itu beliau bukan berarti hanya diam saja. Nggak. Beliau tetap berusaha mencarikan jalan terbaik dalam setiap masalah yang dibincangkan dengan penulis.

Termasuk etika dalam belajar adalah pencari ilmu sangat dianjurkan untuk berkhidmah kepada guru atau yang biasanya disebut dengan ‘mengabdi’, bukan hanya mengaji saja. Karena dengan mengabdi kepada guru merupakan jalan untuk mendapat barokah guru. Dan itu telah banyak dilakukan oleh para Kyai dan Ulama terdahulu, termasuk para Kyai dan Ulama Indonesia. Beliau pernah bercerita kepada penulis, bahwasanya ayah beliau pernah memberi pesan kepada beliau sebelum beliau berangkat mondok. Ayah beliau memberi pesan yang cukup sederhana tapi penuh makna “leee... kamu tidak boleh boyong, sebelum kamu bisa menuangkan air kedalam gelas”. Pesan ayahanda itu tidak di mengerti oleh beliau ketika ayahnya berpesan saat itu. Tapi lambat laun, setelah beliau banyak menimba ilmu di pondok pesantren yang pernah beliau singgahi. Akhirnya beliau mengerti pesan dari sang ayah itu “jangan boyong, sebelum kamu mendapat barokah dari gurumu” kata beliau. Beliau mengibaratkan ilmu itu sebagai air, adapun gelas itu adalah barokahnya. “jadi... ketika seseorang telah mendapatkan ilmu tapi dia tidak mempunyai barokah dari gurunya, maka ya... akan tumpah” begitulah lanjut ucapan beliau. Sehingga beliau mempunyai sebuah kata mutiara‘A Nga Nga’  singkatan dari ‘ayo ngaji ayo ngabdi’. Mungkin itu terinspirasi dari kata ayahanda beliau. Semoga kita dapat meneladani cerita beliau diatas, sehingga kita dapat menerapkan kata  mutiara beliau ‘A Nga Nga’. Kata itu menganjurkan para pencari ilmu untuk tidak hanya mengaji saja tapi juga mengabdi.