Senin, 06 Mei 2013

Profil KH. Mursyid Alifi

KH. Mursyid Alifi
K.H.Mursyid dilahirkan pada tanggal 25 November 1944M di desa Ganjaran.Beliau putra termuda dari 6 bersaudara. Sejak kecil beliau telah menjadi yatim piatu, beliaupun tinggal bersama dengan saudara-saudaranya. Beliau menimba ilmu pada KH. Yahya Syabrawi.Kemudian menginjak dewasa,beliau nyantridi Peterongan Jombang dan Bangkalan Madura pada K.H.Kholil, selama 2 tahun. Setelah menyelesaikan mondoknya, beliau melanjutkan kuliah di IAIN Sunan Ampel Bangkalan,yang menjadi cabang IAIN Surabaya. Setelah selesai, beliau mendapat gelar sebagai Sarjana Muda.Untuk melengkapi gelarnya beliau melanjutkan kembali kuliahnya di IAIN Malang.

Pada tahun 1971 beliau kembali ke desa Ganjaran. Tak lama kemudian beliau dinikahkan oleh K.H. Yahya Sabrawi dengan putrinya yang saat itu masih nyantri diJombang.Tetapi, meski sudah menempuh hidup baru,keinginan untuk menuntut ilmu masih membara dalam hatinya.Hal ini terbukti meskipun sudah menyunting Nyai Hj. Hamimah, Mursyid muda masih melanjutkan studinya yang ditinggalkan di Bangkalan kemudian masuk IAIN Malang (sekarang UIN Maulana Malik Ibrahim Malang). Internalisasi dan sosialisasi didunia akademis maupun didunia luar pesantren yang intens pada gilirannya membuat semangat pembarahuan menyala didada Mursyid muda.

Senin, 17 September 2018

Pola Kepengasuhan PP Raudlatul Ulum 1 - KH. M. Madarik Yahya


Pola Kepengasuhan PP Raudlatul Ulum 

Oleh : KH. M. Madarik Yahya

Kendati bukan menjadi titik awal wujudnya pendidikan keagamaan, tetapi keberadaan KH Yahya Syabrawi (1907-1987) dalam mendirikan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I merupakan fenomena menarik yang turut menuangkan warna lain di dalam proses keberagamaan umat di wilayah Malang selatan, khususnya di seputar daerah Gondanglegi dan sekitarnya.

Dikatakan cukup fenomenal, karena animo besar yang ditunjukkan masyarakat, menjadi pertanda betapa eksistensi pesantren yang biasa disebut PPRU I itu benar-benar dilirik oleh khalayak.

Keberadaan PPRU I dinilai eksis hingga kini, dapat dilihat dari beberapa indikasi-indikasi, antara lain:
  • Para santri tidak saja berasal dari sekitar Kabupaten Malang, melainkan datang dari berbagai daerah selain Malang, bahkan dari luar Jawa.
  • Jumlah grafik para penuntut ilmu di PPRU I yang menggambarkan tren menanjak, sekalipun pada masa sekarang telah memasuki generasi ketiga.
  • Keberadaan para santri PPRU I yang selalu diperhitungkan di berbagai kegiatan, baik dalam ranah kompetisi seperti lomba baca kitab kuning Kemenag maupun dalam forum-forum ilmiah semisal bahtsul masail NU.

Fakta demikian ini tentu bukan semata-mata karena kapabilitas kiai Yahya, sebagai tokoh sentral di masanya, namun pasti terdapat faktor lain yang membuat pesantren yang berdiri tahun 1949 itu bisa bertahan sampai detik ini, meskipun peran pendirinya juga tidak kecil.

*************
Kunci utama keberlangsungan seluruh proses pendidikan di lingkungan PPRU I memang tidak dapat dilepaskan dari sosok kiai Yahya Syabrawi. Tetapi keikutsertaan beberapa tokoh lain yang menyertai beliau juga merupakan bagian dari faktor kekokohan pondasi PPRU I yang tak tergoyahkan.

Ketika KH Yahya Syabrawi memegang kemudi kepemimpinan di pesantrennya, jelas-jelas beliau tidak menerapkan konsep-konsep pendidikan modern apalagi menganut teori-teori manajemen pendidikan Islam masa kini. Apa yang dilakukan kiai asal Sampang Madura itu sangat konvensional sebagaimana lazimnya pesantren-pesantren tradisional lainnya.

Sungguh pun demikian tata kelola lembaga pendidikan, namun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan yang diselenggarakan beliau di pesantrennya tidak serta merta menyusut. Bila ditelusuri secara seksama, diakui atau tidak, kiai Yahya Syabrawi bukanlah satu-satunya tokoh yang mempunyai andil dalam hal pengembangan pesantren, tetapi terdapat kontribusi cukup besar dari beberapa sosok lain selain beliau. Sosok lain tersebut ialah KH Khozin Yahya (1939 - 2000) dan KH Mursyid Alifi (1944 - 1991).

Sebagai pendiri, kiai Yahya Syabrawi telah mengawali dan bahkan sudah menancapkan arah pendidikan, yaitu menciptakan generasi muslim yang memiliki rasa takwa kepada Allah SWT. Tetapi dari sisi metode pengajaran, beliau hanya menerapkan cara bandongan dan sorogan yang biasa dipraktikkan di berbagai pesantren-pesantren tradisional lainnya.

Kedua tokoh berikutnya inilah yang kemudian memainkan peran-peran penting dalam melestarikan dan mengembangkan PPRU I.


******************
Pola Kepengasuhan PP Raudlatul Ulum 1
Alm. al-Maghfurlah KH. Khozin Yahya (Pengasuh ke-2 PPRU 1)
KH Khozin Yahya lebih kentara di dalam keberlanjutan tradisi pengajaran yang telah ditanamkan pendahulunya. Melalui kealiman beliau ini, metode pembelajaran tetap terjaga persis seperti pendirinya. Kendati tambal sulam kitab-kitab kuning sesuai ragamnya tingkatan dan tema dilakukan oleh kiai Khozin Yahya, tetapi materi-materi kitab yang dahulu pernah dikaji oleh kiai Yahya Syabrawi tidak digeser dari sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa putra pertama kiai Yahya Syabrawi itu tetap mempertahankan tradisi kajian-kajian kitab kuning yang telah berproses.

Meskipun sikap kiai Khozin Yahya tetap memperteguh khazanah keilmuan sekaligus program pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan PPRU I, bukan berarti sosok yang lebih terlihat kesabarannya itu, tidak melakukan pengembangan pendidikan.

Salah satu hasil ide kiai Khozin Yahya dalam pengembangan pendidikan adalah berdirinya madrasah diniyah Raudlatul Ulum.

Dalam hal ini, kiai Khozin Yahya pernah berkomentar:
"Sengkok cek leburreh ke akhlakkah nak kanak diniyah."
(Saya sangat menyenangi akhlak anak-anak madrasah diniyah).

Dalam pendangan beliau, keistiqamahan santri madrasah diniyah, terutama di dalam shalat lima waktu, mampu menjadi penenang beliau dibandingkan satuan pendidikan yang lain.

**********************
Alm. al-Maghfurlah KH. Mursyid Alifi
Dalam penampilan berbeda dari kakak iparnya, kiai Mursyid Alifi lebih banyak mencari terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan di PPRU I. Memang latarbelakang pendidikan kiai Mursyid tidak cuma pesantren belaka, namun beliau pernah mengenyam bangku perguruan tinggi. Oleh karena itu, inovasi pengembangan wawasan keilmuan para santri yang diciptakan putra kiai Senamah Ganjaran itu selalu terbarukan sejalan perkembangan zaman.

Di antara pengembangan yang dilakukan beliau adalah berdirinya PGA (Perguruan Guru Agama) di lingkungan madrasah Raudlatul Ulum desa Ganjaran Gondanglegi Malang. Tentu saja fenomena ini membuat sebagian besar mata tokoh masyarakat menjadi terbelalak, sebab ide tersebut dicurigai sebagai misi tertentu yang terselubung.

Sayangnya, konflik antar tokoh mengenai seputar fakta dan sikap berkaitan dengan ide beliau, menyebabkan unit sekolah ini terkubur oleh ketidaksepakatan.

Selain mengkaji kitab kuning di dalam PPRU I, kiai Mursyid Alifi juga acapkali memfasilitasi kegiatan-kegiatan di luar program rutinitas pesantren. Salah satu aktifitas yang pernah dipandegani beliau adalah pelatihan jurnalistik bagi santri. Program yang mendatangkan pembicara kompeten di bidangnya dan atas kerjasama pesantren dengan pihak luar itu ditargetkan mampu menghasilkan santri-santri yang memiliki kepiawaian pengetahuan di dalam dunia pemberitaan.

************************
Keseimbangan model kepengasuhan kiai Khozin Yahya dan kiai Mursyid Alifi sedemikian rupa bagai dua baling-baling yang membuat seluruh proses-proses di PPRU I seperti elang yang tengah mengepakkan dua sayapnya.

Kiai Yahya Syabrawi memang telah tiada, tetapi warisan peninggalan berupa lembaga pendidikan tetap tegak berdiri di tengah-tengah gulungan zaman yang kian menghantam dunia pesantren. Tentu keberlangsungan pendidikan di pesantren ini disebabkan oleh eksistensi model kepemimpinan para pengasuh yang berimbang antara tradisional dan modern. Sehingga sampai sekarang pun -generasi ketiga - jargon NU:

الْمُحَافَظَة عَلَى الْقَدِيْم الصّالِح وَالْأخْذ بِالْجَدِيْد الْأصْلَح

di PP Raudlatul Ulum I enar-benar terejawantah.

Semoga berkah. Amin.

* Staf Pengajar di IAI Al-qolam Gondanglegi Malang.


Senin, 06 Mei 2013

Profil KH. Khozin Yahya Syabrowi

Oleh :  Guz. Ma’ruf Khozin 

KH Khozin Yahya
KH Khozin Yahya adalah putra pertama pasangan KH Yahya Syabrowi dan Nyai Hj. Mamnunah Bukhari. Beliau pula yang menjadi pengasuh kedua di PP Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Gondanglegi Malang. 

Ibu Nyai Sepuh, Nyai Mamnunah mengisahkan bahwa KH Khozin Yahya dilahirkan di Ganjaran, di Dalem KH Bukhari yang saat ini ditempati oleh KH Mujtaba Bukhari. Beliau lahir pada malam Kamis (jam 2) 16 Jumada Akhir 1358 H / 1939. KH Yahya Syabrowi memberi nama ‘Khozin’sebagai bentuk tafa'ulan (mengharap kebaikan) kepada guru beliau KH Khozin, pengasuh Pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo. Ibu Nyai Sepuh juga mengisahkan bahwa kira-kira waktu KH Khozin berusia 2 tahun, KH Bukhari telah membelikan sebuah rumah dan tanah untuk KH Yahya yang terletak di dekat perempatan desa Ganjaran. Maka KH Yahya dan Nyai Mamnunah pindah ke rumah barunya, dan Nyai Sepuh berkata: "Waktu itu masih sangat serba sulit, belum punya sesuatu untuk dimakan", kenang beliau. 

Minggu, 02 Juni 2019

Analisa Kaderisasi KH Qosim Bukhori

Oleh : Gus Mad

Analisa Kaderisasi KH Qosim Bukhori

PP Raudlatul Ulum 2 Putukrejo kini memasuki generasi kedua, setelah KH Qosim Bukhori sebagai pendiri sekaligus pengasuh pertama mangkat sekian tahun yang lalu. Sekalipun tipologi kepemimpinan beliau lebih banyak tampil demokratis, namun saat itu beliau masih sendiri dalam mengasuh santri-santrinya.

Sekarang jajaran kepengasuhan pesantren di desa yang memiliki destinasi wisata "Sumber Sira" itu bercorak kolektif. Sebab, seluruh generasi Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah itu, baik putra maupun menantu, diberikan ruang luas untuk berperan melanjutkan dan mengembangkan warisan beliau.

Kepiawaian kiai Qosim Bukhori mempetakan posisi masing-masing putra-putra beliau inilah yang akan dicermati penulis dalam kolom singkat ini.
~~~

Di luar anak putri, beliau dikaruniai dua anak laki-laki, yaitu Gus Ja'far Shodiq (Gus Faris) dan Gus Muhammad Yusqi (Gus Yusqi). Kemudian ditambah putra menantu beliau, yakni Gus Muhammad Sulthoni (Gus Sulthon), Gus Muhammad Hamim Kholili (Gus Hamim) dan Gus Muhammad Madarik Yahya (Gus Mad).

Kelima putra inilah yang kini meneruskan jejak peninggalan beliau. Hebatnya, masing-masing didudukkan pada porsi yang sesuai keahliannya.
~~~

Gus Faris Dan Gus Yusqi

Mereka berdua diangkat oleh ayahnya sebagai pengganti yang memperjuangkan dzikir (Khalifah Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah). Proses regenerasi kepemimpinan ritual olah hati ini dilakukan oleh KH Qosim Bukhori jauh sebelum beliau jatuh sakit dengan surat "Washuiyah bil Khair" berisikan hasil istikharah yang dilakukan di tanah suci Mekkah.

Bahkan kenyataan bahwa Gus Faris senantiasa diikutsertakan dalam setiap agenda kegiatan Yai Qosim, menjadi simbol yang acapkali dimaknai oleh masyarakat sesungguhnya putra tertuanya itu sedang di gadang-gadang untuk menggantikan beliau.

Sedangkan kepada Gus Yusqi, kiai Qosim menjamin pemeliharaan perkembangan putra ketiga itu, walaupun masa-masa remajanya seringkali dinilai "agak nakal" oleh sebagian alumni.

Kaderisasi kedua putranya ini cukup maklum, karena disamping lahir dan besar dari "rahim pesantren", keduanya pernah mengenyam pendidikan pesantren.

Gus Mad (penulis)
Hampir semua anggota keluarga menilai bahwa penulis dirancang oleh beliau sebagai pihak yang patut berjibaku dengan segala problematika di dunia pendidikan. Tidak seperti kedua putranya yang diarahkan melalui wasiat, kadar kualifikasi penulis di takar oleh beliau lewat isyarat-isyarat.

Dua dari sekian banyak isyarat tersebut adalah:
Pertama, beliau tidak saja menyuruh penulis melanjutkan akademik ke jenjang S2, namun rela menanggung separo biayanya.
Kedua, penulis merupakan satu-satunya keluarga yang dibebani amanah "pengajian kitab Ta'lim Muta'allim" setiap Sabtu pagi bagi santri.

Arahan beliau terhadap penulis juga tidak mengherankan, sebab semenjak kecil hingga dewasa, penulis besar dalam buaian pendidikan pesantren dan perguruan tinggi agama Islam.

Gus Hamim
Salah satu putra pengasuh PP Miftahul Ulum/PPRU IV Ganjaran itu jelas-jelas diperintahkan oleh KH Qosim Bukhori untuk berdagang dan berjuang di ranah politik.

Model regenerasi ini agak aneh, pasalnya cucu KH As'ad Ismail itu diposisikan berada di luar ekspektasi keilmuan yang dialaminya. Diketahui bahwa Gus yang kini menjadi Ketua Dewan Syuro PKB Malang itu sejak kecil berada di lingkungan pesantren, belajar di pesantren kemudian meneruskan ke tingkat perguruan tinggi agama. Namun ternyata Yai Qosim Bukhori menitahkan Gus Hamim untuk berniaga dan masuk ke gelanggang politik.

Ada apa dibalik perintah itu ? Tentu Yai Qosim lebih faham mengenai hal itu. Kalangan orang awam mungkin kesulitan menangkap nalar dibalik fakta ini, tetapi bagi kaum akademisi masih dapat direka-reka melalui pendekatan normatif.

Dalam membaca potret kaderisasi Yai Qosim terhadap Gus satu ini dibidang bisnis, bisa diteropong melalui pendekatan hadits:

ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلاَ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ [إلَى آخَر الرِّوَايَة].
فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ بِأَمْرٍ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ، وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ، إِلاَّ مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ، وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِين.
فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا. فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ: تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ.
(رواه البخاري)
فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ.  (رواه مسلم)

Sementara dibidang politik, dapat dipahami melalui hadits:

أَبْلِغُوْا حَاجَةَ مَنْ لاَ يَسْتَطِيْعُ إِبْلاَغَ حَاجَتِهِ
فَمِنْ أَبْلَغَ سُلْطَانًا مَنْ لاَ يَسْتَطِيْعُ إِبْلَاغَهَا ثَبَّتَ اللهُ تَعَالَى قَدَمَيْهِ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الطبرانى)

Gus Sulton 
Sedangkan Gus ini berada di garda depan dalam persoalan supranatural. Apalagi suami Ning Bariroh itu merupakan salah satu sosok yang ditokohkan di dunia persilatan lewat naungan perserikatan persilatan BS (Bintang Surya).

Kendatipun komunikasi Gus Sulthon di masa hidup mertuanya tidak begitu intens, tetapi berdasarkan atas pengakuannya, setelah wafat Yai Qosim Bukhori, Gus asal Pulau Garam itu seringkali mendapat petunjuk-petunjuk dari mendiang Yai Qosim.

Fakta ini menggambarkan bahwa sosok yang memiliki lima putra itu secara tidak langsung diposisikan sebagai generasi yang mempunyai spesifikasi di bidang "kanuragan".

Hal demikian itu bisa dicermati dari perjalanan hidupnya yang didedikasikan untuk membantu kepentingan orang banyak, seperti menolong tetangga yang sedang pailit, sesama yang tengah dilanda sakit, pihak-pihak yang lagi memikul hajat politik dan bahkan tidak jarang para santri dari beberapa pesantren yang di rundung lara serta ragam pengaduan yang harus diatasi lewat "kekuatan ghaib".

Analisa Kaderisasi KH Qosim Bukhori


Alhasil, Yai Qosim Bukhori memancang menantu kedua ini dalam spesifikasi "dunia luar nalar" bagi pesantren PPRU 2 Putukrejo. Sekalipun tidak merta memainkan peran di dalam perkembangan pesantren, tetapi secara implisit Gus Sulthon telah banyak memeras keringat terhadap keberlangsungan peninggalan Yai Qosim Bukhori dari luar pagar pesantren.
~~~

Semoga berkah.

Kamis, 31 Desember 2020

PERIHAL WAFATNYA KIAI MUJTABA BUKHORI (sosok)


 

PERIHAL WAFATNYA KIAI MUJTABA BUKHORI

Oleh: Gus Madarik Yahya 


Almarhum KH Mudjtaba Bukhori wafat pada 16 Desember 2020, jam 23:10 WIB di RS Panti Nirmala Malang. Kabar itu diinformasikan oleh putranya sendiri. Gus Hasbullah Huda melalui aplikasi WhatsaAp.

Rawat inap beliau bukan kali pertama, putra bungsu kiai Bukhori Ismail itu telah menjalani perawatan intensif di rumah sakit yang sama sejak bulan puasa 1441 H yang lalu.

Sebetulnya tentang ajal yang akan menjemput beliau sudah dirasakan oleh anggota keluarga. Hal ini terbaca dari tulisan WhatsaAp Gus Has, panggilan akrab Gus Hasbullah Huda itu.

Saat ditanya bagaimana Yai Mudjtaba ketika dirawat di rumah sakit? Wakil Rektor II IAI Al-Qolam Gondanglegi itu menjawab: "Semoga saja ada harapan sembuh. Tetapi kami pasrah mengenai keadaan kai."

Rasa tawakal pihak keluarga semakin kuat tatkala Yai Mudjtaba memerintahkan langsung Nyai Surohah untuk melakukan beberapa hal:

 

1. Agar menyediakan kain kafan.

2. Agar mencuci kain kafan itu dengan air zamzam.

3. Agar membuat nisan yang telah diukir atas nama beliau.

4. Agar segera membeli sapi.

 

Bahkan, lanjut istri kiai Mudjtaba, beliau berkenan menyaksikan saat kain penutup mayat itu dicuci.

Menurut Nyai Surohah, semua permintaan beliau diupayakan untuk dituruti. Cuma satu permintaan yang belum kesampaian, yaitu kiai Mudjtaba ingin sekali bertandang ke Nyai Sepuh. Menurut Ibu Nyai Pengasuh PP Al-Bukhori itu, demikian ini dilakukan semata-mata karena mempertimbangkan faktor kesehatan.

Untungnya, Nyai Mamnunah Yahya sempat menjenguk adiknya itu tatkala pulang dari rumah sakit sebelum jatuh sakit yang terakhir.

Sepulang rawat inap sebelum ke rumah sakit yang terakhir ini, kepada putri-putri kiai Qosim Bukhori saat menjenguk, Ketua YPRU Ganjaran Gondanglegi Malang itu menanyakan kiai Qosim, "demmah gemblung juyah mik tak nik ngonik ih sengkok [kemana gemblung itu kok gak jemput aku]." Entah ujaran beliau ini hanya berkelakar atau apa, tetapi yang jelas kedua kakak beradik itu memang sangat akrab. Sehingga dengan mudah kami menebak sebenarnya beliau sudah merasa bahwa tutup usianya telah dekat.

Cerita mengenai ketajaman firasat orang-orang sholeh merupakan hikayat yang lumrah di dengar, termasuk Yai Mudjtaba Bukhori. Lebih-lebih status beliau sebagai seorang Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah yang diyakini khalayak umum. Khususnya para ikhwan-akhawat yang memiliki pandangan ke depan melebihi masyarakat umumnya.

Gus Abdul Latif pernah berkisah bahwa suatu saat ia mengikuti tawajjuh dzikir yang dipimpin kiai Mudjtaba Bukhori. Di tengah-tengah ritual berlangsung, putra kiai Zainulloh Bukhori itu bergumam dalam hati, "masak, bacaan seorang Mursyid salah-salah." Pasalnya, Gus Abdul Latif mendengar bacaan Yai Mudjtaba agak kurang tepat dilihat dari kaidah nahwu-shorof.

Langsung saja Yai Mudjtaba menghampiri keponakan itu sembari berkata: "Engkok keng su kesusu cong..! [Aku hanya tergesa-gesa nak...!]," seraya menghardik dengan tasbihnya.

Padahal ungkapan Gus Abdul Latif hanya terlintas dalam alam pikirannya saja.

Senin, 04 September 2023

Mauidzoh Hasanah di PPRU 1 Putra, Gus Adib: Santri itu Harus Bercanda!

PPRU 1 News | Div. Ubudiyah PP. Raudlatul Ulum 1 Putra mengundang Dr. KH. Muhammad Adib Mursyid pada Senin, 4 September 2023 untuk memberikan mauidzoh hasanah kepada para santri di musala PP. Raudlatul Ulum 1 Putra.

Dalam kesempatan tersebut, Rektor IAI Al-Qolam Malang tersebut menyampaikan akan pentingnya bercanda dalam kehidupan sehari-hari. “tetapi jangan sampai membayangkan bahwa bercanda itu hanya yang urakan itu, ya. Karena bercanda itu cakupannya luas” dawuh beliau dalam menstimulus para santri.

Foto: Dr. KH. Adib dalam memberikan Mauidzoh Hasanah

Dalam kemepatan tersebut, beliau menyebut beberapa gaya bercanda ulama terdahulu. Mulai dari KH. Zainulloh (Mursyid tarikat An-Naqsabandiyah), KH. Wahab Hasbullah (salah satu pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama’) hingga yang termuda, KH. Abdurrahman Wahid (Presiden ke-4 Republik Indonesia dan Ketua PBNU)

“Jadi dahulu itu,” mulai beliau dalam bercerita, “Kiai Yahya itu pernah diundang oleh salah satu alumni yang berdomisili di salah satu kampung di Desa Ganjaran yang berbatasan dengan Desa Putuk Rejo. Hampir semua Kiai yang ada di Ganjaran itu diundang. Mulai dari Kiai Zainullah, Kiai Fudholi, Kiai Abbas, Kiai Muhammad, Kiai Qosim, Kiai Dumyati dan Kiai Ismail.

Nah, Kiai Zain kan yang paling sepuh, jadi ada di tengah. Pada waktu itu, oleh tuan rumah, disediakan satu ayam panggang utuh. Selain itu, tuan rumah menyediakan ayam yang di masak kuah kare.

Ketika itu, ketika tahlil dan doa sudah dibacakan, Kiai Zain itu menggeliat. “Ayo, Sul!” ucap Kiai Zain pada Sulhan, salah satu khadim-nya, “Saya sakit semua ini. Samean ambilkan kantung plastik, sul. Bawa ayam panggang utuh itu! Ayo, pulang, yuk!” Kiai yang lainpun kaget dengan merespon “Loh! Ayam utuhnya dibawa!”

Ketika Kiai Zain sudah berada di atas motor untuk pulang, salah satu kiai mengejar. “Bagi sedikitlah, kiai!” pinta kiai yang mengejar itu.

Selasa, 05 September 2023

Kyai Yahya, Santri dan Sulutan Rokok di Tangan

 

PPRU 1 News | Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra Divisi Ubudiyah mengundang Dr. KH. Muhammad Adib Mursyid untuk memberikan mauidzoh hasanah pada Senin, 4 September 2023 di musala Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra sebagai alternatif bimbingan ibadah yang biasa dilakukan pada setiap malam Selasa.

Dalam kesempatan tersebut, salah satu keluarga ndalem yang menjabat sebagai Rektor IAI Al-Qolam Malang tersebut menyampaikan akan pentingnya bercanda dalam kehidupan sehari-hari. “Tetapi jangan sampai membayangkan bahwa bercanda itu hanya yang urakan itu karena bercanda itu cakupannya luas,

Foto: Gus Adib dalam memberikan Mauidzhoh Hasanah

Ada banyak sekali contoh dari masyayikh kita yang walaupun beliau-beliau sudah lanjut usia dan mempunyai wibawa, beliau tidak lepas dari kebiasaan bercanda,” papar beliau melanjutkan.

Beliau lantas menyebutkan contoh bagaimana KH. Yahya, pendiri PP. Raudlatul Ulum 1 dalam bercanda dengan santrinya.

“Suatu hari, kira-kira pada tahun 60-an, di  tahun itu, Kiai masih sehat dan bangunan pondokpun juga baru jadi. Pondok belum ada listrik pada waktu itu. Karena pada tahun 60-an itu, listrik kan belum masuk ke desa-desa. Di Desa Ganjaranpun masih menggunakan lampu strongking.

Jadi pada saat itu, ketika beliau hendak membangunkan santri di jam 3 pagi, ada salah satu santri yang bangun dan melihat keberadaan Kiai. Tetapi yang anak santri itu lihat bukan Kiai. Karena pada waktu kondisi pondok memang gelap. Yang santri itu lihat adalah seseorang dengan sulutan rokok yang ada di tangannya.

Kamis, 29 Oktober 2020

LIBURAN MAULID DITIADAKAN! MEMBUAI BANYAK KEBERKAHAN. AMIN

Oleh: Idris Jazuli

foto masayikh  PPRU1 dan para gus PPRU1

 

Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad  wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.Serta puncak keemasan islam sebab kenabian muhammad adalah satu-satunya manusia pilihan. Oleh sebab itu ekspresi kegembiraan itu dilahirkan dipodok pesantren raudlatul lum 1 ganjaran, dengan harapan mendapatkan syafa’at dari nabi serta membuai angin segar bagi santri yang liburnya ditiadakan.

Pada momen maulid nabi muhammad SAW. tersebut yang dilaksanakan di aula lantai dua padam jam 19:30 tepatnya setelah sholat isyak malam 12 robi’ul awwal 28 oktober 2020,  alhamdulillah di hadiri  pengasuh ppru1kh mukhlis yahya, kh nasihuddin khozin, kh abdurrohman sa’id, kh muhammad adip mursyid, gus abdurohim sa’id, gus muhammad syarif hidayatullah sa’id, sebagian juga para agus agus muda gus amor , gus  ama’ dan gus shofi. Acara mauild tersebut juga di meriahkan oleh grub as syafa’ah ppru1 yang tak jauh berbeda dengan grub sholawat terbesar lainnya.

Acara berlangsung dengan khusu’ dan khidmat serta meriah dengan pembacaan sholawat simtudduror yang di bawakan grub as syafa’ah yang dikomandoi gus syarif dan pembacaan  fihubbi yang dipimpin langsung oleh kh nasihuddin khozin, kemudian di iringi dengan mauidhotul khasanah yang disampaikan oleh kh abdurrohman sa’id, dan di sempurnakan dengan do’a yang di pimpin oleh kh mukhlis yahya.

Dalam mauidhotul hasanah kh abdurrohman sa’id, yang dikenal juga dengan sebutan gus dur. beliau menyampaikan tentang keagungan nabi muhammad dan banyak pujian pujian tertulis dalam kitab kitab maulid karangan para ulama’ termasuk kitab simtudduror karangan habib al habsyi dan masih banyaklagi kitab kitab lainnya. tapi itu semua tidak bisamenjelaskan keagungan nabi secara sempurna bahkan menurut penyampain beliau gus abdurrohman sa’id, andai saja alam dan seiisinya ini tinta yang dibuat  untuk menulis keagungan nabi muhammad pasti tidak akan cukup dan tidak akan selesai  selesai, karena allah sendiripun memuji keagungan  nabi muhammad. Dan beliau gus abdurrohman menjelaskan semua maulid maulid di tulis untuk thaswiqhon lissami’mengenalkan terhadap pendengar  agar kita bisa lebih mudah menjangkau maqom mahabbah kecinta’an terhadap nabi muhammad SAW.

Sebelum do’a di lantunkan kh mukhlis yahya, beliau  bercerita dibulan yang telah lewat, tepatnya di malam sebelum pelantikan rektor barual qolam yang dilaksanakan pada hari sabtu, romo kh mukhlis bermimpi dua masyayikh yang juga termasuk salah satu penggagas berdirinya  al qolam yakni kh yahya syabrowi dan kh usman mansur bululawang, di dalam mimpinya beliau kh mukhlis melihat dua kiyai ini berada di halaman al qolam, dan  di sekelilingnya banyak para mahasiswa al qolam sedang beraktivitas, dua masyayikh ini berdialog tentang al qolam sampai kh usman mansur menurut cerita beliau dalam mimpinya berdo’a yang bunyi do’anya

:اللهم بارك في هذا العلوم الي يوم الاخر

dan lafat do’a ini sangat jelas sekali terdengar dalam mimipinya beliau, dan beliau berpesan pada santri ppru1untuk menyelesaikan pendidikannya sampai selesai kalau bisa sampai lulus sarjana al qolam, dan beliau selalu meyertai dalam do’anya, kesuksesan santrinya yakni mendapat kemanfa’atan ilmu dan kebarokahhan ilmu.

 

 

 

 MEDIA SANTRI: SARANA TEMPAT MENCARI SOLUSI

 

Rabu, 21 Februari 2024

Rapat Kenaikan Kelas PPRU 1 Putra: Evaluasi dan Saran Menyambut Tahun Ajaran Baru

PPRU 1 News | Pada Rabu, 21 Februari 2024, PPRU 1 Putra menyelenggarakan rapat kenaikan kelas di Aula PPRU 1 Putra. Rapat yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Habib Syekh, Gus Syarif Hidayatullah, dan Guz Zamzami Mursyid, serta guru-guru yang ahli di bidangnya, menjadi titik fokus perbincangan yang berharga.

Rapat ini menjadi panggung utama bagi evaluasi dan pembahasan mengenai kenaikan kelas setiap santri, khususnya dalam aspek Al-Qur'an, musyawarah, bahasa Arab, dan metode Al-Miftah. Gus Syarif Hidayatullah, salah satu koordinator yang hadir, menyoroti perlunya evaluasi pada beberapa bagian dan memberikan beberapa saran konstruktif untuk meningkatkan mutu pendidikan pada tahun ajaran mendatang.

Perbincangan yang berlangsung dalam rapat ini mencerminkan komitmen PPRU 1 Putra dalam memberikan pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan. Dengan melibatkan para ahli dan tokoh agama terkemuka, diharapkan langkah-langkah yang diambil dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi perkembangan santri dan lingkungan pendidikan secara keseluruhan.

Kesimpulannya, rapat kenaikan kelas ini tidak hanya menjadi momen rutin dalam kalender akademis, tetapi juga sebagai wadah penting untuk refleksi dan perencanaan ke depan. Dengan semangat evaluasi dan semangat perbaikan yang diusung, PPRU 1 Putra siap menyambut tahun ajaran baru dengan langkah yang lebih mantap dan berkesinambungan.

Sabtu, 11 Januari 2020

KIAI YAHYA BEKALI AL-QUR'AN PADA TIGA SANTRI TUGAS

Sebagaimana layaknya lembaga pendidikan yang senantiasa meluluskan anak didiknya, PP Raudlatul Ulum 1 banyak menghantar para santri hingga selesai jenjang pendidikannya. Namun dibalik kenyataan pesantren yang berada di desa Ganjaran Gondanglegi Malang itu menamatkan santri-santrinya dalam pendidikan formal, KH Yahya Syabrowi telah melakukan penugasan santri ke beberapa wilayah sejak lama. Salah satu di antara santri yang ditugasi kiai asal Sampang Madura itu adalah Ustadz Samin.
  
Pemberangkatan Bapak Samin ini merupakan tahap kedua setelah Ustadz Su'udi Penjalinan Gondanglegi dan Ustadz Sari asal desa Ganjaran ke wilayah Kalimantan Barat. 

Sebetulnya penugasan tahun 1973 ini terdiri dari tiga orang: (1) Ustadz Rusdi Wahid dari Klepu Sumber Manjing Wetan. (2) Ustadz Marju'in [H. Khoiron] dari desa Bekur Pagak. (3) Ustadz Samin dari Lowok Waru Turen.
KIAI YAHYA BEKALI AL-QUR'AN PADA TIGA SANTRI TUGAS
Pict by Gus Mad


Kepada masing-masing tiga orang tersebut, Yai Yahya Syabrowi memberikan Al-Qur'an dengan warna cover yang berbeda-beda. Ustadz Rusdi mendapat Al-Qur'an berwarna coklat, sedangkan Ustadz Marju'in memperoleh warna kuning, sementara Ustadz Samin dihadiahi warna abu-abu. Tidak diketahui dengan jelas rahasia yang melatari perbedaan warna kulit kitab suci itu, tetapi mencermati kondisi masing-masing ketiga tugasan, bisa dianalisa dari spesifikasi peran-peran ketiga orang tersebut. Ustadz Rusdi Wahid lebih banyak mengembangkan pendidikan melalui lembaga pesantren dan sekolah, adapun Ustadz Marju'in lebih tampak bermain di ranah politik sedangkan Ustadz Samin lebih terlihat sebagai sosok yang menyertai masyarakat akar rumput.

Selain memperoleh Al-Qur'an, sewaktu akan berangkat, ulama yang hingga wafat masih menduduki Musytasyar NU Cabang Malang itu mengijasahkan "Asmaul Husna" kepada ketiga santrinya. 

KIAI YAHYA BEKALI AL-QUR'AN PADA TIGA SANTRI TUGAS
Pict by Gus Mad

Sementara Ustadz Samin yang dikenal dengan sebutan "Pak Guru" di Retok Majau itu diberikan buku "Tata Cara Menikahkan". Ternyata buku yang ditulis oleh Drs KH Mursyid Alifi itu kini sangat berguna, karena entah bagaimana asal muasalnya setiap kali ada acara pernikahan, masyarakat selalu menunjuk Ustadz Samin sebagai tokoh yang dipercaya menangani akad nikah di kampungnya. 
_

(Disarikan dari berbagai sumber oleh Gus Mad)

Jumat, 05 Maret 2021

Cakrawala berfikir Ala Madzhab (resensi)

 


Resensi Risalah Fathu al-Majid fi Bayani at-Taqlid “Cakrawala berfikir Ala Madzhab”

Oleh: Mursyid Hasan

 

 

Profil Pengarang Kitab

Pengarang kitab Fathu al-Majid fi Bayani at-Taqlid ini termasuk salah satu putra dari ulama terkenal dari Indonesia siapa lagi kalau bukan  KH. Abdullah Abd Manan pendiri Pondok Pesantren Tremas, keluarga beliau memang ahli ilmu agama, jadi wajar kalau putra-putra beliau sangat mendalami ilmu agama seperti yang akan kita bahas ini.

Kami sebut dengan nama Kyai Dahlan Tremas, beliau mulai mendalami ilmu agama dari sang ayah di Tremas kemudian dating ke kota Semarang untuk berguru kepada KH. Sholeh Darat setelah ilmu yang ia dalami sudah mumpuni. Baru beliau Melanjutkan tholabul ilm’nya ke Makkah dan Mesir. Diantara Guru-gurunya disana, Syekh Bakri Syatha, Syekh Jamil Djambek dan Syekh Thahir Djalaluddin.

Ringkasan

Sebuah Risalah yang sudah di ringkas dan penjabarannya terlalu  padat ini ditulis untuk menerangkan betapa pentingnya bertaqlid atau dalam diksi lain menjalankan aktivitas keagamaan baik berupa ibadah maupun muamalah sesuai arahan para ulama yang sudah menganalisa, mengkaji, membuat rumusan.

Sebagaimana yang sudah diketahui bersama bahwa tidak mungkin setiap orang dapat menyimpulkan hukum langsung melalui sumbernya, bahkan diantara para ulama pun gelar mereka bertingkat-tingkat sesuai dengan kapasitas penguasaan ilmu yang mereka miliki, penulis telah menjelaskan hal ini panjang lebar agar siapa pun yang berinteraksi  dengan sumber primer agama ini mengetahui kadar dan kemampuan diri.

Dalam risalah ini juga kita dikenalkan nama-nama tokoh Ulama Syafi’iyyah yang dijadikan pondasi dalam menganalisa perangkat imam mazhab dalam beristinbath. kita akan melihat posisi mereka berbeda -beda sesuai dengan nama atau gelar seperti perbedaan antara mujtahid mustaqil dan mujtahid mutlaq muntasib, ashabul wujuh, mujtahid fatwa dst. juga disebutkan penggunaan istilah syaikhain dan cara memilih pendapat keduanya jika bertentangan.

Salah satu susunan tema puzzle yang menarik untuk diketahui adalah kebolehan mengambil pendapat yang lemah untuk amalan pribadi namun tidak untuk fatwa publik disamping kebolehan bagi mufti memberikan pilihan dua pendapat Imam Syafi’i saat menyampaikan fatwa.

Risalah ini sangat penting bagi pengikut mazhab Imam Syafi’i, agar ahli ilmu dikalangan mereka menjadikannya sebagai pegangan serta diajarkan kepada masyarakat Syafi’iyyah demi untuk memberikan pemahaman secara utuh tentang esensi bermazhab dan bertaqlid serta paham aturan dan kaidah yang telah ditaati bersama oleh Ulama Syafi’iyyah.

Kelebihan Risalah Fathu al-Majid fi Bayani at-Taqlid

Risalah ini Membuka cakrawala berpikir khususnya bagi pendakwa tidak perlu bermazhab dan kaum yang tidak memiliki kematangan perangkat ilmu fiqh dan ushul fiqh supaya mereka tahu diri dan posisi saat berinterkasi dengan sumber primer agama yang disepakati yaitu Al-Quran dan Al-Hadis.

 

Senin, 07 Agustus 2023

Menginspirasi! Gus Zamzami: Santri Itu Harus SIAP! Oleh: Muhammad Farhan

 

PPRU 1 News | Divisi Ubudiyah Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra mengundang Gus Muhammad Zamzami Mursyid untuk memberikan mauidzoh hasanah yang menjadi ganti dari kegiatan rutin Praktik Bimbingan Ibadah pada Senin, 6 Agustus 2023 di musala Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Zamzami menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan santri. Mulai dari bahwa santri itu harus mempunyai cita-cita yang tinggi, memperbaik dan memperbagus tulisan, klasifikasi santri yang terbagi menjadi 3; santri sejati, santri gadungan dan santri yang sebenarnya bukan santri. Selain itu, beliau juga menyampaikan pentingnya memilih teman dan sabar dalam menghadapi kehidupan di pondok.

Dalam acara rutinan yang diadakan pada setiap bulan tersebut, Gus Zamzami juga memberikan mauidzoh bahwa santri itu harus SIAP yang lantas beliau jabarkan tentang apa yang dimaksud dari SIAP tersebut.

“Maksudnya S itu adalah sopan santun. Jadi, santri itu harus ber-akhlaqulkarimah,” ucap Beliau dalam mengawali singakatan huruf perhuruf dari SIAP.

Sedangkan maksud dari I itu adalah integritas; shiddiq. Santri itu harus integritas. Salah satu contoh yang beliau paparkan adalah bahwa ketika santri membaca ikrar maka cara untuk mewujudkan keintegritasan tersebut adalah dengan melakukan apa yang tertera pada ikrar santri yang dibaca tersebut. “Jadi integritas itu adalah melakukan apa yang di ucapkan,” lanjut beliau dalam memaparkan maksud dari huruf I.

“A-nya adalah akuntabel. Bahasa Arabnya itu amanah,” sedangkan dalam bagian ini, beliau memaparkan contoh bahwa untuk mempunyai sifat amanah, dalam ruang lingkup santri, adalah dengan mengikuti kegiatan yang ada. “Kalau kalian diberi tanggung jawab, laksanakan!” ucap beliau dalam merumuskan maksud dari singkatan yang ke-3 tersebut.

Sedangkan kepanjangan dari yang P adalah profesional yang kemudian beliau kaitkan dengan klasifikasi 3 santri di atas. “Untuk menjadi profesional, kalau mempunyai pendapat, sampaikan! Asalkan tidak ngawur!”

“Jangan mengandalkan barakah kalau tidak punya ilmu! Tetapi jangan hanya mempunyai ilmu tanpa barakah! Kalau pintar, harus juga diimbangi dengan sopan santun.” pungkas beliau yang kemudian diikuti dengan salam penutup.


Senin, 01 Februari 2021

MEMBACA SEJARAH DARI AMANAH (resensi)



MEMBACA SEJARAH DARI AMANAH

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi (M.A.H)

Resensi

AMANAH Media Komunikasi Informasi

Judul

Masa Depan Ummat Ditangan Pemuda

Penerbit

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1

Tahun

28 Oktober 1928 – 1986

Tebal

27 Halaman

 

Mungkin beberapa dari alumni atau santri masih belum menyadari beberapa majalah pondok pesantren yang saat ini masih tersimpan rapi dilemari perpustakaan. Majalah AMANAH Media Komunikasi Informasi awal diterbitkan pada tahun 1928 sampai dengan 1986. Masa depan ummat ditangan pemuda sebagai sampul buku, diawali dengan tulisan yang berjudul Da’wah dan perubahan Sosio Kultural. Meski beberapa dari kalangan santri akan cukup kesulitan memahami  teks yang disampaikan dalam buku, akibat perputaran zaman yang memaksa para pembaca harus mengatuhi situasi perkembangan pada masa itu, setidaknya ada beberapa poin penting yang mestinya diketahui bersama, dan harusnya memicu adrenalin para pembaca.

Salah satunya perihal Pesantren dimasa dulu khususnya tahun 80-an. Dalam bukunya dijelaskan bahwa pesantren kemarin, kini dan esok adalah yang harus diperhatikan dalam-dalam. Bagaimana tidak, pesantren yang dulunya terkenal sebagai lembaga kolot kontroversial, kini harus berkompetisi dan bersaing baik dibidang pendidikan maupun hal yang berkaitan dengan moral. Dalam bukunya juga disebutkan oleh salah satu Pimpinan Redaksi pemred Hanafi M. Khalil, bahwa pesantren Pada awal berdirinya tak ubahnya hanya menjadi padepokan-padopakan kecil di pedalaman, yang dimaksudkan sebagai benteng terakhir dari sebuah serangan sang bule (belanda).

AMANAH dengan tema masa depan ummat ditangan pemuda adalah bagian pertama dari dua bagian Amanah yang tersisa, buku ini secara seluruh menjelaskan dunia pendidkan dan islam, lebih-lebih pesantren yang beraliran Ahlussunnah wal Jama'ah dan Nahdlatul ulama.

Tokoh utama dalam penerbitan AMANAH edisi 80-an ini salah satunya Kh Yahya Syabrawi pengasuh utama sekaligus sebagai pelindung, atau yang lebih kita kenal sekarang dengan sebutan penanggung jawab, ditemani oleh Drs. HM. Subairi. Drs. HA. Mursyid Alifi dan Kh. Khozin Yahya sebagai penasehat.

***

Membaca AMANAH mengajak kita kepada tabir masa lalu, mengajak para pembaca untuk mengenal lebih dekat dengan sejarah yang sudah terjadi sebelumnya, hingga bukan suatu hal yang mudah jika dalam satu kesempatan pembaca tidak mampu memahami teks yang disampaikan. Pembaca juga dituntut mencari refrensi buku yang lainnya, sebagai motivasi mengatahui historis yang telah terjadi lama sebelum kita dilahirkan.

Jika kita lebih teliti dengan ulasan yang diberikan oleh buku AMANAH sendiri, kita akan sering mendengarkan berbagai macam istilah yang kemungkinan besarnya akan menghadapi kesulitan bagi para pembaca sendiri, salah satunya Repelita. Singkatan dari Repelita sendiri adalah  Rencana pembangunan lima tahun, yang kemudain akan menentukan pemerintahan ke jalur yang lebih baik, dan menjadi arah yang harus dilakukan oleh pemerintahan itu sendiri.

Repelita sendiri hadir pada tahun yang berbeda-beda, dimana Repelita jilid I hadir pada tahun (1969–1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. Repelita jilid II hadir pada tahun (1974–1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain JawaBali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. Repelita jilid III hadir pada tahun (1979 sampai 1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Repelita jilid IV (1984–1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri. Repelita jilid V (1989–1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.

Tentu dengan adanya ini kita akan lebih mengurangi beban pikiran yang masih menjanggal. Namun kita juga tidak bisa ambil kesimpulan bahwa repelita akan berjalan sebagaimana mestinya. Buktinya dalam buku AMANAH sendiri juga tak segan mengkritik habis-habisan perihal repelita rencana pembangunan lima tahun, dimana dalam hal ini pada masa Presiden Soeharto, disini agama khusunya Islam memiliki tugas yang sangat sentral dan krusial. Islam harus turut andil dalam menjalankan tugas pemerintahan dengan beberapa pertimbangan. Ya, islam harus berada  di garda terdepan, sebagai lokomotif ganda di pangkal dalam rangkaian pembangunan bertaraf Nasional itu. Dalam bukunya juga menjelaskan beberapa siasat da’wah yang harus dicanagkan oleh para lembaga pendidikan khususnya para tokoh atau kyai yang punya pendidikan, tak terkecuali lembaga pesantren.

Seperti yang sudah kita kenal sekarang, janji merupakan hal yang wajar disampaikan dalam satu dekade atau masa-masa pemilihan, untuk menyakinkan masyarakat dalam menentukan pilihan. Kita juga sering mendengar beberapa siasat pemerintah dalam kelangsungan lima tahun kedepan, dan tak sering juga masyarakat memberikan kritik sosial melalui tulisan atau semacamnya.

“Repelita yang sudah dilancangkan pemerintahan itu telah menuju ke tahap industrialisai, sementara rasio man-power-nya belum memadai sekali. Sehinga kemungkinan besarnya menimbulkan beberapa ledakan besar yang mengakibatnya masyarakat sekitar kehilangan pekerjaan, atau bahkan kehilangan komplek yang sudah ia tiduri sebelumnya.”

Lafad diatas jelas memberikan kesan yang sangat emosional, selain mengajak para pembaca untuk membuka cakrawala masa lalu, kita juga diajak untuk tetap tinggal disana sebagai bukti sejarah, atau sebagai pembaca saja. Kini kita bisa tahu bahwa peradaban islam pada masa 80-an menghadapi tantangan yang sangat besar, dan bukan hal mudah untuk dipecahkan, sementara pesantren dipaksa harus jadi alternatif terakhir dari sebuah jawaban yang masih mencekal di masyarakat.

Islam juga harus mempertimbangkan beberapa siasat yang kemungkinan besar menghadapi kecendrungan-kecendrungan yang bermacam-macam, menurut Koentojiyo salah satu dosen Fak. Sastra dan Sejarah Universitas Gajah Mada dalam bukunya juga mengungkapkan, bahwa “da’wah dapat bersikap positif dalam arti menguatkan kecendrungan itu, disamping itu juga dapat besifat negatif   dalam arti menolak atau bersikap historis dalam arti berada di atas kejadian-kejadian sejarah.

Dengan ini kita bisa tau betapa besarnya peran islam dalam menjalani tirani totaliter yang penuh lika-liku itu. Sehinga apa-apa yang terjadi kedepan bisa juga tidak sesuai dengan apa yang diramalkan. Sehingga pertimbangan yang dimaksudkan bisa juga gagal, bisa juga berhasil dalam arti mengikuti apa yang diharapkan oleh pemertintahan.

Membebaskan individu dan masyarakat dari sistem kehidupan yang dholim (tirani totaliter) menuju kehidupan yang adil (demokratis) tentu ini yang diharapkan oleh islam dan masyarakat. Bebas dari kengkaman pemerintahan.

***

Dalam buku Amanah juga mempertimbangkan beberapa alasan terkait NU organisasi islam Nahdlatul Ulama Dalam menyikapi Pemilu di tahun 1987. Dimana pada waktu itu NU dengan tegas membebaskan kaum Nahdliyin memilih sesuai hati nurani melalui kepentingan masing-masing. Bertujuan demi kelangsungan hidup atau kesempatan memilih dengan bebas.

           Demikianlah alasan majalah ini diterbitkan, dengan alasan “semua manusia bebas berekspresi, bebas bersikap sesuai yang dihadapkan oleh dirinya sendiri, dan bebas dari ancaman yang beragam dari pemerintahan itu sendiri.

Majalah Amanah ditutup dengan media tanya jawab, dimana media ini memuat pertanyaan finansial atau permasalahan global yang lalu di musyawarahkan dalam bingkai bahtsul masail. Sementara penempatan bahtsul masail sendiri bertempat di PPAI Darun Najah Karang-ploso Malang dengan dihadiri langsung oleh tokoh ganjaran tak terkecuali Drs. H Mursyid Alifi sebagai ketua sidang.