Jumat, 05 Maret 2021

Cerita sang nahkoda



Cerita sang nahkoda

Oleh : Muhammad Farhan

 

Walaupun terlahir dari ayahnya, tak lantas untuk menjadikannya manusia yang lupa terhadap ibunya, apalagi durhaka.

Mungkin, atau sudah dalam taraf pasti, kebanyakan dari manusia adalah terlahir dari rahim seorang ibunda. Bukan dari ayahanda. Namun masih juga banyak dari mereka yang tidak menaatinya.Meskipun terlahir darinya.Tapi tidak dengan ia. Walaupun dilahirkan dari ayahnya, tak lantas membuatnya untuk lupa pada ibunda. Apalagi durhaka.

Perkenalkan. Namanya Mukhlis Akmal. Salah satu, atau bahkan satu-satunya species makhluk hidup dimuka bumi yang terlahir dari ayahnya. Entah mukjizat atau bukan, entah spesial atau bukan, tapi memang begitulah adanya.

Terlahir dari keluarga ber-uang tak lantas membuatnya untuk lupa lautan. 2010 ia merantau. Tiga harmal dihantam gelombang tak membuatnya untuk patah arang. Ia teruskan berlayar. Dengan bentangan layar yang ditiup harapan, dengan rakitan perahu yang terbuat dari kerja keras, dengan angin yang meniupkan niat, ia berlayar disamudra lepas dihantam gelombang putus asa, badai rindu orang tua, guntur peluntur wanita. Tapi karna tekatnya untuk menjadi manusia akmal-lah semua gelombang, badai, halilintar ia lalui dengan keringat yang terus diperas, dengan semangat yang tak lepas.Bersama perahu rakitan sendiri, terhadap samudra mengarungi.

10 tahun berlalu dan kini menahkodai publikasi. Sebelum menjadi nahkoda, ceritanya, ia juga pernah menjadi pegawai pada bagian juru tulis disebuah kapal yang bernama akhbar. Kala itu, lanjutnya bercerita, dengan terus dimentori para tetua, para pegawai dikapal itu sangatlah dituntut untuk selalu ber-etos kerja, konsisten, kompeten dan telaten.

Berbeda dengan apa yang terjadi dikapal itu sekarang. Walaupun samadituntutnya, namun apa yang terjadi pada dewasa ini tidaklah sama dengan apa yang terjadi dimasa yang terlampaui. Hal ini disebabkan banyak faktor dan salah satunya adalah kurangnya mentor. Faktor inilah yang dianggap sangat mempengerahui hal tadi terjadi.

Dulu, pada masa itu, selain itu, ia sering kali diperintahkanoleh sinahkoda yang berkuasa untuk menulis tulisan yang ia sendiri tidak terlalu menguasai akan tulisan yang kepadanya sebuah tulisan teralamatkan. Hal tersebut tidaklah terjadi hanya satu atau dua kali. Melainkan berkali-kali.

Pada waktu itu, ceritanya, ia masih bocah dalam dunia juru tulis. Pengalaman menulisnya, pada waktu itu, tak sedewasa saat ini, saat menahkodai publikasi. Kala itu, ia sering mengalami hal yang sering juga dialami oleh penulis yang masih bocah. Ia sering terperangkap dalam kesunyian kata, terpenjara dalam hampa. Walau penuh tekanan, ia terus saja melanjutkan. Ia terus saja menuruti apa yang dikata oleh sinahkoda. Sebagai pegawai tak bergaji, apalah daya ini, lanjutnya bercerita.

Ya. Ia bekerja dan ia tak digaji. Mukhlis betul hidupnya memang. Pada mulanya memang tak ia rasakan dampak dari keikhlasannya. Namun setelah waktu terus berlalu,ia baru sadar bahwa apa yang ia telah lalui selama menjadi pegawai telah memberinya banyak pelajaran. Bukankah tiada hal tersia-sia tentang apa yang dicipta? Dan ia mengalami betul akan hal itu. Pada mulanya ia tak merasakan apa yang ia dapatkan dari sebuah pekerjaantak berpenghasilan yang ia lakukan. Tapi setelah waktu berlalu, ia baru sadar bahwa apa yang ia pernah temui, kini malah menemui. Dan dengan bekal yang ia bawa dari zaman yang telah berlalu itu, ia dapat bertahan hidup dari kegersangan fikir yang biasa melanda setiap manusia.



Ia terus saja bercerita, lama. Hingga dapatlah penulis simpulkan bahwa ada tiga pesan pokok yang ia ingin sampaikan.

Pertama. Jadilah mukhlis sehingga engkau menjadi manusia yang selalu dipenuhi keikhlasan.

Kedua. Jadilahakmalsehingga engkau menjadi manusia yang selalu mengejar kesempurnaan.

Ketiga. Jadilah keduanya sehingga engkau menjadi manusia yang selalu diteduhi harapan lagikeikhlasan.

Demikian. Sekian. Wassalam.[]

Previous Post
Next Post

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 adalah pesantren salaf yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi, Menggenggam Ajaran Salaf, Menatap Masa Depan

0 comments: