Senin, 04 September 2023

Mauidzoh Hasanah di PPRU 1 Putra, Gus Adib: Santri itu Harus Bercanda!

PPRU 1 News | Div. Ubudiyah PP. Raudlatul Ulum 1 Putra mengundang Dr. KH. Muhammad Adib Mursyid pada Senin, 4 September 2023 untuk memberikan mauidzoh hasanah kepada para santri di musala PP. Raudlatul Ulum 1 Putra.

Dalam kesempatan tersebut, Rektor IAI Al-Qolam Malang tersebut menyampaikan akan pentingnya bercanda dalam kehidupan sehari-hari. “tetapi jangan sampai membayangkan bahwa bercanda itu hanya yang urakan itu, ya. Karena bercanda itu cakupannya luas” dawuh beliau dalam menstimulus para santri.

Foto: Dr. KH. Adib dalam memberikan Mauidzoh Hasanah

Dalam kemepatan tersebut, beliau menyebut beberapa gaya bercanda ulama terdahulu. Mulai dari KH. Zainulloh (Mursyid tarikat An-Naqsabandiyah), KH. Wahab Hasbullah (salah satu pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama’) hingga yang termuda, KH. Abdurrahman Wahid (Presiden ke-4 Republik Indonesia dan Ketua PBNU)

“Jadi dahulu itu,” mulai beliau dalam bercerita, “Kiai Yahya itu pernah diundang oleh salah satu alumni yang berdomisili di salah satu kampung di Desa Ganjaran yang berbatasan dengan Desa Putuk Rejo. Hampir semua Kiai yang ada di Ganjaran itu diundang. Mulai dari Kiai Zainullah, Kiai Fudholi, Kiai Abbas, Kiai Muhammad, Kiai Qosim, Kiai Dumyati dan Kiai Ismail.

Nah, Kiai Zain kan yang paling sepuh, jadi ada di tengah. Pada waktu itu, oleh tuan rumah, disediakan satu ayam panggang utuh. Selain itu, tuan rumah menyediakan ayam yang di masak kuah kare.

Ketika itu, ketika tahlil dan doa sudah dibacakan, Kiai Zain itu menggeliat. “Ayo, Sul!” ucap Kiai Zain pada Sulhan, salah satu khadim-nya, “Saya sakit semua ini. Samean ambilkan kantung plastik, sul. Bawa ayam panggang utuh itu! Ayo, pulang, yuk!” Kiai yang lainpun kaget dengan merespon “Loh! Ayam utuhnya dibawa!”

Ketika Kiai Zain sudah berada di atas motor untuk pulang, salah satu kiai mengejar. “Bagi sedikitlah, kiai!” pinta kiai yang mengejar itu.

Minggu, 27 Agustus 2023

Puisi Sang Maha Segala

 


Duhai Sang Robbi

Kau ciptakan langi dan bumi untuk kami tinggali

Kaku turunkan hujan untuk menghidupi kami

Kami,

Hamba yang sering lupa jika tercipta dari tanah

Hamba yang seringkali mendongakkan kepala, seakan yang paling berkuasa

 

Duhai Sang Robbi

Kau temanti langit yang hitam dengan makhluk yang bercahaya

Kau hiasi awan yang gelap dengan ribuan bintang-bintang, yang takkan bisa dari kami tuk menghitungnya sebagaimana dalah surah an-naml, bahwa:

“Takkan yang ada yang mampu menumbuhkan pohon-pohonnya.” (takkan ada dari kami yang mampu menandingi-Mu karena di atas langit, masih ada sang pemilik langit)

Dialah Robb-ku

Sang Maha Di Atas Segalanya

*Oleh: Afro Makia (Alumni PP. Raudlatul Ulum 1 Putri)

Kamis, 17 Agustus 2023

Menjadi Inspektur Upacara, Gus Syarif Berpesan Ini Kepada Santri!

 

PPRU 1 News | Kamis, 17 Agustus 2023 PPRU 1 Putra sukses menggelar Upacara Bendera di halaman Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra. Acara tersebut dihadiri oleh seluruh santri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra dari berbagai jenjang pendidikan. Acara tersebut juga dihadiri oleh seluruh Dewan Guru Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra dan seluruh Pengurus Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra. 


Secara
khusus dipilih Ananda M. Fathuna Muhibbur Rouf sebagai Komandan Upacara, Alfin Trio Saputra, Farhan Abbas dan Ahmad Fawaid sebagai Pembawa Bendera Merah Putih, Muhammad Hidayatullah sebagai Protokol Upacara dan Gus Syarif Hidayatullah sebagai Inspektur Upacara

Dalam kesempatan tersebut, keluarga ndalem yang menjadi lulusan Kampus Al-Hikam tersebut menyampaikan beberapa hal. Salah satu yang menjadi titik tekan beliau dalam menyampaikan adalah tentang bagaimana cara kita memaknai hari kemerdekaan ini.

Dalam penyampaian amanahnya, beliau mengingatkan bahwa betapa pentingnya kemerdekaan ini bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Beliau memutar sejarah bagaimana sulitnya melakukan kegiatan apapun ketika di masa penjajahan. “Tentu kita tidak akan bisa berkumpul di pesantren seperti saat ini jika hari ini kita masih di jajah,” lanjut beliau dalam menyampaikan.

Lantas beliau menyampaikan bahwa dalam konteks hari ini, menyukuri dan menghargai kemerdekaan bukanlah dengan turun ke medan perang, melainkan berperang dengan diri sendiri dengan cara belajar. “Tentu cara kita menyukuri dan menghargai kemerdekaan ini bukan lagi dengan berperang. Cara menghargai kita adalah dengan kita harus belajar dengan sungguh,” demikianlah Gus Syarif mengungkapkannya bagaimana seharusnya menyukuri hari kemerdekaan ini[].

*Oleh: Muhammad Farhan (Tim Media PP. Raudlatul Ulum 1 Putra)

Rabu, 16 Agustus 2023

Hebat! Komandan Upacara Tampil Beda Pada Upacara Kali Ini

 

PPRU 1 News | Kamis, (17/8) PPRU 1 Putra sukses menyelenggarakan upacara bendera di halaman Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra. Acara yang di ikuti oleh segenap santri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra dari berbagai jenjang pendidikan tersebut di ikuti juga oleh segenap dewan guru Madrasah Diniah Raudlatul Ulum 1 Putra dan Segenap Pengurus Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra.


Sebagaimana acara peringatan kemerdekaan pada umumnya, acara tersebut di mulai dengan pembacaan protokol upacara tentang peringatan hari kemerdekaan ke-78 Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya, acara tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Mulai dari perapian komandan kompi pada barisan kompinya hingga pembacaan doa.

Dalam acara tersebut, ananda M. Fathuna Muhibbur Rouf terpilih sebagai komandan upacara, Alfin Trio Saputra, Farhan Abbas dan Ahmad Fawaid sebagai paskibra dan Muhammad Hidayatullah sebagai protokol upacara.

Tak seperti biasanya, pada upacara kali ini, komandan upacara yang bertindak menggunakan tongkat pramuka dalam pelaksanaan tugasnya. “Karena pedang sebagaimana yang biasa dilakukan di Istana Presiden tidak ada, maka tongkat menjadi pilihannya,” jawab pria yang biasa dipanggil Muhib tersebut ketika ditanya mengapa menggunakan tongkat.

Sebagai inspektur upacara sekaligus penyampai amanah, Gus Muhammad Syarif Hidayatullah berpesan kepada peserta upacara agar senantiasa menjaga kemerdekaan ini dengan cara mensyukurinya. “Dalam konteks ini, kita mensyukurinya dengan cara kita sendiri,” Imbuh keluarga ndalem lulusan Kampus Al-Hikam Malang tersebut.

*Oleh: Muhammad Farhan (Tim Media PP. Raudlatul Ulum 1 Putra)

Selasa, 15 Agustus 2023

Tragedi Karbala dan Munculnya Syiah


Tragedi Karbala dan munculnya Syiah memiliki keterkaitan yang erat dalam sejarah Islam. Tragedi Karbala terjadi pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriyah (10 Oktober 680 Masehi) di Karbala, wilayah yang sekarang berada di Irak. Peristiwa ini merupakan perang saudara di kalangan Muslim yang terjadi antara kelompok yang mengikuti Imam Husain ibn Ali dan pasukan yang setia kepada penguasa saat itu, Yazid I, dari dinasti Umayyah.

Imam Husain adalah cucu Nabi Muhammad SAW, putra dari Ali ibn Abi Talib dan Fatimah, putri Rasulullah. Dia menolak mengakui pemerintahan yang tidak adil dari Yazid I dan melihatnya sebagai pelanggaran terhadap kepemimpinan yang benar dalam Islam. Ketika Yazid I mengirim pasukan untuk menghadapi Imam Husain di Karbala, Imam Husain dan para pengikutnya, yang sebagian besar anggota keluarga Nabi dan sahabat-sahabat terdekatnya, menghadapi pertempuran yang tidak seimbang. Akhirnya, Imam Husain dan seluruh pengikutnya, termasuk anak-anaknya yang masih kecil, gugur dalam pertempuran tersebut.

Tragedi Karbala menciptakan sentimen yang mendalam di kalangan umat Muslim. Peristiwa tersebut menyoroti pentingnya keadilan dan kebenaran dalam kepemimpinan dan menegaskan pentingnya sikap berani melawan ketidakadilan dan kezaliman. Reaksi atas tragedi ini membentuk suatu gerakan yang menjadi dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai Syiah Islam.

Syiah adalah salah satu dari dua denominasi mayoritas dalam Islam, selain Sunni. Perbedaan antara Sunni dan Syiah bermula dari peristiwa sejarah seperti Tragedi Karbala. Pengikut Syiah meyakini bahwa pemimpin Islam harus berasal dari keturunan langsung Nabi Muhammad melalui garis keturunan Ali dan Fatimah, yang dimulai dengan Imam Ali sebagai khalifah pertama. Mereka juga meyakini bahwa Imam-imam yang dipilih oleh Allah memiliki status lebih tinggi daripada para khalifah dan harus diikuti dan patuh kepada mereka.

Sementara itu, Sunni mengakui kepemimpinan para khalifah yang dipilih oleh komunitas Muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad, dimulai dengan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan terakhir, Ali. Mereka memandang kepemimpinan sebagai hasil dari konsensus komunitas Muslim dan merayakan keseluruhan sahabat Nabi sebagai teladan.

Pergeseran pemahaman ini terus berkembang seiring berjalannya waktu, membentuk dua aliran besar dalam Islam, yaitu Sunni dan Syiah. Kedua aliran ini memiliki perbedaan dalam ajaran, praktik, dan struktur organisasi, namun juga memiliki banyak persamaan, terutama dalam keyakinan dasar mengenai Allah dan Rasul-Nya. Penting untuk diingat bahwa Islam sebagai agama besar mempersatukan umat Muslim di seluruh dunia, dan semangat dialog dan saling pengertian di antara semua aliran dan denominasi sangat dianjurkan.

*Oleh: Muhammad Khofi (Staf Keuangan Madin Raudlatul Ulum 1 Putra)

 

 

 

 

 

 

Senin, 14 Agustus 2023

Puisi Terimalah Aku

Dalam diam

Aku merenung…

Aku rindu kepadamu

Namun

Raga ini menghianatimu

 

Dalam diam

Aku merenung…

Aku cinta kepadamu

Namun

Kalbu ini mendustaimu

Bisakah engkau menerimaku…



Dalam sujud

Aku menangis…

Aku ingin menirumu

Namun

Langkahku tak searah dengan Langkahmu


Dalam sujud

Aku menangis…

Aku ingin dekat dengan mu

Namun

Aku juga bersalah pada mu

Bisakah engkau menerimaku… 

Bila ingat

Aku

Adalah manusia yang penuh dengan tumpukan dosa

Dan engkau

Berjuang penuh korban melarang akan hal itu…

Kini


Dalam diam dan sujud

Aku hanya bisa pasrah

Sebagai umat mu

Terimalah aku...


*Oleh: Inpocholamy