Ilustrasi Penyampaian Kritik |
PPRU 1 Fikih | Kepatuhan terhadap pemerintah yang sah
merupakan bagian dari kewajiban seorang Muslim. Dalam ajaran Islam, menaati
pemimpin dianggap sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya,
sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa' ayat 59. Allah SWT
berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul-Nya, serta ulil amri di antara kalian". Ulil amri di sini merujuk
kepada pemimpin yang sah.
Sebagai warga negara, kita diwajibkan untuk mematuhi setiap
kebijakan pemerintah selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dalam
konteks kehidupan bernegara, stabilitas pemerintahan sangat penting untuk
menjaga kemaslahatan umat. Menaati pemerintah adalah salah satu pilar yang
menjaga tatanan sosial dan politik tetap stabil.
Kritik yang Konstruktif dalam Pandangan Islam
Namun, Islam juga memberikan ruang kepada warga negara untuk
menyampaikan kritik. Kritik yang konstruktif dapat menjadi sarana checks and
balances dalam pemerintahan. Kritik dalam Islam termasuk bagian dari amar
ma'ruf nahi munkar dan harus disampaikan dengan cara yang bijak dan etis.
Sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 104, "Dan hendaklah di
antara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar".
Dalam demokrasi, kritik terhadap pemerintah adalah hak
konstitusional yang harus digunakan dengan bijak. Kritik tidak hanya menjadi
sarana untuk memperbaiki kebijakan yang keliru, tetapi juga sebagai wujud
partisipasi aktif warga negara dalam mengawal jalannya pemerintahan. Kendati
demikian, kritik harus disampaikan dengan cara yang baik dan tidak anarkis,
sebagaimana firman Allah SWT dalam QS An-Nahl ayat 125, "Serulah (manusia)
ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka
dengan cara yang lebih baik."
Mengkritik Pemimpin dengan Etika
Dalam sejarah Islam, kita menemukan berbagai teladan dalam
menyampaikan kritik kepada pemimpin. Nabi Musa AS, misalnya, diperintahkan oleh
Allah untuk menyampaikan kritik kepada Fir’aun dengan cara yang lemah lembut
(QS Thaha: 43-44). Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, menyampaikan kritik
harus dilakukan dengan penuh etika dan kelembutan, meskipun kepada pemimpin
yang zalim sekalipun.
Kritik yang disampaikan dengan cara yang kasar atau
mengandung unsur kekerasan justru dapat merusak tatanan sosial dan politik.
Oleh karena itu, Islam menekankan pentingnya menggunakan pendekatan yang sopan
dan bijaksana dalam memberikan masukan kepada pemimpin.
Kesimpulan
Dalam ajaran Islam, keseimbangan antara menaati pemerintah
dan menyampaikan kritik sangatlah penting. Menaati pemerintah yang sah adalah
kewajiban, namun di sisi lain, warga negara juga berhak memberikan kritik yang
konstruktif. Kritik harus disampaikan dengan etika yang baik, tanpa merusak
kewibawaan pemimpin atau tatanan sosial. Dengan begitu, stabilitas negara tetap
terjaga dan pemerintahan dapat berjalan dengan amanah sesuai dengan ajaran
Islam. Wallahu a'lam.