Selasa, 15 Agustus 2023

Tragedi Karbala dan Munculnya Syiah


Tragedi Karbala dan munculnya Syiah memiliki keterkaitan yang erat dalam sejarah Islam. Tragedi Karbala terjadi pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriyah (10 Oktober 680 Masehi) di Karbala, wilayah yang sekarang berada di Irak. Peristiwa ini merupakan perang saudara di kalangan Muslim yang terjadi antara kelompok yang mengikuti Imam Husain ibn Ali dan pasukan yang setia kepada penguasa saat itu, Yazid I, dari dinasti Umayyah.

Imam Husain adalah cucu Nabi Muhammad SAW, putra dari Ali ibn Abi Talib dan Fatimah, putri Rasulullah. Dia menolak mengakui pemerintahan yang tidak adil dari Yazid I dan melihatnya sebagai pelanggaran terhadap kepemimpinan yang benar dalam Islam. Ketika Yazid I mengirim pasukan untuk menghadapi Imam Husain di Karbala, Imam Husain dan para pengikutnya, yang sebagian besar anggota keluarga Nabi dan sahabat-sahabat terdekatnya, menghadapi pertempuran yang tidak seimbang. Akhirnya, Imam Husain dan seluruh pengikutnya, termasuk anak-anaknya yang masih kecil, gugur dalam pertempuran tersebut.

Tragedi Karbala menciptakan sentimen yang mendalam di kalangan umat Muslim. Peristiwa tersebut menyoroti pentingnya keadilan dan kebenaran dalam kepemimpinan dan menegaskan pentingnya sikap berani melawan ketidakadilan dan kezaliman. Reaksi atas tragedi ini membentuk suatu gerakan yang menjadi dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai Syiah Islam.

Syiah adalah salah satu dari dua denominasi mayoritas dalam Islam, selain Sunni. Perbedaan antara Sunni dan Syiah bermula dari peristiwa sejarah seperti Tragedi Karbala. Pengikut Syiah meyakini bahwa pemimpin Islam harus berasal dari keturunan langsung Nabi Muhammad melalui garis keturunan Ali dan Fatimah, yang dimulai dengan Imam Ali sebagai khalifah pertama. Mereka juga meyakini bahwa Imam-imam yang dipilih oleh Allah memiliki status lebih tinggi daripada para khalifah dan harus diikuti dan patuh kepada mereka.

Sementara itu, Sunni mengakui kepemimpinan para khalifah yang dipilih oleh komunitas Muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad, dimulai dengan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan terakhir, Ali. Mereka memandang kepemimpinan sebagai hasil dari konsensus komunitas Muslim dan merayakan keseluruhan sahabat Nabi sebagai teladan.

Pergeseran pemahaman ini terus berkembang seiring berjalannya waktu, membentuk dua aliran besar dalam Islam, yaitu Sunni dan Syiah. Kedua aliran ini memiliki perbedaan dalam ajaran, praktik, dan struktur organisasi, namun juga memiliki banyak persamaan, terutama dalam keyakinan dasar mengenai Allah dan Rasul-Nya. Penting untuk diingat bahwa Islam sebagai agama besar mempersatukan umat Muslim di seluruh dunia, dan semangat dialog dan saling pengertian di antara semua aliran dan denominasi sangat dianjurkan.

*Oleh: Muhammad Khofi (Staf Keuangan Madin Raudlatul Ulum 1 Putra)

 

 

 

 

 

 

Previous Post
Next Post

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 adalah pesantren salaf yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi, Menggenggam Ajaran Salaf, Menatap Masa Depan

0 comments: