Senin, 22 Juli 2019

PESAN AYAH SAAT MENJENGUK ANAKNYA DI PESANTREN

oleh: Gus Mad

Nak, Coba letakkan HP itu ! Matikan saja. Aku datang ke pesantren ini supaya kamu dapat melepaskan rasa rindu kepadaku. Akulah ayahmu, bukan justeru engkau "bermesraan" dengan barang itu.

Ayah berhak cemburu, sebab engkau adalah darah dagingku. Engkau lahir dari rahim ibumu, bukan terbuat dari elektronik itu.

Aku ini bukan konglomerat, tetapi tergolong kelas ekonomi melarat. Aku datang ke sini, menanggung segala resiko. Waktu bekerja kutanggalkan, hasil usaha berkurang demi dirimu, dan rela berkorban kehujanan atau kepanasan karena hanya motor yang kupunya. Ternyata engkau lebih peduli pada HP itu ketimbang menomorsatukan aku.

Nak, Engkau sanggup bersekolah, engkau bisa berpakaian layak dan engkau mampu melahap makanan hingga hari ini.
Lihatlah dibalik itu semua, ayah peras keringat banting tulang dan bahkan ayah bersusah payah mencari pinjaman, mengurangi makan dan tak jarang menjual barang kesayangan ibumu.
Untuk apa semua ini ? Agar engkau tidak terhina, supaya kebutuhanmu terpenuhi.

Ketika kau di pesantren, seakan begitu terhimpit urusan penting, ayah di suruh datang tepat waktu tanpa tawar lagi. Padahal tidak perlu kau perintah, pasti ayah menjenguk demi mengirim dan mengetahui kondisimu.
Tetapi nak, Sesampai di sini, kau lebih asyik dengan HP itu seakan-akan keberadaanku tak berarti.

Sejauh menyusuri jalan, besar harapan ayah dapat bercengkrama dan bersenda gurau denganmu. Ayah ingin mendengar celotehmu tentang dunia lain di luar lingkungan rumah kita. Apa saja cerita kehidupan sehari-hari bersama sahabat, kakak senior, dan para ustadz-ustadzmu.

Bahkan ayah sangat senang jika anak ayah menceritakan tentang pengalaman serta hasil belajarmu selama ini. Ayah suka saat kamu berkeluh-kesah, mengadu dan bertingkah manja di hadapan ayah.  Tersanjung rasa hatiku ketika butiran bening air mata menghias pipimu karena persoalan-persoalan yang melilitmu dengan detail kau ungkapkan lewat bibirmu.
Terasa sekali akulah ayahmu.

Tetapi sayang, kini kau sengaja mengganti posisi orang tuamu ini hanya dengan HP itu.
Senyum renyah, dan tawa kecilmu kau persembahkan pada sebatang alat itu.
Aku seakan hanya seorang satpam yang menjaga tuannya. Sungguh tegamu telah melewati rasa asih pada ayahmu...

Tatkala aku bertanya, kau hanya mengucapkan satu dua kalimat tanpa memperlihatkan perhatian. Bahkan seringkali kau merespon dengan anggukan. Nyata betul kau enggan menjawab kata-kata ayahmu ini.

Nak, sebegitu berharga barang itu bagimu hingga kehadiran ayahmu ini tak lagi bermakna.
Andai bukan karena rasa sayang sosok ayah pada anaknya, mungkin aku kembali ke rumah lebih awal dari waktunya.

Padahal begitu kau merasa kekurangan bekal, tanpa segan kau memaksa bagai prompak yang tengah menjarah. Seakan ayahmu tak boleh berkelit dengan secuil alasan.
Sebagai kepala rumah tangga, pasti ayah akan mengejar kemanapun rupiah ditemukan sekalipun harus menukar harga diri, sebagai bentuk tanggungjawab ayah.

Tak mengapa, bagi ayah garis hidup ini merupakan lika-liku yang harus dijalani. Pertemuan yang membelah jarak dan waktu antara dirimu dan ayah telah membasmi lelah.
Tetapi nak... Saat kita dekat, kau jauhkan dirimu dariku. Kau lebih memilih berselancar di dunia maya, bahkan kau memprioritaskan pertemanan.

Nak, di mana kau peroleh perilaku demikian ? Tidak mungkin guru-gurumu mengajarkan tentang ini semua.
Jika dalam sekian tahun yang kau habiskan hanya mampu memperlihatkan kelihaianmu bermain barang itu, berarti keberadaanmu di tempat ini tak ubahnya seperti anak-anak kampung kita. Mereka tak berpendidikan, namun mereka piawai menjalankan aplikasi HP-nya. Lalu buat apa kau memungut pundi-pundi dari ayah, bila eksistensimu hanya sebanding mereka ?
~
Semoga berkah
PESAN AYAH SAAT MENJENGUK ANAKNYA DI PESANTREN

Selasa, 16 Juli 2019

Kerasan Gak Kerasan Tetap Santri


oleh: Zainur Roziqin

            Pesantren merupakan salah satu lembaga berbasis agama yang keberadaannya cukup terkenal dikalangan masyarakat Indonesia, mulai dari petani, penyanyi sampai pejabat tinggi. Oleh karena itu banyak masyarakat yang antusias memondokkan anaknya di pesantren, meskipun sebagian orang tidak berpendapat demikian.
            Tak luput dari itu, pondok pesantren banyak menerima murid (santri) baru. Ada macam-macam alasan yang membuat mereka masuk pondok pesantren,ada yang karena keinginan sendiri, di suruh orang tua, punya permintaan yangharus dikabulkan, bahkan ada yang tidak mempunyai alasan sama sekali.
         ***
            Di  awal-awal masuk pesantren, ada hal-hal yang mengganggu santri yaitu rasa tidak kerasan, perasaan yang mengganggu santri itu sendiri, juga bahkan orangtuanya. Itu semua terjadi karena mereka kepikiran dengan masa-masa di rumahnya. Di saat temannya yang tidak mondok bisa bermain bebas, santri baru dituntut untuk disiplin tinggi, mengikuti peraturan-peraturan yang ada.
Kerasan Gak Kerasan Tetap Santri
Santri Baru PPRU I mengikuti kegiatan rutin pesantren

             “Nggak kerasan” juga didorong adanya santri lama yang suka usil, lebih-lebih santri baru yang masih berusia dini.  Perlakuan santri senior yang  berlebihan seperti, menggotong mereka sering sekali terjadi, disertai dengan ancaman agar mereka mau menuruti perintah seniornya.
            Bukan hanya itu  sebab santri baru “nggak kerasan”.  Air juga tergolong sebab paling berpengaruh, terutama untuk pondok yang daerahnya rawan musim kemarau semisal di Madura. Untuk minum saja santri masih harus ngantri. Coba bayangkan! Bagaimana perasaaan santri baru? Sumpek, gaes.Sumpah sumpek.
            Apalagi ditambah dengan kegiatan yang super-duper  padatnya, mulai dari subuh harus melek untuk salat berjemaah, dilanjutkan dengan ngaji Alquran dan kegiatan yang lainnya sampai jam 12 WIB, habis itu baru bisa tidur dengan pulas.
            Terus bagaimana solusi santri baru itu bisa kerasan? Yang menarik disini. Ada banyak hal yang biasa santri lama berikan kepada santri baru, contohnya:
santri baru harus sering-sering mengambil air minum, agar cepat kerasan
 (kok aneh ya, ngambil air bisa bikin kerasan?). Diyakini atau tidak, hal semacam ini ampuh membuat santri baru kerasan. Asalkan yakin.
            Tidak berhenti di situ, santri lama biasanya juga sengaja usil menyuruh santri baru melakukan pekerjaan aneh. Misalkan disuruh minum air kamar mandi (jeding:baca madura). Menurut sebagian orang di luar sana (bukan santri) minum air jeding bisa menyebabkan kerasan serta gratis tanpa harus mengurangi jatah kiriman. Aneh bukan?.
Pergi ziarah makam masyayikh juga menjadi solusi agar santri baru cepat kerasan, dengan cara bertawasul mulai dari membaca surat Yasin, tahlilan dan zikir-zikir thoyyibah lainya.
 Namun, seiring dengan berkembanganzaman yang begitu cepat, pondok pesantren kini bermacam bentuknya, ada yang bertahan dengan salafiyahnya dan ada juga yang berevolusi menjadi pesantren modern. Sehingga momen-momen santri yang saya uraikan sebelumnya juga sudah jarang sekali terjadi, terutama untuk pondok pesantren yang berbasis modern.
Kalau masih belum kerasan bagaimana? Oke, sebentar, gaes. Kerasan adalah hidayah dari Tuhan yang bisa kita peroleh dengan usaha, dan masih banyak usaha yang bisa dilakukan selain yang saya sebutkan di atas. Jadi hasil nggak pernah mengkhianati usaha, gaess.Yang penting dilakoni dulu.
                                                                        ***
Momentum ini (masa-masa berjuang untuk kerasan) akan menjadi kenangan manis yang akan selalu diingat para santri, serta menjadi bahan cerita ketika muncul santri baru lainnya.
            Maka:
jangan jadikan nggak kerasan itu cobaan, tapi jadikanlah sebuah mimpi buruk yang ketika terbangun akan hilang begitu saja

Bersabarlah duhai santribaru dan yakinlah Allah itu Mahamengetahui serta tidak pernah tidur.




Minggu, 23 September 2018

Menyihir Sampah Menjadi Rupiah di Pesantren - KH. Madarik Yahya

Menyihir Sampah Menjadi Rupiah di Pesantren
Menyihir Sampah Menjadi Rupiah di Pesantren
Oleh: Gus Muhammad Madarik*

PENDAHULUAN

Seperti kebanyakan pesantren-pesantren lain, keberadaan sampah di PP Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi Malang juga masih menjadi problematika bidang kebersihan.

Padahal jika difikirkan secara bersama, maka sampah merupakan salah satu potensi pemberdayaan. Sehingga serakan barang sisa-sisa itu bukanlah suatu momok yang menjijikkan, namun bakal menjelma sebagai lumbung dana yang menguntungkan.

Menggali nilai harta dibalik sesuatu yang dianggap tak berguna itulah yang kini akan coba dikupas penulis dalam kolom singkat berikut ini.

TINJAUAN AGAMA

Dari sisi ajaran agama, Islam sangat mempardulikan kebersihan. Sebagai agama suci dalam segala dimensinya, Islam senantiasa memperingatkan umatnya agar menaruh perhatian khusus terhadap masalah kebersihan. Salah satu anjuran Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

"Sungguh, Allah menyukai orang yang bertobat dan menyenangi orang yang menyucikan diri." [QS. 02:222]

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ

"Dan bersihkanlah pakaianmu, dan tinggalkanlah segala (perbuatan) keji." [QS. 07:04-05]

Ada ungkapan Arab yang di klaim sebagai hadits oleh sebagian kalangan, tetapi dianggap hanya merupakan pribahasa oleh sementara pihak yang lain, yaitu:
اَلنَّظَافَةٌ مِنَ اﻻِيْمَانِ٠
Artinya:"Kebersihan itu sebagian dari iman."

Namun dalam sumber lain, Nabi bersabda:
الطُّهُورُشَطْرُالْإِيمَانِ
Artinya: "Kesucian adalah sebagian dari iman." [HR. Muslim]

Di luar keabsahan manakah hadits-hadits tersebut, hal yang pasti sabda Rasulullah itu makin memperkuat eksistensi Islam sebagai agama suci.

Hal ini dapat ditilik dari bukti kosa kata dan sekaligus implementasinya menggunakan istilah dan praktik yang lebih luas. Sebab secara bahasa, "kesucian" (الطًُهْر) dalam istilah fiqh memuat makna terjaga dari najis dan hadas, sedangkan "kebersihan" (النَّظَافَة) cenderung  diartikan terhindar dari kotoran belaka.

FENOMENA DAN MASALAH NASIONAL

Total penanganan sampah di Kota Malang saja sekitar 639 ton per-hari atau mencapai 96% dari volume (produksi) domestik (rumah tangga) maupun industri yang mencapai 664,2 ton per-hari.

Maka tidak heran apabila sampah dinilai sebagai persoalan publik. Bahkan pemerintah pusat mengkampanyekan penanganan sampah secara nasional, baik melalui program-programnya maupun pemanfaatan dan pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA).

Wajar saja apabila pemerintah menjadikan persoalan sampah sebagai problematika sosial berskala nasional. Sebab, para ahli lingkungan menyimpulkan setidaknya ada 10 dampak negatif yang dimunculkan dari sampah, yaitu:
  1. Pencemaran dalam kehidupan.
  2. Penyebab penyakit.
  3. Penyumbatan saluran air dan banjir.
  4. Menurunkan estetika lingkungan.
  5. Kerumitan baru dari sistem kelola kebersihan.
  6. Menambah siklus beban masyarakat yang tak kunjung usai.
  7. Terganggunya kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
  8. Persoalan sampah tidak fleksibel, jika menumpuk menambah masalah baru.
  9. Memperkeruh persoalan lalu lintas.
  10. Berdampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi masyarakat.

HAL IHWAL SAMPAH DI PPRU I

Menyihir Sampah Menjadi Rupiah di Pesantren
Terlihat seorang santri membuang sampah di tong sampah yang sudah penuh
Pertanyaan yang perlu dikemukakan ialah bagaimana persoalan sampah di lingkungan pesantren kita?
Jawaban itulah yang seyogyanya menjadi bahan renungan semua kalangan di pesantren yang didirikan KH. Yahya Syabrawi ini. Bukan saja karena sampah dianggap sebagai persoalan bersama, tetapi ketika hal semacam itu ditindaklanjuti dengan solusi yang tepat akan membuahkan kreasi sekaligus materi.

Beranjak dari wacana tersebut, maka pertama-tama yang harus dihimpun adalah identifikasi masalah yang menyelimuti PP Raudlatul Ulum I:

1. Serakan Sampah

Adanya sampah memang sebuah fakta di setiap tempat, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sampah di lingkungan pesantren kita masih menjadi bagian persoalan yang belum tuntas hingga kini.

2. Minim Lahan dan Kering Budaya

Sebenarnya ragam persoalan sampah di lingkungan pesantren kita bersumber dari lokasi yang kurang memadai. Sebagaimana kita tahu bahwa luas area sudah tidak mencukupi jika dilakukan pengembangan bangunan, kecuali menjalar ke atas.

Oleh sebab itu, fasilitas-fasilitas pendukung, termasuk bidang kebersihan, sudah tak menemukan tempat lagi. Hal ini dapat dicermati dari gerobak sampah (di lokasi pesantren putri) berada jalan strategis para santri.

Menyihir Sampah Menjadi Rupiah di Pesantren
Potret Sampah di Jalan Lalu Lintas Keseharian Santri Putri PPRU 1
Kondisi demikian ini masih diperburuk oleh tingkat kesadaran semua pihak terhadap aspek kebersihan yang terbilang masih rendah. Walaupun dunia pesantren kaya dengan khazanah keilmuan, namun secara praktis dalam hal budaya kebersihan, para santri (termasuk di PP Raudlatul Ulum I) belum seindah doktrin-doktrin dalam referensinya.

3. Butuh Komitmen

Dari sekian ulasan di atas, apabila lontaran wacana ini ingin benar-benar diwujudkan dalam bentuk gerakan, maka hal pertama yang harus dikedepankan adalah komitmen semua pihak.

Tekad bersama merupakan tumpuan lahirnya kebersihan di pesantren kita. Kita tidak menemukan almamater ini menjadi asri, jika kemauan menuju ke arah itu tidak serempak.

Kaitan dengan komitmen bersama, hal penting yang perlu di bangun adalah membangkitkan kesadaran santri agar menjadi manusia berbudaya bersih. Sehingga kepedulian santri terhadap pengelolaan lingkungan berjalan selaras dengan peran mereka memberdayakan ketempilan untuk memperoleh keuntungan (profit oriented). 

4. Pesantren Hijau

Kebersihan lingkungan pesantren kita pasti menjadi impian semua pihak, tetapi mewujudkan asa tersebut memerlukan banyak tahapan. Tingkat awal yang harus dinomor-wahidkan ialah komitmen bersama untuk peduli terhadap lingkungan.

Apabila tahapan demi tahapan telah ada, maka pesantren kita bukan hanya tampil sebagai lembaga yang hijau dan bersih (green and clean), bahkan besar kemungkinan akan menjadi lumbung santri kreatif mendaur ulang barang-barang yang cenderung tak dinilai.

PENUTUP

Menyihir Sampah Menjadi Rupiah di Pesantren
Aktivitas piket santri merupakan salah satu usaha menangani sampah tak bertuan.
Sampah dengan segala problematikanya merupakan persoalan tersendiri di pesantren Raudlatul Ulum I, tetapi pemberdayaan santri menjadi bagian dari solusi. 

Apabila harapan pada titik itu disertai komitmen semua pihak, maka terciptanya semisal "tas", "dompet", "pot bunga" dari barang rongsokan bukan hal tidak mungkin. Dan pada akhirnya, kita bakal menyaksikan pesantren kita ini  mampu menyulap barang hina menjadi dana.

Semoga berkah.

*Penulis: Ketua Yayasan Kiai Yahya Syabrawi PP RaudlatuUlum I Ganjaran Gondanglegi Malang.

Senin, 17 September 2018

Pola Kepengasuhan PP Raudlatul Ulum 1 - KH. M. Madarik Yahya


Pola Kepengasuhan PP Raudlatul Ulum 

Oleh : KH. M. Madarik Yahya

Kendati bukan menjadi titik awal wujudnya pendidikan keagamaan, tetapi keberadaan KH Yahya Syabrawi (1907-1987) dalam mendirikan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I merupakan fenomena menarik yang turut menuangkan warna lain di dalam proses keberagamaan umat di wilayah Malang selatan, khususnya di seputar daerah Gondanglegi dan sekitarnya.

Dikatakan cukup fenomenal, karena animo besar yang ditunjukkan masyarakat, menjadi pertanda betapa eksistensi pesantren yang biasa disebut PPRU I itu benar-benar dilirik oleh khalayak.

Keberadaan PPRU I dinilai eksis hingga kini, dapat dilihat dari beberapa indikasi-indikasi, antara lain:
  • Para santri tidak saja berasal dari sekitar Kabupaten Malang, melainkan datang dari berbagai daerah selain Malang, bahkan dari luar Jawa.
  • Jumlah grafik para penuntut ilmu di PPRU I yang menggambarkan tren menanjak, sekalipun pada masa sekarang telah memasuki generasi ketiga.
  • Keberadaan para santri PPRU I yang selalu diperhitungkan di berbagai kegiatan, baik dalam ranah kompetisi seperti lomba baca kitab kuning Kemenag maupun dalam forum-forum ilmiah semisal bahtsul masail NU.

Fakta demikian ini tentu bukan semata-mata karena kapabilitas kiai Yahya, sebagai tokoh sentral di masanya, namun pasti terdapat faktor lain yang membuat pesantren yang berdiri tahun 1949 itu bisa bertahan sampai detik ini, meskipun peran pendirinya juga tidak kecil.

*************
Kunci utama keberlangsungan seluruh proses pendidikan di lingkungan PPRU I memang tidak dapat dilepaskan dari sosok kiai Yahya Syabrawi. Tetapi keikutsertaan beberapa tokoh lain yang menyertai beliau juga merupakan bagian dari faktor kekokohan pondasi PPRU I yang tak tergoyahkan.

Ketika KH Yahya Syabrawi memegang kemudi kepemimpinan di pesantrennya, jelas-jelas beliau tidak menerapkan konsep-konsep pendidikan modern apalagi menganut teori-teori manajemen pendidikan Islam masa kini. Apa yang dilakukan kiai asal Sampang Madura itu sangat konvensional sebagaimana lazimnya pesantren-pesantren tradisional lainnya.

Sungguh pun demikian tata kelola lembaga pendidikan, namun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan yang diselenggarakan beliau di pesantrennya tidak serta merta menyusut. Bila ditelusuri secara seksama, diakui atau tidak, kiai Yahya Syabrawi bukanlah satu-satunya tokoh yang mempunyai andil dalam hal pengembangan pesantren, tetapi terdapat kontribusi cukup besar dari beberapa sosok lain selain beliau. Sosok lain tersebut ialah KH Khozin Yahya (1939 - 2000) dan KH Mursyid Alifi (1944 - 1991).

Sebagai pendiri, kiai Yahya Syabrawi telah mengawali dan bahkan sudah menancapkan arah pendidikan, yaitu menciptakan generasi muslim yang memiliki rasa takwa kepada Allah SWT. Tetapi dari sisi metode pengajaran, beliau hanya menerapkan cara bandongan dan sorogan yang biasa dipraktikkan di berbagai pesantren-pesantren tradisional lainnya.

Kedua tokoh berikutnya inilah yang kemudian memainkan peran-peran penting dalam melestarikan dan mengembangkan PPRU I.


******************
Pola Kepengasuhan PP Raudlatul Ulum 1
Alm. al-Maghfurlah KH. Khozin Yahya (Pengasuh ke-2 PPRU 1)
KH Khozin Yahya lebih kentara di dalam keberlanjutan tradisi pengajaran yang telah ditanamkan pendahulunya. Melalui kealiman beliau ini, metode pembelajaran tetap terjaga persis seperti pendirinya. Kendati tambal sulam kitab-kitab kuning sesuai ragamnya tingkatan dan tema dilakukan oleh kiai Khozin Yahya, tetapi materi-materi kitab yang dahulu pernah dikaji oleh kiai Yahya Syabrawi tidak digeser dari sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa putra pertama kiai Yahya Syabrawi itu tetap mempertahankan tradisi kajian-kajian kitab kuning yang telah berproses.

Meskipun sikap kiai Khozin Yahya tetap memperteguh khazanah keilmuan sekaligus program pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan PPRU I, bukan berarti sosok yang lebih terlihat kesabarannya itu, tidak melakukan pengembangan pendidikan.

Salah satu hasil ide kiai Khozin Yahya dalam pengembangan pendidikan adalah berdirinya madrasah diniyah Raudlatul Ulum.

Dalam hal ini, kiai Khozin Yahya pernah berkomentar:
"Sengkok cek leburreh ke akhlakkah nak kanak diniyah."
(Saya sangat menyenangi akhlak anak-anak madrasah diniyah).

Dalam pendangan beliau, keistiqamahan santri madrasah diniyah, terutama di dalam shalat lima waktu, mampu menjadi penenang beliau dibandingkan satuan pendidikan yang lain.

**********************
Alm. al-Maghfurlah KH. Mursyid Alifi
Dalam penampilan berbeda dari kakak iparnya, kiai Mursyid Alifi lebih banyak mencari terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan di PPRU I. Memang latarbelakang pendidikan kiai Mursyid tidak cuma pesantren belaka, namun beliau pernah mengenyam bangku perguruan tinggi. Oleh karena itu, inovasi pengembangan wawasan keilmuan para santri yang diciptakan putra kiai Senamah Ganjaran itu selalu terbarukan sejalan perkembangan zaman.

Di antara pengembangan yang dilakukan beliau adalah berdirinya PGA (Perguruan Guru Agama) di lingkungan madrasah Raudlatul Ulum desa Ganjaran Gondanglegi Malang. Tentu saja fenomena ini membuat sebagian besar mata tokoh masyarakat menjadi terbelalak, sebab ide tersebut dicurigai sebagai misi tertentu yang terselubung.

Sayangnya, konflik antar tokoh mengenai seputar fakta dan sikap berkaitan dengan ide beliau, menyebabkan unit sekolah ini terkubur oleh ketidaksepakatan.

Selain mengkaji kitab kuning di dalam PPRU I, kiai Mursyid Alifi juga acapkali memfasilitasi kegiatan-kegiatan di luar program rutinitas pesantren. Salah satu aktifitas yang pernah dipandegani beliau adalah pelatihan jurnalistik bagi santri. Program yang mendatangkan pembicara kompeten di bidangnya dan atas kerjasama pesantren dengan pihak luar itu ditargetkan mampu menghasilkan santri-santri yang memiliki kepiawaian pengetahuan di dalam dunia pemberitaan.

************************
Keseimbangan model kepengasuhan kiai Khozin Yahya dan kiai Mursyid Alifi sedemikian rupa bagai dua baling-baling yang membuat seluruh proses-proses di PPRU I seperti elang yang tengah mengepakkan dua sayapnya.

Kiai Yahya Syabrawi memang telah tiada, tetapi warisan peninggalan berupa lembaga pendidikan tetap tegak berdiri di tengah-tengah gulungan zaman yang kian menghantam dunia pesantren. Tentu keberlangsungan pendidikan di pesantren ini disebabkan oleh eksistensi model kepemimpinan para pengasuh yang berimbang antara tradisional dan modern. Sehingga sampai sekarang pun -generasi ketiga - jargon NU:

الْمُحَافَظَة عَلَى الْقَدِيْم الصّالِح وَالْأخْذ بِالْجَدِيْد الْأصْلَح

di PP Raudlatul Ulum I enar-benar terejawantah.

Semoga berkah. Amin.

* Staf Pengajar di IAI Al-qolam Gondanglegi Malang.


Selasa, 21 Agustus 2018

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yuk Simak Selengkapnya...

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren?
Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren?
Oleh: Syifa'ur Romli
Raudlatul Ulum 1 - Momen hari raya idul Adha memang menjadi satu-satunya momen yang paling berkesan bagi umat islam untuk dirayakan. Lebih berkesan lagi jika dirayakan bersama keluarga dan sanak saudara. Termasuk di antara peraya dari hari bersar islam ini adalah kamu bersarung; Santri.

Pesantren Radulatul Ulum 1 memang tak membolehkan santrinya untuk pulang ke rumah. Itu artinya, peraturan tertulis mengharuskan mereka berIdul Adha di pesantren bersama para santri senasib seperjuangan yang lainnya.

Lantas, apa yang biasanya mereka lakukan ketika Idul Adha jika tak bersama keluarga? Tentunya di pesantren. Berikut beberapa list favorit hal yang mereka lakukan di pesantren bersama santri lainnya:


1. Menangis

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Terlihat salah seorang santri mungil tengah meratap
Daftar "Menangis" menempati urutan pertama sebab banyaknya santri yang melakukakannya. Khususnya bagi para santri baru. mereka yang belum bisa Move On dari kehidupannya sehari-hari bersama keluarga. Tentunya jalan terbaik untuk meluapkan kerinduannya untuk bertakbir dan bersenda bersama keluarga adalah dengan cara Menangis sebab terjeda dinding pesantren.
  • Cara menangis mereka pun bermacam-macam. Berikut listnya:
  • Menyendiri di tempat sepi sambil berteman sunyi
  • Berselimut dengan pura-pura tidur, padahal brebes mili
  • Nangis ber-Jama'ah bersama teman yang lain
  • Menangis sembari menatap awan gelap
  • Menangis di kamar mandi sambil berbasah pipi agar tak ketahuan

Namun, mereka menangis demi merajut asa untuk masa depan gemilangnya. Jadi, kebiasaan seperti ini telah wajar dilakukan di pesantren lain.

2. Lomba Takbir

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Para Santri ketika mengikuti Lomba Takbir Idul Adha
Di Raudlatul Ulum 1 sendiri, setiap malam lebaran Idul Adha selalu diadakan lomba seni takbir. Hal itu dilakukan demi memecah kesunyian dan kesedihan tak bersama keluarga. JAdi, jika mereka tak berani mengikuti lomba dan tampil di hadapan ratusan santri yang lain, maka mereka memilih menonton dan mengisi kekosongan hati.

Di antara santri yang mengikuti lomba, diharuskan untuk memilik beberapa personil yang terdiri dari: Vokalis, Penari dan Pemukul alat musik seadanya (Misal: Gayung, Timba, Botol Sprit dan lainnya).

3. Menelfon Orang Tua

Berlebaran di pesantren tidaklah menghalangi mereka untuk tidak bermaafan dan berbagi kesedihan dengan orang tua. Kini zaman sudah modern. Pesantren menyediakan alat elektronik berupa HP untuk membantu santri tetap bisa menghubungi keluarga ketika di pesantren. Tak jarang pula ada yang menelfon sambil menangis tersedu-sedu.

4. Bertemu Keluarga

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Bertemu Keluarga: Salah seorang santri dijenguk keluarganya.
Bertemu keluarga bukan berarti pulang. Sebab, pesantren tetap dengan sangat lues memberikan kebebasan pada wali santri untuk menjenguk keluarganya di pesantren. Tapi bukan berarti pula boleh Dibawa Pulang. Maka dengan kunjungan wali santri ke pondok pesantren, maka kesempatan bertemu keluarga akan terbuka lebar. Sekalipun tak di rumah. Jika tak dijenguk, maka Menangis adalah pilihan terbaik.

5. Bercanda

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Bercanda: Salah satu hal untuk menutupi kesedihan...
Karena pesantren tak membolehkan santrinya untuk pulang, maka kegiatan pesantren sebagaimana biasanya diliburkan pada malam Idul Adha hingga sore hari. Selepas itu, tamatlah kebebasan mereka.

Salah satu gal yang tepat bagi santri yang tak suka menangis adalah bergurau dan bercanda bersama teman santri yang lain. Hal itu tak lain untuk mengisi kesedihan hatinya. Maka, mereka menghabiskan 24 jam untuk libur belajar dan terfokus hanya untuk menghibur diri pada momen Idul Adha.

6. Makan-Makan

Selain diburkan 24 jam, gerbang juga terbuka untuk waktu selama itu. Artinya, mereka bebas untuk keluar masuk area pesantren untuk keperluan membeli makanan yang beranek macam jenisnya di luar pesantren. Bahkan berarti tanpa pengawasan. Jika lengah sedikit, Hukuman tetap aktif pada santri yang melanggar undang-undang.

Sekalipun tak bersama Sate Kambing, Gulai atau jenis olahan kambing lainnya, santri punya cara tersendiri untuk membalas dendamnya tak bertemu daging kurban. Berikut list makanan yang biasa mereka pilih demi mengisi hari tak bersama keluarga di rumah:
  • Bakso (Pedaas)
  • Nasi Ayam/Hati
  • Mie Ayam/Pangsit
  • Nasi Goreng
  • Gorengan
  • Minuman Dingin dan,
  • Snack Terjangkau

Mereka tak canggung untuk meminta kiriman lebih demi melunasi haus dahaga mereka untuk ingin pulang berjumpa keluarga. Dan pastinya, setiap orang tua pasti mengerti dengan perasaan putra-putrinya masing-masing bukan?

Berikut tadi adalah  hal-hal yang biasa dilakukan oleh santri ketika Idul Adha di Pesantren dan tak bersama keluarga. Apapun halangannya, jalan terbaik adalah tetap berada di pesantren dan manut terhadap undang-undang. Apa lagi alasan yang paling puncak selain harapan diakui sebagai "Santri KH. Yahya Syabrowi"? [Red]