Kamis, 31 Desember 2020

NAMANYA FAHAM (sosok)


    

  NAMANYA FAHAM

Oleh: Muhammad farhan

Namanya faham, Mungkin, itulah makna yang digantungkan di lauhul Mahfudz sana oleh kedua orang tuanya.

Sosok yang baru mondok beberapa hari ini, sebetulnya sosok yang sudah tinggal lama di bawah birunya langit desa santri. Walaupun masih berada dikelas tiga III MI (madrasah ibtidaiah) tapi lihatlah! Niatnya untuk mondok tak dapat ditumbangkan oleh angin yang menerjang. Bahkan bujukan orang tuanyapun untuk mondok ketika hendak kelas enam (VI MI) tak dapat mempengaruhi niatnya yang tertancap mantap dalam hati.

Namanya Fahmi. Untuk maknanya? Untuk sementara ini, anggap saja, makna dari nama yang disematkan oleh kedua orang tuanya adalah faham.

Setidaknya, harapan itulah yang oleh kedua orang tuanya terus ditumpuk dalam lubuk. Bukan hanya sebatas memahami suatu kata demi kata dalam buku bacaan, tapi tentu lebih dari itu. Dapat juga memahami gores demi gores yang dicipta oleh si-esa. Dengan harapan itulah, kedua orang tua nya menamainya dengan fahmi.

Bukankah memang sangat penting hukumnya bila kita harus bisa memahami suatu perkara? Bukankah apa yang ada di dunia sebetulnya hanya berdasarkan pada pemahaman belaka? Tidak dengan lainnya. Bukankah memang seperti itu adanya.

Tapi jangan sampai dilupa bahwa untuk memahami suatu hal yang dianggap penting, akan dihadapkan dengan kondisi yang genting. Bukankah suatu hal yang mewah harus juga dihadapi dengan susah payah?

Berlian misalnya. Berlian yang berada di dasar samudra atau yang sudah ada di muka dunia, esensinya sama, susah untuk mendapatkannya. Untuk dapat memiliki berlian yang masih berada dasar samudra, tentu dibutuhkan keberanian. Untuk berlian yang ada di muka dunia, tentu dibutuhkan banyak pengeluaran.

Sudah jelas bukan bahwa esensi dari padanya sama, walau di dua tempat yang berbeda. Bila berlian itu masih berada di dasar samudra, maka tentu harus berani untuk berhadapan dengan ikan buntal yang ganas, ikan pari yang menyengat,bahkan ikan hiu yang mematikan. Bukan hanya keberanian, harga dari nyawa yang konon tak terhingga, kini juga harus dipertaruhkan, bila kegiatan menyelam sudah dilakukan.

Bila berlian itu sudah berada di muka, bila anda ingin memilikinya, kumpulan koin yang berasal dari tetesan keringat yang terkumpul bertahun-tahun lamanya, akan hilang dalam sekejap mata. Bayangkan saja, untuk Anda yang ingin memiliki 1 karat berlian dengan kualitas yang buruk, uang yang harus anda keluarkan minimal dikisaran harga 7.500.000. Namun bila yang ingin anda miliki adalah 1 karat berlian dengan kualitas terbaik, maka uang yang harus anda keluarkan minimal dikisaran harga 438.656.000. fantastis bukan? Itu artinya, bila anda ingin mempunyai berat minimum dari sebuah berlian, Anda setidaknya terhadap uang 7.500.000 harus mengeluarkan.

Pemahaman juga demikian. Baik yang masih berada di dasar samudra atau yang sudah berada di muka, harga dari kata paham, hingga kini, untuk dimiliki, masih terlampau tinggi.

Layaknya berlian yang harganya tak dapat dijual di toko-toko pinggir jalan, kata pemahaman pun juga demikian. Untuk dapat memiliki kata paham dengan kualitas yang buruk saja, sekaligus kuantitas yang minimum, anda harus merogoh lebih dalam kerja keras yang ada dalam diri anda, bila ia masih berada di dasar samudra. Namun bila ia sudah berada di muka, maka yang harus anda keluarkan adalah sejumlahrupiah.Bahkan sepupu dari utusan agung muhammad, ali bin abitholib, pernah berkata bahwa harga dari satu huruf bisa mencapai dikisaran 4.600.000.

Dari kesulitan demi kesulitan tadi itulah, maka patut kiranya orang yang memiliki kata paham akan berbangga hati sekaligus berbangga diri. Walaupun, untuk yang kedua, dalam tatanan agama, masih haram hukumnya. Karena memang tak semua orang dapat menyelam di samudra lepas atau terhadap teringat selalu memeras.

Dari panjang lebarnya keterangan, setidaknya ada 1 benang merah yang dapat kita tarik dari rangkai demi rangkai benang hitam yang sudah dijelaskan. Bahwa, bila sudah seperti itu adanya, maka makna dari kata Fahmi, yang digantungkan dilauh mahfudz, saat ini bukanlah bermakna pemahaman, melainkan sudah bermetamorfosis menjadi berlian.

Menakjubkan bukan?

 

 

 

 

 

Belajar Menikmati Hidup dari Pesantren

foto ini diambil saat acara maulid di aula lantai II 

Bahanya Tradisi Buruk bagi Pesantren

Oleh: Shofi Mustajibullah

Didalam peradaban pesantren. Kental sekali istilah riyadhoh yang disebut tirakat. Semua pesantren selalu dan pasti memahami akan hal itu. Bahkan ada beberapa pesantren yang memang disitu dikhususkan untuk konsisten dalam menjalani beberapa riyadhoh atau tirakat tertentu. Banyak sekali jenis dari tirakat dan tidak pasti seperti apa itu tirakat. Yang jelas, sesuatu apapun jika itu di niati tirakat disertai dengan niatan yang lillahi taala, sudah bisa di katakan sebuah tirakat.

Namun, apakah tirakat sebuah penyiksaan? Mungkin ada beberapa orang berpendapat seperti itu. Menganggap pesantren sebagai “penjara suci" dan perumpamaan lainnya. Lalu, apakah pesantren sebuah tempat penyiksaan?

Jawabannya jelas bukan. Hidup bukan melulu tentang bersenang-senang, selalu ingin memuaskan hasrat tubuh, mengejar kesenangan dengan anggapan merupakan kebaikan tertinggi. Bukan seperti itu kebaikan tertinggi. Dalam menanggapi hal ini, filsuf asal Yunani Plato memaparkan beberapa poin: (1) Kesenangan bukanlah kebaikan tertinggi bagi manusia. (2) Apabila Anda memburu kenikmatan sebagai kebaikan tertinggi, sebagai akhir moral Anda, itu akan menghancurkan Anda.

Lanjutnya, kebaikan tertinggi bagi apa pun, manusia atau bukan manusia, ialah untuk memenuhi kodratnya sendiri. Seperti apa kodratnya manusia? kodrat manusia adalah Ibadah kepada Allah. Di sisi lain, menurut Imam Ghozali di dalam kitabnya Minhajul Abidin ada empat perkara yang menghambat seseorang bertaubat, salah satunya ialah nafsu. Cara untuk mengendalikan nafsu agar seseorang bisa mencapai Aqabah Taubat adalah dengan riyadhoh/tirakat.

Di pesantren, semua santri di gembleng untuk mau berriyadho/tirakat. La budda. Supaya mereka bisa mencapai kodratnya sebagai manusia sekaligus mencapai kebaikan tertinggi dan bisa menikmati kehidupan.

Roman ragawi, Seperti raga itu sendiri, adalah pinjaman, jangan tetapkan hatimu terarah pada mereka, karena mereka hilang hanya dalam satu jam. Carilah roman ruh itu yang bertempat di atas langit. (Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

Wallahu a’alamu bisshoab

Refrensi :

Lavine, T.Z. 2020, From Socrates to Sartre, Immortal Publishing dan Octopus, Yogyakarta.

Rumi, Jalaluddin. 2019, Semesta Matsnawi , Forum, Yogyakarta

Bahanya Tradisi Buruk bagi Pesantren

foto ini diambil saat menurunkan kayu dari salah satu keluarga ndalem


Bahanya Tradisi Buruk bagi Pesantren

Oleh: Shofi Mustajibullah

             Apa itu tradisi? Menurut Supardan (2011), tradisi adalah suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun. Negara Indonesia sangat lekat dengan tradisi yang turun temurun dari para leluhur. Khusunya lembaga Pendidikan murni dari Indonesia, Pondok Pesantren

Lalu apa fungsinya? Menurut Sztompka (2007) salah satu fungsi dari tradisi adalah menyediakan fragmen warisan historis yang di pandang bermanfaat serta Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.

Apakah tradisi selalu baik? Tidak pasti. Tergantung perilaku apa yang menjadi sebuah kebiasaan. Kata kunci dari tradisi adalah turun temurun, bukan selalu tentang kemanfaatan.

“Perilaku seseorang bergantung pada kebiasaanya”. Ungkapan tersebut sangatlah nyata. Nah, apabila tradisi dari suatu golongan ataupun komunitas adalah kebiasan buruk jika dilihat dari obyektif, maka hasil dari tradisi tersebut adalah perilaku yang buruk pula.

Bagi pesantren, hal ini merupakan masalah krusial. Teori yang di ungkapakan oleh John Lock mengenai terbentuknya manusia tidaklah begitu benar apabila di dekatkan pada Pondok Pesantren. Jika untuk khalayak umum 50:50 antara lingkungan dengan seseorang itu sendiri, namun untuk pesantren perbandingannya adalah 75:25 antara lingkungan dengan diri seseorang itu sendiri.

Mengapa begitu? Sebab para santri selalu di benturkan oleh banyak orang dan belum sempat untuk mensurvive dirinya sendiri. Yang dilihat hari-harinya adalah lingkungannya, bukan dirinya. Naasnya, semisal ada sebuah pesantren yang memiliki tradisi kurang baik, tidak satu dua yang terkena dampaknya, bisa jadi keseleruhan warga pesantren.

Maka dari itu, layaknya pemerintahan sebuah negara, pihak yang berkenan harus segera menghapus tradisi-tradisi yang berpotensi menciptakan perilaku yang kurang baik. Mereka adalah agent that changes a culture. Kalau bukan mereka, siapa lagi?

Burung yang tak pernah mabuk air yang jernih. Tetap menjaga sayap dan bulu-bulunya dalam air asin. (Maulana Jalaluddin Ar-Rumi) Wallahu a’alamu bisshoab.

Selasa, 15 Desember 2020

DIBALIK PARASNYA YANG TAMPAN. DIA JUGA BAGIAN DARI PERAMAL YANG HANDAL

 


DIBALIK PARASNYA YANG TAMPAN. 

DIA JUGA BAGIAN DARI PERAMAL YANG HANDAL

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi

 Tempat asalnya adalah bumi khatulistiwa. Tempat dimana matahari pas di ujung kepala, dan tempat terjadinya perang antar suku yang berbeda ”dayak vs madura. Dibawah matahari dan pas ditengah perut bumi. Pontianak selalu di kenal dengan panasnya bahkan jika dibandingkan dengan surabaya, itu hanya bagian abunya saja. tak heran jika anak pontianak memiliki paras yang biasa saja, tapi tidak dengan bang lie.

Ust. Shodiq atau yang lebih mashur disapa bang lie ini “Nama laqabnya lebih dikenal daripada nama aslinya” sama seperti Syaikh Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi yang lebih dikenal dengan nama Abu hurairah. Nama itu seakan sudah menjadi bagian dari hidupnya mendarah daging baginya. Tak heran jika santri yang baru lahirpun istilah bagi santri baru mengikuti hal yang serupa.

Sekelumit tentang kisah hidupnya. Bang lie berlayar pada tahun 2006. sebagai santri tertua saat ini. Bukan hal mudah baginya berlayar ke Malang. Ia harus menerjang gemuruhnya ombak yang gak karuan serta melawan rasa sakit saat di perjalanan. Dia beralasan. Dia mabukan. Sebuah penyakit yang katanya berasal dari perdesaan atau bahasa kasarnya disebut “kampungan.

Yah dia (bang lie) memang memiliki paras di atas rata-rata. Meski umurnya sudah terbilang tua. Tapi wajahnya tak termakan usia. Sementara manisnya dan gairah tawanya tidak habis di makan semut begitu saja. Tak heran jika kebanyakan anak putri atau bahkan perempuan di luar sana akan selalu membayangkan satu kamar dan satu bantal denganya. Serta menjalin keluarga hingga ujung nyawa akan memisahkan mereka berdua. Baginya hal yang paling mudah adalah menaklukkan hati wanita. Melihat wajahnya seakan menunjukkan berhati mulia. Dan dibalik senyumnya tersimpan gombalan magis yang bikin geleng kepala. Buktinya “cinta sak kreseek” menjadi viral di social media. Tentunya perempuan akan memasang badan dan memastikan itu semua.

Sepasang foto tersimpan di internalnya. dengan sedikit quetes yang mengisahkan tentang kisah hidupnya. Dalam pengakuanya ia bercerita. Ada beberapa foto yang memiliki kenangan yang muram. tentang perempuan yang pernah dicintai semasa dia masih duduk di bangku kuliah. Ada juga foto yang tak terpasang di Hpnya. Tepatnya saat ada perempuan maba (mahasiswa baru) yang pingsan akibat ketampanannya.

Apakah bang lie pernah ditembak? Dalam ceritanya, ia pernah merasakan tembakan pertama. Tak perlu di sebutkan namanya. Ia mengakui kesalahannya. Namun itulah resiko yang  harus ia terima. Menjadi orang tampan dan pendiam. Sama seperti cantik itu luka. Dia juga mengalami hal yang serupa “Ganteng itu luka” baginya “ganteng menyiksaku”

Meski wajahnya tampak garang saat dia menjadi keamanan. Badanya tangguh perkasa sebagaimana ketua keamanan sebelumnya. Dan tak habis-habisnya mengeluarkan mantra-mantra dari lisanya. Bang lie tetap manusia biasa. Gemuruh tangisnya pernah membasahi pipinya. Bibirnya sudah tidak ada kata-kata. seolah ia sudah kehilangan perempuan yang dicintainya. Sebab tidak direstui oleh ibunya. Info yang lain Nyai sepuh juga tidak merestuinya.

Usut punya usut. Dia juga bagian dari peramal yang handal. Tak tanggung-tanggung sebuah kata taukid penguat melekat dalam kata “Handal. Mustahil di percaya memang. Bahkan aku sendiri tidak seratus persen mempercayainya. sebab hidupnya hanya didekasikan untuk tersenyum cengingiran serta bercerita dan mendengarkan cerita dari teman lainnya. Hinga tak jarang ia terlihat bercerita sekedar meramal apa saja yang telah dilihat sebelumnya. Dan menulusuri benda-benda yang ada di depan matanya. Itu seakan-akan sudah menjadi ahlinya. Melihat hal yang tidak ada menjadi ada yang tidak bisa di lakukan oleh orang lain pada umumnya.

Metode meramal persyaratanya cukup gampang. Hanya menyebutkan nama tanpa harus memberikan asal dimana ia tinggal dan segala macam. Asal bang lie tau orangnya dan tau wajahnya. Atau jika tidak demikian. Tinggal meyetorkan foto secara diam diam.

Meramal baginya adalah suatu pekerjaan yang sulit-sulit gampang. Sebab prosesnya lama dan tak mudah baginya melakukannya. Selain lama ia juga harus menahan getar getirnya malam. Membuka mata telanjang. Mengembalikan daya fikir agar kembali bugar. Dan ia juga harus melakukan wiridan spritual. yang istiqomah di baca di sepertiga malam. hingga tak jarang ia banggun. sekedar membaca mantra yang konon ia baca mulai dari tahun 2010. tepatnya sepuluh tahun yang silam.

          
            Peramal merupakan keahlian yang khusus dan jarang di mliki oleh orang. Dan bang lie mampu memiliki itu. Mata batinya seolah melihat apa saja. Dan mata hatinya seolah rapuh oleh kisah cintanya. menarik di tunggu kisah-kisah yang tentunya di nantikan oleh para fansnya.

Foto ini diambil saat pemanggilan santri di gerbang depan Raudlatul Ulum 1 Doc: (Ketua Keamanan)


Senin, 30 November 2020

Puisi Nestapa





Nestapa

Oleh: Abdul Mannan


Mentari tenggelam bersama kuningan awan.

Seakan menari dengan asyiknya

Dan berkata sungguh nestapa

Lalu untuk siapa.?

Aku.?

Akukah yang nestapa.?

 

Iya aku nestapa

Karena makhluk tak kasat mata kembali memikatku

Ah sungguh musimku kini bermusim hujan asmara berbadai rindu

Namun rindu ke siapakah aku .?

 

Senja itu hampir tak menganga

Hilang bersamaan mentari berdada

Dan aku masih saja menunggumu tiba

Dan tetap sama

Yang kutunggu siapa.?

 

Aku mencari ragamu

Namun Ragaku tak tau ragamu

Lalu bagaimana.?

Aku coba bertanya

Serentak semuanya menjawab BUANG2 WAKTU SAJA

Ahh tak tau lah, mungkin iya.


 

 

 

 

 

Cerpen Namaku tiwi

 




Namaku tiwi 

Oleh: Muhammad Farhan

Perkenalkan! Namaku tiwi. Aku juga sama denganmu, ber ibu. Nama dari ibuku adalah... ah, lupa aku namanya. Bukan karna lamanya tak bertegur sapa hingga lupa, tapi karna memang aku menyebut ibuku dengan sapaan ibu saja, tidak dengan embel-embel nama. Sejauh yang kuingat biasanya orang-orang menyebut ibuku dengan kata ibu yang diikuti dengan namaku. “ malang sekali nasib ibu tiwi,  udah diperkosa, dipasung, gak keurus pula! kata orang-orang kala itu. Disuatu daerah ramah lingkungan yang pernah kukunjungi dalam suatu kala, mereka menisbatkan bapak dan ibu mereka kepada anak sulungnya,tidak dengan bungsunya. Entah, mereka mendapat sanad dari mana. Mungkin sejauh yang mereka ketahui aku adalah anak tunggal dari mereka

Selain aku ber ibu, aku juga ber ayah, Setidaknya itulah yang kuyakini hingga kini, sekalipun mereka terus saja mencaci maki. Jangankan bersanding, mendekati saja mereka tidak rela. “dasar anak  zina, dasar anak haram! Setidaknya, kedua umpatan itulah yang sangat sering kudengar. Pernah ada dari mereka yang secara tidak sengaja menyebut siapa yang pernah memperkosa ibu. Aku pernah menelusuri, siapa sebernarnya orang yang menyebabkan ibuku hingga seperti itu. Selain rambut panjang yang beracak, tangan yang keriting akibat lumpuh, mata yang memerah akibat rabun, kaki yang busuk akibat dipasung, kemaluan ibuku juga selalu mengeluarkan cairan. Entah mengapa sampai bisa seperti itu. Baunya sangat basin. Encer. Sungguh! Tak sampai rasa bila diriku terus-terusan melihat ibu seperti itu. Berapa banyak orang yang telah memperkosa ibu, Aku tak tahu. “ hati-hati nak! Kalau sudah lama dicari tapi tidak juga kunjung ditemu siapa yang melakukan, biasanya yang melakukan adalah dari mereka yang berkemeja dengan kerah putih dilehernya “ kata seorang ibu-ibu ketika berbelanja ditukang sayuran keliling ketika kutanya kira-kira siapa

Dalam suatu kala, kala diriku mencari apa yang mau dimakan untukdiriku dan untuk ibu, aku menemukan pamflet-pamflet berwarnakan gelap yang ditempel ditiang-tiang karat listrik. Dalam pamflet tersebut disebut bahwa ada perevisian hukum yang ada pada undang-undang dasar negara. Semua pelanggaran yang dilakukan akan diganjar dengan setimpalnya hukuman. Semua pelanggaran yang dilakukan akan diganjar dengan setimpalnya hukuman*. Yang pertama adalah bunyi dari hukum yang direvisi. Yang kedua adalah bunyi  dari hukum yang merevisi. Jika pembaca tidak cermat, maka mereka akan bertanya-tanya, dimana letak dari revisinya?. Sekilas memang seperti itu. Tapi perevisian tersebut baru akan diketahui jika mau mencermati. Lihatlah apa yang ada disebelum tanda titik dan sesudah kata hukuman. Itulah letak perbedaan dari perevisian hukum dinegaraku yang ada dengan hukum dinegara tetangga, bahkan eropa. Tanda bintang tersebut ternyata merujuk pada rujukan yang terdapat dipojok halaman didua halaman sebelum akhir. Kecuali bagi mereka yang berkerah putih, tandas rujukan tersebut. Karna ada bintang itulah hukum yang ada dinegaraku menjadi timpang. Yang kaya bebas untuk menjajah yang jelata. Dan ibu adalah salah satu dari sekian juta korbannya

Anggaplah maklum, di negaraku harga kemeja dengan kerah putih memang sangat mahal. Selain mahal, tak sembarang toko dapat menjualnya. Hanya toko-toko yang sudah mendapat sekian persen suara dari masyarakat sekitar yang dapat membukanya. Untuk kemeja berwarna putihnya sendiri banyak tersebar ditoko-toko yang ada dipinggir jalan. Namun kerahnya tidak berwarna putih, tapi berwarna-warni. Ada yang berwarna merah, kuning, biru, biru langit, hijau dan lain sebagainya. Dari bermacam-macam warna yang ada, selama ini warna merahlah yang menjadi primadona. Lalu warna kuning diperingkat kedua. Warna hijau diperingkat kelima. Lalu biru langit diperingkat selantjunya. Oh iy, Permainan warna yang banyak terjual tersebut memang murni dari apa terjadi, tidak menyinggung terhadap partai sama sekali. Jadi, apabila partai yang didukungmu warnanya sama, itu hanya kebetulan belaka.

Sebetulnya aku adalah anak bungsu bukan dari 2 bersaudara, tapi 34 saudara. Eh.. kalau tidak salah memang sebanyak itu jumlahnya. Terlampau banyak memang. Mungkin karna terlampau banyak itulah hingga para saudaraku menganggap bahwa ibu akan baik-baik saja. Salah satu dari mereka menganggap bahwa ibu akan diurus oleh saudaraku yang lain. Saudaraku yanglain menganggap bahwa ibu akan diurus oleh saudaraku yang lain pula. Begitupun seterusnya.Atau bisa jadi karna mereka tidak kuat dengan umpatan-umpatan yang ada. Hati mereka tidak kuat dengan seleksi alam yang sedang berjalan. Mungkin aku adalah satu-satunya anak ibu yang tuhan tegarkan hatinya. Mungkin seperti itu.

Pernah aku mengajukan masalah ini kepada pak presiden. Pak presidenpun pada waktu itu menjawab iya, nanti biar diurus sama pak mentri ya?. Ketika kutanyakan kepada pak mentri selang beberapa bulan dari kejadian awal, pak mentri malah menjawab bahwa itu bukan tugasnya. Aku mengangguk lemas mendengar jawaban dari pak mentri tadi. Tubuhku seketika itu langsung gemetar, gigiku langsung menggigil. Aku merasa lemas seketika.

Jika semua tidak mau, lantas siapa yang harus mengurus hukum ibu? Gumamku.

RUROUNI KENSHIN I

 


RUROUNI KENSHIN I

Oleh: Gus Muhammad Hilal

 

Ada tiga peristiwa besar dalam sejarah Jepang. Ketiganya membentuk Jepang menjadi sebagaimana adanya sekarang.

Pertama, ketika trio shogun berkuasa secara bergantian: Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu. Peristiwa sejarah ini menandai persatuan Jepang untuk pertama kali dalam sejarahnya setelah terpecah-pecah dalam petak-petak kekuasaan para daimiyo. Di samping itu, peristiwa ini menjadi momentum naiknya kaum samurai ke puncak kelas sosial tepat di bawah kaisar.

Kedua, ketika Kaisar Meiji mencanangkan restorasi kekuasaan ke tangannya. Sang Kaisar menghapus para samurai dari daftar kelas sosial. Barangkali jiwa dan semangat kesamuraian masih dipertahankan, namun sejak saat itu menjinjing pedang di jalanan adalah tindakan ilegal. Fase sejarah ini adalah fase keterbukaan dan Jepang mulai menyerap pengetahuan dan teknologi modern.

Lalu, ketiga, ketika Jepang menjadi sebuah negara fasis yang berakhir pada ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Ini semua cuma pengantar saja. Film ini berlatar hanya di fase historis yang kedua saja.

***

Menghapus fungsi samurai dari peta sosiologis Jepang klasik bukanlah perkara mudah. Bagi mereka, status samurai adalah juga urusan gengsi. Punya pedang pula! Tidak sedikit dari para samurai yang menentang titah Sang Kaisar ini, dan tak jarang mereka mengungkapkan protesnya dengan bahasa pedang.

Menghadapi para pembangkang perintah ini, Sang Kaisar membentuk sebuah organisasi rahasia yang tugasnya memata-matai dan sekaligus mengeksekusi mereka di tempat. Anggota organisasi ini ya dari kalangan samurai juga, tapi yang setuju dengan titah Sang Kaisar.

Alkisah, terdapat salah seorang anggota dari organisasi ini yang amat ganasnya memburu para samurai pembangkang. Saking ganasnya sehingga dia menjadi seorang legenda yang namanya tak lekang zaman. Hitokiri Battosai, namanya. Atas nama kaisar dan Era Baru yang dijanjikan dia menebas, menyabet sana-sini, membantai tanpa ampun semua pemberontak itu. Inikah harga yang harus dia bayar demi menyambut zaman baru negerinya? Membunuh sesama samurai, sesama anak bangsanya?

Bertahun-tahun dia dan para pendukung kebijakan restorasi mendesak para pembangkang. Hingga, pertarungan melawan para pembangkang berakhir sudah. Kemenangan berhasil direbut golongan pro restorasi. Tak perlu lagi ada perang saudara.

Sejak saat itu, Battosai bertobat. Dia berjanji tidak akan membunuh lagi.

***

10 tahun sudah berlalu. Langkah pertama menuju Zaman Baru.

Battosai sekarang menjadi seorang pengembara. Namanya pun kini berganti Himura Kenshin. Tapi sampai kapan pun tak akan lepas pedang dari pinggangnya. Hanya saja, kali ini pedangnya lain dari biasanya: berbilah terbalik. Kalau nanti terpaksa dia bertarung dengan pedang ini, lawannya tidak akan mati kena bacok, paling-paling cuma pingsan kena pentung.

***

Zaman sudah berubah. Kesempatan berdagang kali ini adalah kesempatan semua orang. Kelas menengah penggerak roda ekonomi itu meningkat. Dengan kata lain, golongan sejahtera tambah banyak. Tapi tak semua kesejahteraan itu diperoleh dengan cara halal: opium.

***

Ah, mana mungkin saya melupakan Kamiya Kaoru (Emi Takei), perempuan menawan itu. Ayahnya adalah seorang samurai yang menjadi korban kebijakan restorasi, tewas di tangan para pemburu. Sebuah dojo (balai pelatihan bela diri) warisan ayahnya harus Kaoru urus, dengan hanya seorang murid, seorang bocah bengal, Myojin Yahiko (Taketo Tanaka).

Selama sepuluh tahun ini Kouru mencari Battosai yang legendaris untuk membalaskan dendam kematian ayahnya. Namun, perjumpaan lebih lanjut malah membikin mereka bersahabat, bahkan keduanya kemudian saling berbagi rasa. Kaoru dan Battosai Si Pembantai saling jatuh cinta.

***

Di masa-masa ini, para samurai mengalami keadaan yang sangat buruk. Mereka baru saja tersungkur dari tahta status sosialnya. Akses ekonomi dan politiknya dipangkas tanpa sisa. Selanjutnya, mudah ditebak, mereka cuma jadi para begundal yang rela dibayar murah.

Kanryu Takeda (Teruyuki Kagawa), seseorang yang menjadi amat kaya berkat bisnis opium, merekrut para samurai itu untuk mengabdi padanya. Beberapa di antaranya berkemampuan sangat hebat.

Kenshin dan seorang kawannya, Sagara Kenosuke (Munetaka Aoki), menyerbu rumah sekaligus markas Takeda dan berhasil melumpuhkan semua gembong kejahatan itu. Salah seorang samurai rekrutan Takeda, Jin-e Udo (Koji Kikkawa), menculik Kaoru untuk memancing Kenshin berduel dengannya hidup-mati.

***

“Seorang pembunuh tetaplah seorang pembunuh.”

“Setelah kau jadi seorang pembunuh, tidak ada jalan untuk kembali.”

Jin-e Udo menantang Kenshin berduel tak ada motif lain selain mengembalikan amarah Battosai yang terkenal. Dengan kata lain, dia hanya ingin Kenshin kembali ke jalannya yang semula dan melanggar janji yang sudah sepuluh tahun ini dia pegang erat-erat. Berhasilkah Kenshin mempertahankan janjinya untuk tidak membunuh lagi?[]

===================================

Judul           : Rurouni Kenshin I

Rilis            : 25 Agustus 2012

Pengarah     : Keishi Otomo

 

SADAR ATAU MALAH DIAM (Sosok)


"Salah satu foto Ust ikhwan yang tampak manis"


SADAR ATAU MALAH DIAM

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi

Sadar akan kewajiban adalah prinsip besar yang harus ditanamkan. Begitu kira-kira ungkapan ust ikhwan saat rapat pengurus berlangsung. Ungkapan diatas menjadi prinsip dan tujuan yang harus ditanamkan dalam diri siapapun. sebab tidak bisa diragukan lagi, kesadaran merupakan kunci kesuksesan yang baru-baru ini menjadi topik pembicaraan dikantor pesantren. Meski kita sudah tau dan menduga bahwa ungkapan diatas dalam arti sadar akan jadi bahan incaran untuk saling cemooh dan saling menjatuhkan. Begitulah keadaannya kawan! Siapapun yang mampu menafsiri ungkapan ust ikhwan dengan benar. Maka tanpa disadari orang itu sudah banyak belajar dari beliau. Terutama soal kharismanya yang besar. Dan utamanya perihal sadar dan kesadaran.  

Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang satu ini. Sosok karismatik yang tidak ingin kehilangan marwahnya gara-gara bercanda yang kelewatan batas. Ia sepenuhnya mempertahankan kharisma dalam diri santri. Dan menaruh kepercayaan besar dalam dirinya sendiri. “Akhlak mulia seorang santri juga dapat dipengaruhi oleh kharisma pengurus dan prilaku dari keseharian itu sendiri! Imbuhnya. 

Dua tahun yang silam tepatnya tahun 2018 ust ikhwan resmi ditunjuk sebagai pengurus harian dan di amanahkan sebagai anggota ubudiyah bagian kontroling dan penegak hukum di bidang ibadah dan al-quran. sempat juga di gadang-gadang jadi penerus Ust Sulaiman (the next sulaiman) yang secara kebetulan ust sulaiman juga pernah memasang badan di pengurus Ubudiyah. Namun sayang ust sulaiman malah memutuskan untuk boyong lebih awal faktor usia dan sudah waktunya menikah. 

Ubudiah tentunya bagian yang sangat central dalam kepengurusan. Selain harus memikul berat tanggung jawab yang harus ia emban. Ia juga dipaksa untuk istiqomah berjamaah dalam setiap rutinitas yang ia jalani dan tak menampik untuk kemudian jadi imam. Ini merupakan pengabdian yang sulit jika hanya dipikirkan. Jika tidak, dengan kesadaran dan ketekunan yang ust ikhwan berikan. Lagi-lagi soal kesadaran dan sadar  (خدمة للمعهد)

Hebatnya lagi; ust ikhwan pun juga ikut membantu administrasi pondok yang notabannya itu pekerjaan sekretaris. dan tak segan membantu bendahara jika kesempatan yang lain orang yang bersangkutan berhalangan. 

Apa namanya jika bukan sadar? Kesadaran mampu membatasi ruang lingkup kehidupan dengan sedemekian jenis dan beragam. Buktinya saat jam istirahatpun ust ikhwan rela bangun dari tidurnya sembari memberi pelajaran kepada teman santri yang ikut dalam ruang kursusan. Baginya, itu merupakn hal yang biasa dan bukan hal mustahil dilakukan. Lagi-lagi kesadaran jadi aktor penting dalam diri ust ikhwan. 

Wajahnya memang terbilang muram, namun dihatinya tertanam kesadaran yang sulit dibayangkan. Begitulah yang dapat aku simpulkan.

Dari segi keterampilan dan olah baca kitab kuning ust ikhwan tidak bisa dipandang sebelah mata. Keahlian dalam membaca dan menjelaskan Ust Ikhwan adalah jagonya. Melalui jejak digital yang saya punya, ia sudah meraih trofi bergengsi saat masih duduk dibangku non formal tepatnya di Madrasah Diniyah. Hingga mampu mengikuti kejuaraan kitab kuning tingkat MQK (Musyabaqoh qiroatl kutub) di madura. Namun sayang beribu kali sayang banyaknya peserta dari malang mengharuskan ia saling sikut dan akhirnya ia pun harus gugur di babak penyisihan. 

Berangkat dari pengalaman. Iapun banyak belajar dan mulai memahami dunia luar. Salah satu yang membekas dalam dirinya adalah; saat ia memutuskan untuk tetap diam dan menaruh perasaan yang dalam pada diri seseorang yang belum sepenuhnya ia kenal. Siapakah dia? Tentunya itu pertanyaan besar yang masih belum dipecahkan. Namun sayang rayuan yang aku berikan memaksa ia harus mengakui itu semua. Bahkan dalam proses wawancara ia berinisiatif untuk menceritakan kronologi dan awal mulanya. Meski keadaan yang sebenarnya cukup alot dan rumit dijelaskan. 

Dalam wawancara kami. Ada sedikit pembicaraan kecil nan menarik yang mustahil dilewatkan. “Aku diam bukan berarti melupakan ” ujarnnya. Aku berpikir panjang sampai pada titik aku benar benar merasa paham. Dan pada akhirnya akupun mulai memahami apa yang sudah jadi kaidahnya. Saya pun mengingat salah satu maqalah yang pernah disampaikan oleh gus abdurrahman sa'id (gus dur) saat acara maulid di atas aula lantai dua. Maqalah itu berbunyi

سلامة الانسان فى حفظ اللسان 

“Keselamatan manusia itu tergantung dimana ia harus menjaga lisan.

Bisa menarik kesimpulan; diam dan menyimpan rahasia secara diam-diam merupakan cara Tuhan untuk lebih sedikit melakukan tindakan kriminal. Lisan itu sebuah komunikasi untuk menyampaikan informasi, semua angggota tubuh yang kau miliki itu bisa mewakili cara pandang dalam kaca mata orang lain dan aku sendiri. Lebih baik diam daripada harus banyak tingkah tapi kosong isinya. 

Konon katanya, ekspresi kegembiraan dengan cara diam itupun membuat ust ikhwan tak sepenuhnya diam dan enggan tidak melakukan ritual.  Buktinya saat ia ditanya perihal orang yang dicintainya pun ia terus menjawab dengan suara yang lantang. Dan tentunya, dalam setiap kesempatan ada bait bait doa yang ia tanamkan. Sungguh mengharukan kawan!

Apakah ust ikhwan benar-benar sadar? Begitulah pertanyaan yang mendasar. Pertama: Menaruh harapan yang besar kepada orang yang belum ia kenal. Kedua: hanya bisa diam dan tidak menyatakan kebenaran. Ketiga lebih besar ke(malu)annya daripada kebenarannya.

Disatu sisi aku benar-benar menaruh empati yang sangat tinggi kepada ustad yang satu ini. Bagaimana tidak, kumpulan pertanyaan yang sudah aku miliki masih belum menemukan jawaban yang pasti. Tapi disisi yang lain. Akupun mulai paham dengan kondisi yang sedang ia jalani. lebih baik diam daripada harus menerima pil pahit yang sunnguh tak terduga itu bakal terjadi. Simalakama bukan! 

Antara sadar atau lebih memilih diam? 

Sadar dengan berbagai macam tantangan dan menerima kenyataan, atau dengan diam menyembunyikan kebenaran dan membiarkan orang lain diberi ruang kebebasan. 

Menarik ditunngu. []