Jumat, 15 Januari 2016

Haul Akbar Ke-29 al-Marhum Hadratussyaikh KH. Yahya Syabrowi

Jumat [15/01/2016], Dewan Pengasuh Raudlatul Ulum 1, setelah mengadakan rangkaian rapat. Tahun ini mengadakan acara Haul Akbar Ke-29, al-Marhum al-Maghfurlah KH. Yahya Syabrowi [Pendiri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1]. Berbagai macam acara untuk meramaikan dan mendukung Haul Akbar pun direncanakan. 
Haul Akbar Ke-29 al-Marhum Hadratussyaikh KH. Yahya Syabrowi

Guz. Muhammad Adib selaku Ketua Panitia, dalam beberapa kesempatan menegaskan "Acara Haul Akabar tahun ini InsyaAllah akan ramai dihadiri masyarakat, karena sudah direncanakan para alumni dari Kalimantan Barat juga dijadwalkan akan ikut hadir"

Berbagai macam rangkaian pra Haul juga telah dipersiapan. setidaknya ada enam pra acara, yang dimulai dari hari jumat Malam. berikut list Acara Haul Akbar ke-29 secara keseluruhan :
  1. Seminar Aswaja, yang dilaksanakan pada hari Jumat malam sabtu. Pukul 20:00 WIB, tempat acara Aula PPRU  Putra.
  2. Bahstul Masail, yang dilaksanakan atas kerjasama Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 dengan LBMNU [Lembaga Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama] Kab. Malang. pada hari Sabtu pagi, jam 08:00 WIB, di Aula PPRU 1
  3. Hataman al-Quran, di tiga titik tempat di desa ganjaran, pada hari Sabtu Pagi sampai selesai
  4. Tahlil dan Maulid Nabi Muhammad Saw. dilaksanakan pada Sabtu Malam Ahad, di Mushalla PPRU 1 Putra.
  5. Temu Kangen Alumni PPRU 1, dilaksanakan pada hari Ahad pagi, Jam 08:00 WIB - 10:00 WIB, di Aula PPRU 1 Putra.
  6. Ziarah Makam KH. Yahya Syabrowi, pada hari Ahad, jam 10:30 WIB sampai Dzuhur. [ rencananya para alumni akan bersama-sama ziarah makam KH. Yahya Syabrowi, dengan berjalan kaki]
Guz. Abdurrohim selaku sekretaris panitia, sangat menghimbau kepada seluruh Alumni PPRU 1, Wali santri dan simpatisan untuk ikut serta dalam acara haul yang rencananya akan diadakan setiap tiga tahun sekali ini. Pada Haul kali ini rencananya akan dihadiri oleh KH. Prof. Dr. Muhammad Tholhah Hasan [Mantan Menteri Agama RI], Drs. Saifullah Yusuf [Wakil Gubernur Jawa Timur], serta beberapa aparat pemerintah lainnya. [red]

Senin, 09 November 2015

Keturunan Syaikh Abdul Qadir Jailani Kunjungi PPRU 1

Syaikh Dr. Muhammad Fadhil al-Jailani
Saat memimpin Ijazah Shalawat di PPRU 1
Kamis [5/11/2015], Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran untuk kesekian kalinya kedatangan seorang ulama terkemuka, Beliau adalah Dr. Syaikh Muhammad Fadhil al-Jailani dari Turki. Rombongan datang sekitar pukul 01:00 WIB, setelah shalat dhuhur. Walaupun kedatangannya sempat molor 1 jam dari jadwal yakni pukul 12:00 WIb namun hal tersebut tidak menyurutkan antusias dan semangat para undangan dan santri untuk mendapatkan Ijazah sekaligus Taushiyah keturunan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang ke-25 ini.
Syaikh Dr. Muhammad Fadhil al-Jailani
Saat bersama dewan pengasuh PPRU 1

Bertempat di Mushalla PPRU 1 Ganjaran, acara yang diawali pemaparan sekilas biografi Dr. Muhammad Fadhil al-Jailani, oleh salah seorang pendamping sekaligus muridnya yang berasal dari Indonesia. Selanjutnya, Syaikh Dr. Muhammad Fadhil al-Jailani memberikan Taushiyah, yang diambil dari sejarah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. 
Syaikh Dr. Muhammad Fadhil al-Jailani
Bersama Pengasuh dan Pimpinan IAI al-Qolam

Dalam kesempatan ini, ulama yang terkenal dengan semangatnya mengumpulkan manuskrip Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (hingga saat ini telah ditemukan sekitar 28 karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dengan 14 diantaranya telah diterbitkan) tersebut sempat memberikan Ijazah kitab-kitab dan Shalawat Syaikh Abdul Qadir al-Jailani . berikut bacaan shalawatnya :

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد

Dalam keterangannya beliau menjelaskan, bahwa seringkali masyarakat banyak melupakan Lafadz wa sallim dalam bershalawat, padahal dalam al-Quran Allah swt. bukan hanya memerintahkan umat Islam untuk bershalawat namun juga membaca salam kepadanya.
Syaikh Dr. Muhammad Fadhil al-Jailani
Bersama Ny. Hj. Mamnunah Yahya

Antusias para tamu undangan dan para santri semakin terasa ketika Dr. Muhammad Fadhil al-Jailani 
memimpin pembacaan doa, serentak para hadirin mengucapkan amin dengan sangat lantang, atas perintah syaikh. Akhirnya acara yang diadakan atas kerjasama Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 dan IAI al-Qolam ini, ditutup dengan prosesi bersalaman dengan syaikh oleh seluruh hadirin, yang dilanjutkan dengan ramah di dalem kasepuhan Almr. KH. Yahya Syabrowi. [red]

Jumat, 06 November 2015

Bulan dan matahari menangis

Bulan dan matahari juga menangis
Matahari sebagai makhluk Allah, yang diberi tugas untuk menyinari bumi dan seisi nya dia juga diperintahkan untuk bertasbih dan menyembah kepadanya. pagi hari dia menampakkan sinarnya,sejak itu pula dia mulai bertasbih dan mengerjakan perintah Allah sebagai makhluk yang diciptakannya,ketika pagi muncul dia beribadah dengan senangnya,dan ketika matahari sudah siang hari dia beribadah dengan khusu'nya,sehingga dia fana dengan dunia dan isinya. Bukti kefanaannya adalah manusia tidak bisa memandangi nya. Itu bukti ke khusu'an matahari  ketika beribadah disiang hari. dan ketika sore hari dia menangis karna dia tidak rela meninggalkan ibadahnya. Dia menagis dengan tersedu sedu,sehingga wajahnya memerah bagaika perawan yang sudah menangis. Ditengan kesedihan yang dihadapi oleh matahari sang bulan muncul dengan gembiranya,dia mulai bertasbih dan beribadah seperti layaknya peribadatan yang dilakukan oleh matahari disiang hari. Pada tanggal 15 dia beribadah dengan semangatnya sehingga dunia terasa fana baginya. Yang ada hanyalah Allah sehingga Allah memberi kelebihan kepadanya dengan pancaran sinar purnama yang semua insan terpana memandangnya. Dan ketika batas malam sudah tiada bulan pun bersedih sehingga dia menampakkan kesedihan nya dengan keterpurukan wajahnya sampai matahari muncul dan bertasbih kepada sang kholik pemilik alam jagat raya ini

By:Zainul mustafid asy’ari



Senin, 26 Oktober 2015

HILANG

HILANG

Kukira aku adalah aku
Ternyata aku bukan diriku

Buktinya, aku tidak tahu siapa diriku
Nyatanya, aku tidak tahu untuk apa diriku
Anehnya lagi, aku tidak tahu asal dan tempat pulangku
Kukira aku adalah aku
Ternyata aku bukan diriku

Aku tidak tahu siapa diriku, sehingga tidak mengenal tuhanku
Aku tidak tahu untuk apa diriku, sehingga tidak ada ketaatanku
Aku tidak tahu dari mana asalku, sehingga tidak tampak kelemahanku
Aku juga tidak tahu tempat kembaliku, sehingga tidak ingat kematianku
Kukira aku adalah aku
Ternyata aku bukan diriku

Aku selalu berkata "aku yang nomor satu"
Meniru musuh bapak ibuku yang terusir dari surga tuhanku
Aku selalu berkata "semua itu harus jadi milikku"
Mengikuti semua keinginan hawa nafsuku
Aku selalu berkata "itu pasti karena aku" demi selaksa puja sanjung dunia yang menipu
Kukira aku adalah aku
Tetnyata aku bukan diriku

Koreksiku pada tetanggaku amat sangat bertubi-tubi
Khilafku hanyalah adat yang tak boleh dikomentari
Gajah di depan mata tak nampak
Semut nun jauh di seberang begitu tampak
Mataku melihat, untuk menilai mereka
Telingaku mendengar, untuk menguping mereka
Mulutku berbicara, untuk menghakimi mereka
Tanganku, untuk menuding mereka
Kakiku, untuk menguntit mereka
Tak satu pu dari diriku yang peduli
Hingga aku tak melewati hari tanpa tersakiti
Bahkan, maafku hanya untuk menutupi dengki
Kukira aku adalah aku
Ternyata aku bukan diriku

Tuhan, aku rindu jati diriku
Do'aku sederhana, tunjukkan siapa diriku.
------

25 Oktober.
oleh: achmad nilam


Gambar disini:

Kamis, 22 Oktober 2015

Seuntai Ayat Barakah


كل امرذي بال لايبدا فيه ببسم الله الرحمن الرحيم فهو اقطع (رواه الخطيب عن ابي هريرة رضي الله عنه) وفي رواية فهو اجذم وفي رواية فهو ابتر ومعني كل منها قليل البركة

Artinya: Setiap sesuatu yang punya nilai baik, yang tidak dimulai dengan basmalah, maka seperti hewan yang terpotong ekornya, seperti penyakit juẓām. Kira-kira seperti itu terjemahan hadis di atas. Makna dari keseluruhan riwayat adalah “kurang barakah”. 

Sebelum melebar terlalu jauh, mari kita bahas apa itu barakah. Barakah merupakan sepotong sighāt masdar dari fi‘l mādhī, baraka-yabruku-barakah (برك يبرك بركة) yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia. Secara etimologis, kata ini bermakna “kebahagiaan”, “keselematan” atau “penambahan”. Penulis lebih mengerucut pada makna ketiga.

Istilahnya, dengan makna yang lebih sempit adalah "kebaikan yang berkembang", sebagaimana yang dituturkan oleh Gus Nasihuddin Khazin. Ada juga yang mengatakan bahwa barakah merupakan lafaz yang pengertiannya murādif dengan lafaz taufīq, yaitu "pertolongan Allah kepada hamba-Nya dengan dipermudahnya melakukan kebaikan". Terlepas dari itu semua, barakah adalah suatu nilai baik yang menjadi tujuan di setiap rutinitas.

Masih tentang barakah, mereka yang menuntut ilmu di pesantren menjadikan barakah sebagai tujuan urutan pertama, bahkan di atas ilmu yang seharusnya menempati urutan sebelum barakah. Dalam hal ini mereka  mencarinya dari tiga poin terpenting, yaitu, guru, pondok pesantren dan sahabat (bahasa Madura: kancah ponduk). Alasan mereka sederhana terkait mengapa barakah yang paling diutamakan: karena dengan barakah, ilmu yang sedikit akan menjadi cukup, bermanfaat dan tentunya berkembang, apalagi banyak, begitulah kesederhanaan yang dimaksud penulis. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang Alim di pondok, ketika pulang malah tidak seperti yang diharapkan. Na’ūdzu billāh! Begitupun sebaliknya, banyak orang-orang yang ketika mondok tidak tahu apa-apa, namun karena tindak-lampah yang sangat mengagungkan guru mereka mendapat al-futūḥ atau yang biasa kita sebut Ladunnī, karena mendapat barakah.

Pekerjaan yang kita lakukan setiap hari, baik karena hajat atau ibadat mestilah dimulai dengan basmalah supaya apa yang kita kerjakan akan semakin berkembang seiring barakah basmalah yang menyertai rutinitas kita sehari-hari. Hadis di atas sangat jelas dan gamblang, hanya membaca dengan mata telanjang saja, kita akan menangkap esensi hadis itu sendiri. Anjuran di dalamnya tak perlu tafsir. Selain karena faktor sunnah, memulai setiap rutinitas dengan basmalah, merupakan subyektivitas qur'ani, sebab kita juga termasuk orang yang selalu membaca ayat Alquran, dikarenakan ayat ini merupakan satu kesatuan surat Al-Fatihah sebagaimana yang kita kaji dalam berbagai literatur fiqih yang berhaluan  Syafi'iyah. Sudah maklum kiranya, sebuah hadis yang memberi tabsyīr (kabar gembira) kepada pembaca Alquran dengan pahala 10 dari setiap huruf yang terlantun. Kalau Alquran saja di setiap suratnya dimulai dengam basmalah bahkan ada satu riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad tahu kalau ini adalah awal surat karena Malaikat Jibril memulainya dengan Basmalah, maka alangkah mulianya basmalah, betapa agungnya bismillah dan sungguh, basmalah adalah himpunan semua kandungan Alquran.

Karena tujuan utama Alquran adalah memberi petunjuk kepada seluruh manusia dan jin agar tahu Tuhannya, dari mana dia berasal dan hendak kemana ia akan pulang dan hal itu sudah bisa kita dapatkan didalam basmalah. Selain itu dalam basmalah terdapat selaksa puja dan puji kepada Tuhan atas kesempurnaan Zat-Nya, keagungan sifat-Nya dan segala nikmat yang terlimpah-ruah ke seluruh mahluk di mikrokosmos kehidupan, hingga tak seorang pun yang bisa menghitung dan tak terjangkau oleh akal. Namun terkadang kita melihat basmalah sesederhana mungkin, sehingga perkara yang justru sederhana mengecoh pribadi kita.

Mungkin kita sering mendengar bahwa orang zaman dahulu bisa terbang hanya dengan basmalah, berjalan di atas air dengan basmalah, menghilang hanya berucap bismillah. Menyikapi kabar ini penulis sangat yakin, mereka bisa demikian karena i'tiqād yang kuat dan baik terhadap esensi basmalah sehingga istiqomah menjalankan sunnah Al-Musafā. Lantas bagaimana dengan kita? Mari kita jawab dan ejawantahkan dalam segala rutinitas kita.

Potongan Ayat atau surat yang hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan kepada Nabi Sulaiman as. ini adalah catatan pertama kali yang ditulis oleh Al-Qalam di lembaran lau mafūż. Mengapa demikian? Menanggapi pertanyaan ini penulis hanya bisa menjawab, karena keagungan basmalah.

Pembaca mungkin akan bertanya, dalam hal apa saja basmalah dianjurkan? Jawabnya, dalam segala hal, asalkan ia berstatus mubah seperti makan, minum, jimak dan berpakaian atau sunnah seperti wudhu apatah lagi perkara yang dihukumi wajib. Maka apabila ia mubah, basmalah akan mengantar amaliah kita ke derajat (pahala) sunnah, sebaliknya apabila ia sunnah pahala di dalamnya akan berlipat ganda, kecuali awal surat Al-Taubah, basmalah ada di status kukum kebalikannya. Namun yang terpenting dalam hal ini adalah sunnah-mengikuti tindak-lampah rasulillah saw. dan usaha menjadi insan qur'ani serta barakah yang mengantarkan kita kepada riḍā al-aqq.

Begitu pun status basmalah apabila dibaca untuk suatu perkara yang makruh atau haram, maka basmalah akan ikut pada hukum terkait. Penulis yakin pembaca bukanlah golongan ini.

Santri, atau biasa disebut kaum bersarung, mereka menjadikan bulan Muharam sebagai momen penting untuk merapal jimat dengan tulisan basmalah sebanyak angka yang hanya diketahui oleh mereka. Konon, jimat ini antik bacok, anti kalah, anti miskin dan anti air. Hach..!!

Mengapa demikian? Lagi-lagi karena keagungan basmalah.

Keagungan dan asrar basmalah secara luas diterangkan dalam kitab Khazīnah al-Asrār. Di dalamnya penulis temukan sebuah hikayat dua iblis LA. (gelar penyempurna iblis—La‘natullāh Alaih) yang satu gemuk karena mendapat giliran wajib tugas mengganggu orang kafir. Katanya, iblis ini bisa makan, minum dan tidur bahkan bisa menjimak istri si kafir tersebut sehingga badanya gemuk. Nahas bagi iblis yang ditugaskan menganggu orang Islam, badannya kurus tinggal tulang (kutilang) dan lemah karena dia tidak bisa tidur dan mencicipi makanan orang muslim, berikut minuman dan jimak, karena orang Islam setiap melakukan rutinitas tak pernah lepas dari seuntai ayat barakah ini. Beda halnya dengan orang-orang yang sama sekali tak tersentuh oleh pancaran barakah basmalah.

Mengapa demikian? Lagi-lagi karena keagungan basmalah.

Cewek pun, ketika ditembak oleh cowok bilangnya juga basmalah, dengan centilnya kaum hawa ini berkata: "Bismillah, iya aku terima." Sok-sokan gayanya seperti orang mau dilamar.

Mengapa demikian? Karena latang.

Setelah basmalah, hendaknya diiringi dengan hamdalah karena juga ada suatu riwayat yang berbunyi:

كل امرذي بال لايبدا فيه بالحمد لله فهو اقطع (رواه ابو داود وغيره، وحسنه ابن الصلاح) وفي رواية فهو اجذم وفي رواية فهو ابتر ومعني كل منها قليل البركة

Sepintas kedua hadis ini terjadi kontradiksi, padahal tidak, sebab permulaan itu ada dua: Ibtida’ aqīqī dan ibtida’ iḍāfī. Yang dimulai dengan basmalah adalah Ibtida’ aqīqī dengan artian permulaan yang tidak didahului oleh sesuatu apapun. Sebaliknya ibtida’ iḍāfī masih didahului oleh sesuatu yang lain. Keduanya saling terikat dan majemuk. Hendaknya tidak dibalik, karena menyalahi aturan yang sudah ditetapkan oleh mereka, para pakar kenamaan di khazanah keilmuan Islam.

Syahdan, ada seseorang yang mempunyai kuda, yang hanya bisa, dan pasti berjalan apabila diucapkan hamdalah dan berhenti apabila dikatakan basmalah. Suatu hari ada yang tertarik dengan kuda ini dan hendak membelinya, terjadilah kesepakatan antara keduanya. Ketika berjalan, orang ini dengan bangganya memacu kudanya yang baru dibeli secepat angin, satu hamdalah kecepatan bertambah, dua kali hamdalah bertambah lagi dan seterusnya. Tak lama berselang ia melihat di depan ada jurang, sedangkan kuda terus melaju, membalap angin, apabila kuda ini tidak berhenti risiko kematian bisa dipastikan. Alangkah kagetnya orang ini, ternyata ia lupa bacaan untuk menghentikan kudanya, ia berulang kali teriak membacakan hamdalah di telinga kudanya dengan mesra. Bukannya berhenti, kuda malah tambah kencang. Ketika jurang tinggal satu jengkal baru orang ini ingat. "Bismillah!" teriaknya keras. Kuda pun berhenti seketika, pas di bibir jurang. Saking bahagianya, pemuda ini berkata "Alhamdulillah!"

Cerita ini, penulis dengar dari mauidzahnya Gus Nasihuddin Khazin. mungkin cerita ini mengalami perubahan atau penambahan bahkan pengurangan sesuai dengan kuatnya daya tangkap IQ penulis, namun tetap dengan semangat yang sama yaitu, hendaknya tidak membolak balik ketentuan yang sudah dipatenkan dalam syariat atau berakibat fatal seperti cerita di atas. Alif ha. 

20/10/15 11:22. #MIFTAHULJANNAHBENGKULU

Penulis: Ahmad Nilam
(Santri PPRI 1 yang sedang bertugas mengabdi
di PP Miftahul Jannah, Bengkulu)

Sumber Gambar: hasmi.com

Selasa, 20 Oktober 2015

PPRU 1, Adakan Pelatihan Ilmu Falak

Dari Kanan : Guz. Abdurrohim [Kepala Pesantren], H. Fathullah [DPR Prov. Jatim]
Guz. Shofiyullah [ Pemateri I, Ket, LFNU] H. Anas [ Ket. KUA. Kec. Gondanglegi]
H. Bibit Purapto [ Ketua PCNU Kab. Malang], Guz. Zubaidi [Pemateri II, Wakil LFNU]
Guz. Abdurrahman Said [ Wakil II, Rektor IAI Al-Qolam], Guz. Nashihuddin Khozin [Perwakilan Keluarga Dalem PPRU 1]

[Ahad, 18/10/2015]. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 mengadakan pelatihan Ilmu Falak. Acara yang diselenggarakan di Aula PPRU 1 Putra ini, bertujuan untuk memperkenalkan Ilmu yang pasalnya saat ini tidak banyak minat oleh kalangan masyarakat. KH. Madarik Yahya, sebagai perwakilan dari dewan pengasuh, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kegiatan keilmuan sepertihalnya pelatihan yang diadakan oleh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 ini. Hal senada juga ditegaskan oleh Ketua KUA Kec. Gondanglegi, H. Anas.

Selain itu, H. Bibit Suprapto selaku Ketua PCNU Kab. malang juga memberikan sambutan, dan beliau juga menyatakan pentingnya peran pesantren dalam menumbuhkan faham-faham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, tidak terkecuali Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1, yang mana pendirinya yakni KH. Yahya Syabrowi pernah tercatat sebagai Musytasyar PCNU Kab. Malang.

Pelatihan ini seyogyanya berlangsung atas kerjasama berbagai pihak yakni, DIVISI Ta'limiyah PPRU 1 Putra, MADIN [Madrasah Diniyah] PPRU 1 Putra, IAI Al-Qolam, LFNU [Lajnah Falakiyah NU], Pemerintah Kabupaten, dan KUA [Kantor Urusan Agama] Kec. Gondanglegi, dan PCNU Kab. Malang.

Sebelum pelatihan, H. Fathullah selaku DPR Provinsi alas PKB, juga memberikan seminar kebangsaan dan Ke-NU-an, beliau memaparkan realita kondisi masyarakat khususnya dijawa timur, serta peran penting pondok pesantren dalam membina akhlak generasi bangsa. 
Guz. Shofiyullah Saat memberikan Materi Pelatihan

Hadir dalam pelatihan Ilmu Falak ini, Pemateri pertama, Guz. Shofiyullah [ Ketua Lajnah Falakiyah NU], dan Pemateri Guz. Zubaidi [Wakil Lajnah Falakiyah NU].  Acara ini terbagi menjadi dua season. yang mana keduanya, sama-sama memberikan materi pelatihan seputar cara perhitungan Awal Bulan Hijriyah.

Antusiasme para peserta nampak sekali, hal ini terbukti dengan hadirnya para peserta dari berbagai delegasi, termasuk lembaga pondok pesantren yang berada di Desa Ganjaran. Guz. Abdurrohim Said, selaku kepala pesantren, dalam keterangannya, berterimakasih kepada berbagai pihak, khususnya panitia pelaksana, dan diharapkan kegiatan ini terus berlanjut dikemudian hari [red]

hidup mati sebuah amal

hidup mati sebuah amal
https://suryandisipayung.files.wordpress.com/2014/01/shalat.jpg 
Hidup-Mati Sebuah Amal
Sebagaimana diketahui, manusia diciptakan untuk melakukan pengabdian kepada penciptanya (Q.S. Adz-Dzaariyat : 56). Ritual ini kalau dilihat dari sudut pandang syariat secara garis besar dapat disimpulkan menjadi dua kategori, yaitu: melaksanakan semua perintah agama dan menghindar dari melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama (imtiṣāl al-awāmir wa ijtināb an-nawāhī). Dua kategori inilah yang dalam terminologi agama Islam dikenal dengan ibadah, sebagai tugas utama manusia sebagai hamba.
Secara komprehensif, dalam melakukan kategori tersebut di atas akan tercapai jika dilaksanakan secara menyeluruh. keseimbangan zahir dan batin diperlukan di sini. Zahir merupakan kinerja anggota fisik seperti tangan, kaki, perut. Dalam syariat Islam, syarat dan rukun merupakan ladang untuk menggerakkan anggota melakukan ibadah. Sedangkan batin merupakan kinerja hati di setiap gerakan anggota fisik di setiap ibadah. Kedua unsur ini harus terus berlangsung secara terus menerus di setiap melakukan perintah dan atau meninggalkan larangan.
Melakukan ibadah oleh ‘batin’, tanpa perwujudan tindakan secara fisik tidak ada artinya. Semisal berniat dalam hati tanpa melakukan rukun salat, berkeinginan bersedekah tanpa ada tindakan berbagi kepada sesama, secara syariat tidak dapat dikatakan sudah salat dan sedekah. Sedangkan gerak anggota fisik dalam gerakan salat tanpa ada gerak batin (contoh: ketaatan pada Zat Yang Maha Mencipta) yang menyertai, lebih patut dikatakatan—walaupun secara syariat salatnya sudah sah—telah melakukan ‘gerakan salat’.
Ibarat sebuah rangkaian bentuk tangan, kaki, kepala, badan dan lain-lain, tanpa pernah ada ruh di dalamnya, rangkaian tersebut hanyalah sebuah ‘kerangka’, kurang lebih sempurna dari patung, boneka dan lainnya. Di sinilah urgensi keseimbangan antara zahir-batin, fisik-ruh .
Bagi seorang Muslim yang berkeyakinan dalam jiwanya bahwa ibadah yang dilakukan merupakan sebuah ketaatan kepada Zat Yang Maha Agung, pengabdian yang diperuntukkan kepada Zat yang memiliki kekuasaan tidak terjangkau dan tidak terbatas, ibadah merupakan hal yang lebih serius. Kesinambungan anggota zahir dan batin lebih diperlukan di dalamnya.
Sebab itu, perbuatan ibadah yang dilakukan dengan jerih payah—menanggalkan sifat malas, kepentingan-kepentingan dan lain-lain—akan terbuang sia-sia dan tidak bernilai, jika kehadiran perbuatan tersebut tanpa disertai  rūḥ (substansi) dari amal ibadah tersebut. Lantas apakah sebenarnya ruh dari perbuatan itu? Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita renungkan makna hadis Nabi Muhammad SAW berikut ini:
((لا يقبل الله من الاْعمال الا ما كان خالصا له وابتغى بها وجهه))
Dari hadis di atas, penulis menyimpulkan, sebanyak apapun aktivitas yang bermuatan nilai positif (ibadah) yang dilakukan, baik yang sifatnya vertikal kepada pencipta maupun horisontal kepada sesama ciptaan (mahluk) yang kemudian penulis sebut sebagai “amal”, akan menjadi tidak bernilai jika dalam pelaksanaannya tidak terkandung rasa ikhlas dalam hati pelakunya (hamba).  Salah satu tokoh sufi, Ibn Athaillah As-Sakandary telah mengatakan bahwa ruh setiap amal adalah Ikhlas (Al-Hikam).
Tanpa rasa sepenuh hati untuk mengihklaskan diri, maka pamrihlah yang akan datang berduyun-duyun. Dan timbal-baliklah yang diinginkan. Beramal demi datangnya balasan—minimal sebuah pujian—akan layu dan tidak akan pernah muncul kepermukaan seandainya balasan yang diinginkan tidak kunjung didapatkan. Kemungkinan besar kekecewaan dan merasa tersia-sia akan membuah dari amal yang berakar dari suatu harapan akan balasan yang menguntungkan, jika amal tersebut tumbuh tanpa adanya balasan. Pertanyaanya, apakah hanya ini—amal berujung kecewa—yang dapat dipersembahkan pada Allah?[]
By: Yusroful kholili

Senin, 19 Oktober 2015

Hamba Yang Ternoda


Umpan-umpan syetan
Tak sedikitpun berhenti menggoyahkan
Kalbu para hamba
Yang tak berupaya menhjauh dari dosa
Menggiurkan
serasa begitu menjanjikan

Tipuan
Hasutan
Jadilah mereka pengikut setia
Penuh dosa tanpa rasa
Berupaya gelapkan jiwa

Bagai bola
Dipenghujung kaki para bintang
Siap meluncur kemana mereka mau
Tak menentang
Tanpa rasa malu

Syetan
Tak pernah lelah tenggelamkan iman
Tak pernah berhenti menumpas sang pejuang
Menyerang
Dari setiap penjuru
Hancurkan,,
Dinding-dinding hambamu
Dinding-dinding hambamu
Dindingiman tak berilmu
Menuju kekanak an
Ssisakan debu

[Rif’an Fathoni]


Sumber foto: di sini.