Kamis, 06 September 2018

Merajut Akhlaq Karimah Dengan Shalat - Tinjauan Dua Dimenasi

Merajut Akhlaq Karimah Dengan Shalat - Gus Zamzami Alifi
Merajut Akhlaq Karimah Dengan Shalat - Dua Dimensi Sholat
Oleh: Gus Zamzami Alifi

Ironi Moralitas

….. Sesungguhnya shalat dapat mencegah (manusia) dari perbuatan keji dan mungkar”. Begitulah kiranya arti dari penggalan ayat al-Qur’an surah al-‘Ankabut: 45. bahwa pada hakikatnya, melaksanakan shalat, yang sebenar-benarnya akan menghantarkan orang yang melaksanakannya terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau tidak terpuji. Dengan kata lain, melaksanakan shalat akan mendorong hatinya untuk selalu melakukan kebajikan dalam kehidupannya sehari-hari.

Akhir-akhir ini sering kita jumpai banyak orang-orang yang menyandang status Ustadz, Gus, Kyai, bahkan Ulama yang sudah barang tentu label yang disandangnya itu pastilah menuntut dirinya untuk melaksanakan shalat. Namun ironinya, dibalik ibadah yang selalu mereka laksanakan, bahkan ibadah-ibadah selain shalat, banyak orang-orang yang tidak tenang, damai, sejahtera, bahkan tersakiti oleh perbuatannya.

Bukankah Nabi SAW. telah berasabda dalam hadis:

"المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده ..." رواه البخاري ومسلم

Yakni; seorang muslim yang sejati adalah ia yang senantiasa membawa kesejahteraan bagi saudara-saudaranya? Mereka selalu terlindung dan aman dari perkataan dan perbuatan buruknya? Jika kita kembali hayati kembali arti dari penggalan surah al-‘Ankabut di atas, sebenarnya shalat macam apa yang telah mereka laksanakan? Kenapa masih saja mereka gemar berbuat keji, mungkar, dan perbuatan tidak baik lainnya?

Dalam hal ini, perlu kiranya kita merekonstruksi kembali sampai ke aspek terdalam dari shalat kita. Yang dengan demikian, diharapkan ibadah shalat yang kita laksanakan tidak hanya sebagai tuntutan religius belaka, namun juga dapat merangkul aspek kebutuhan spiritual kita, yang pada akhirnya pencapaian yang kita harapkan dari shalat kita dapat diraih dengan optimal, yakni berperilaku kepada yang lain dalam koridor al-Akhlaq al-Karimah dalam kehidupan sehari-hari, atau dalam bahasa ayat diatas terhindar dari suka melakukan perbuatan yang keji dan mungkar.

Dua Dimensi Shalat

Selama ini, kita mengenal bahwa shalat adalah rukun islam yang menempati posisi kedua setelah syahadah. Sebagai sebuah ritual ibadah dengan gerakan dan bacaan tertentu yang diawali dengan Takbirat al-Ihram disertai Niat serta diakhiri dengan salam, dilaksanakan dalam waktu yang tertentu, seperti yang telah dijelaskan panjang lebar dalam kitab-kitab fiqih. Inilah bentuk shalat yang berada dalam Dimensi Lahir, atau dalam ilmu tasawwuf, dimensi ini merupakan bentuk shalat yang berada pada tingkatan syari’at.


Pada dimensi ini, seorang muslim memiliki keterikatan intruksional dengan peraturan-peraturan peribadatan yang telah diarahkan dan ditegaskan dalam al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab fiqih. Semua bentuk larangan, hal-hal yang membatalkan, juga yang membuat shalat tidak sah harus ditinggalkan. Sebaliknya, shalat juga memiliki syarat-syarat, kewajiban, serta rukun-rukun yang harus dilaksanakan. Semua ketentuan ini harus dipatuhi oleh seorang muslim dalam melaksanakan shalat. Jika tidak, konsekuensi seperti batal dan bahkan dosa harus ditanggung oleh pelakunya.

Namun dari pada itu semua, terdapat sebuah dimensi batin dalam shalat, yang apabila dimensi ini tidak dilaksanakan, maka yang didapatkan dari shalatnya tersebut hanyalah sebatas olah raga dan oleh mulut saja. Hal ini diistilahkan oleh para Wali Songo dengan istilah Sembah Rogo (ibadah ragawi). Sebab dalam pelaksanaannya, hanya yang digunakan. Seperti halnya puasa yang telah disinggung oleh Nabi dalam haditsnya: 

"كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش" رواه أحمد

Ada sebagian orang yang melaksanakan ibadah puasa yang mana ia hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dari puasanya itu”. Dalam al-Qur’an pun telah disinggung dalam surah al-Furqan: 23 sebagaimana berikut:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا

Dan kami datangi sebuah amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan

İni berarti ibadah yang dilaksanakannya hanya sebatas Sembah Rogo saja, atau hanya melaksanakan ibadah pada dimensi lahirnya. Tidak sampai memenuhi apa yang menjadi tujuan dan implikasi dari sejatinya ibadah dalam kehidupan nyata.

Oleh karena itu, penting juga untuk kita perhatikan dimensi kedua dari shalat ini, yakni Dimensi Batin. Sebuah dimensi dimana shalat lepas dari berbagai macam ketentuan-ketentuan ibadah ragawinya. Tidak hanya berbentuk gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan, akan tetapi juga menyertakan Khusyu’, Khudlu’, Penghayatan, dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata di luar shalat.Dimensi ini diistilahkan oleh para Wali Songo dengan Sembah Cipto (ibadah cipta), yang dalam bahasa tasawwuf, shalat semacam ini menempati tingkatan thariqoh.

al-Khusyu’ dan al-Khudlu'

Dua hal ini bukan termasuk syarat-syarat, kewajiban, atau rukun dalam shalat. Seperti kita ketahui bersama, tidak ada ketentuan dalam kitab-kitab fiqih yang menyatakan bahwa shalat seseorang yang tidak disertai dengan khusyu’ dan khudlu’ difonis dengan konsekuensi batal bagi shalatnya. Namun shalat yang ia laksanakan masih dikategorikan sah secara syar’i selama prinsip rukun-rukun shalat yang telah ditentukan tetap dilaksanakannya. 

Khusyu’ bukan berarti hanya mengingat kepada Allah SWT dan melupakan yang lain. Sebab, bagi kita, hal yang demikian itu sembilan puluh sembilan persen adalah tidak mungkin, kecuali bagi orang-orang yang ‘arif billah (para wali Allah). Pikiran manusia, secara otomatis, pasti selalu mengingat-ingat dan terbayang-bayang hal-hal yang pernah diinderanya. Sedangkan Allah SWT, Tidak pernah tampak oleh indera kita.

Arti yang cocok dari khusyu’ adalah menfokuskan pikiran dan bayangan kita dengan apa yang sedang kita lakukan yang dalam hal ini adalah shalat. Di samping itu juga menghadirkan hati kita dengan menghayati gerak demi gerak dan bacaan demi bacaan yang ada dalam shalat.

Suasana shalat yang demikian ini, dapat kita lakukan dengan cara khudlu’. Kata ini berarti berperilaku yang menggambarkan sikap “kepatuhan”, yang diindikasikan dengan terhindarnya semua anggota tubuh kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Oleh karenanya, dalam ketentuan fiqih, gerakan-gerakan kecil berapapun banyaknya, atau gerakan besar yang tidak melebihi tiga kali gerakan yang berturut-turut, meskipun tidak ada hubungannya dengan shalat, tidak dikategorikan sebagai gerakan yang membatalkan shalat. Sebab ketentuan ini adalah dalam rangka mengantarkan kita untuk melaksanakan shalat dengan khudlu’.

Perilaku yang menggambarkan sikap “kepatuhan” ini (khudlu’) telah disinggung secara ekplisit dalam definisi al-Ihsan yang terdapat dalam penggalan hadis berikut:

"... أن تعبد الله كأنك تراه، وإن لم تكن تراه فإنه يراك. ..." رواه مسلم

Yang artinya adalah “Ketika kita beribadah kepada Allah (yang dalam hal ini adalah shalat), maka sebisa mungkin diri kita berperilaku seakan-akan kita melihatNya. Atau kalau tidak demikian, maka kita nyatakan dalam keyakinan kita bahwa saat ini Allah sedang melihat, memperhatikan, dan mengawasi shalat kita.” Sehingga dengan demikian, kita menjadi takut dan khawatir untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak menggambarkan “kepatuhan” yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan shalat kita. Dengan begitu, ibadah shalat kita ini dilaksanakan dengan khudlu’, yang juga mengantarkan kita untuk khusyu’.

Penghayatan dan Implementasi

Jika pada bagian sebelumnya khusyu’ dan khudlu’ dilaksanakan ketika melaksanakan shalat, maka pada bagian ini merupakan bentuk dari elemen shalat batin yang dilaksanakan di luar shalat. Oleh karena itu, pelaksanaannya tidak terikat oleh ruang dan waktu, seperti halnya khusyu’ dan khudlu’ yang pelaksanaannya terikat oleh waktu ketika dijalankannya shalat.

Penghayatan ini berarti meresapi, memikirkan, mengangan-angan tentang makna-makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap detail dari ibadah shalat yang sudah dilaksanakan, baik berupa gerakan ataupun bacaan. Bisa juga diartikan dengan tafakkur, tadabbur, atau ta-ammul. Makna dan nilai yang telah diresapi, dipikirkan, dan diangan-angani tadi tidak hanya dibiarkan mengendap dalam otak dan hati kita. Namun lebih dari itu, perlu juga untuk diimplementasikan dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, meskipun dalam kehidupan nyata kita hanya menjalankan aktifitas sosial kita dengan sesama manusia dan alam, namun dalam sejatinya di setiap aktifitas kita terpancar cahaya shalat. Sehingga setiap saat pun kita tetap melaksanakan shalat yang disertai dengan khusyu’ dan khudlu’.

Tidak ada lagi perbuatan-perbuatan buruk yang akan kita lakukan, baik kepada sesama ataupun kepada alam lingkungan kita. Sebab setiap saat kita melaksanakan shalat batin, meskipun sedang melakukan aktifitas-aktifitas sehari-hari. Hidup kita menjadi cahaya yang selalu menerangi orang lain dan lingkungan sekitar kita.

Urip iku urup. Hidup itu menyala, bagaikan pelita yang menerangi alam di sekelilingnya. Menghalau setiap kegelapan dengan cahayanya. Begitulah seharusnya hidup kita. Allah SWT telah menakdirkan kita menjadi makhluk hidup. Oleh karenanya sudah seharusnya kita mampu menyinari segala hal di sekitar kita dengan cahaya kebaikan, serta menepisnya dari gelapnya keburukan. Hal ini adalah seperti yang telah diwasiatkan oleh Sunan Kalijaga.

Dari penjelasan panjang lebar di atas, jelaslah bahwa perbuatan-perbuatan buruk, yang telah disinggung dalam surah al-‘Ankabut dengan al-fakhsya’ wa al-munkar, penyebabnya tidak lain adalah shalat yang hanya dilaksanakan hanya dari sisi lahirnya saja. Sehingga serajin apapun shalat yang kita laksanakan tidak akan membuat diri kita suci dari perbuatan-perbuatan buruk. Shalat kita tidak mendarah daging dengan diri kita. Makna dan nilai sejati dalam shalat tidak ikut serta menghiasi dan menerangi setiap langkah dan aktifitas kita.

Jadi tidaklah mengherankan jika banyak orang-orang yang menyandang label ustadz, gus, kyai, bahkan ulama yang masih saja suka menhujat, menghina, mencela, menyesatkan, atau bahkan mengkafirkan, perbuatan mereka tidak menggambarkan dirinya sebagai man salima al-muslimun min lisanihi wa yadihi, seperti yang telah disinggung oleh hadis di atas. Label yang mereka sandang tidak menjadikan mereka sebagai li utammima makarim al-akhlaq (untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur), tidak mendorong mereka menjadikan agama mereka sebagai rahmatan li al-‘alamin (untuk menebar kasih sayang bagi semesta alam). Padalah, mereka menyandang label Ulama yang seharusnya berperan sebagai waratsah al-anbiya’ (pewaris keluhuran para Nabi).

*****

Selasa, 21 Agustus 2018

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yuk Simak Selengkapnya...

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren?
Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren?
Oleh: Syifa'ur Romli
Raudlatul Ulum 1 - Momen hari raya idul Adha memang menjadi satu-satunya momen yang paling berkesan bagi umat islam untuk dirayakan. Lebih berkesan lagi jika dirayakan bersama keluarga dan sanak saudara. Termasuk di antara peraya dari hari bersar islam ini adalah kamu bersarung; Santri.

Pesantren Radulatul Ulum 1 memang tak membolehkan santrinya untuk pulang ke rumah. Itu artinya, peraturan tertulis mengharuskan mereka berIdul Adha di pesantren bersama para santri senasib seperjuangan yang lainnya.

Lantas, apa yang biasanya mereka lakukan ketika Idul Adha jika tak bersama keluarga? Tentunya di pesantren. Berikut beberapa list favorit hal yang mereka lakukan di pesantren bersama santri lainnya:


1. Menangis

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Terlihat salah seorang santri mungil tengah meratap
Daftar "Menangis" menempati urutan pertama sebab banyaknya santri yang melakukakannya. Khususnya bagi para santri baru. mereka yang belum bisa Move On dari kehidupannya sehari-hari bersama keluarga. Tentunya jalan terbaik untuk meluapkan kerinduannya untuk bertakbir dan bersenda bersama keluarga adalah dengan cara Menangis sebab terjeda dinding pesantren.
  • Cara menangis mereka pun bermacam-macam. Berikut listnya:
  • Menyendiri di tempat sepi sambil berteman sunyi
  • Berselimut dengan pura-pura tidur, padahal brebes mili
  • Nangis ber-Jama'ah bersama teman yang lain
  • Menangis sembari menatap awan gelap
  • Menangis di kamar mandi sambil berbasah pipi agar tak ketahuan

Namun, mereka menangis demi merajut asa untuk masa depan gemilangnya. Jadi, kebiasaan seperti ini telah wajar dilakukan di pesantren lain.

2. Lomba Takbir

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Para Santri ketika mengikuti Lomba Takbir Idul Adha
Di Raudlatul Ulum 1 sendiri, setiap malam lebaran Idul Adha selalu diadakan lomba seni takbir. Hal itu dilakukan demi memecah kesunyian dan kesedihan tak bersama keluarga. JAdi, jika mereka tak berani mengikuti lomba dan tampil di hadapan ratusan santri yang lain, maka mereka memilih menonton dan mengisi kekosongan hati.

Di antara santri yang mengikuti lomba, diharuskan untuk memilik beberapa personil yang terdiri dari: Vokalis, Penari dan Pemukul alat musik seadanya (Misal: Gayung, Timba, Botol Sprit dan lainnya).

3. Menelfon Orang Tua

Berlebaran di pesantren tidaklah menghalangi mereka untuk tidak bermaafan dan berbagi kesedihan dengan orang tua. Kini zaman sudah modern. Pesantren menyediakan alat elektronik berupa HP untuk membantu santri tetap bisa menghubungi keluarga ketika di pesantren. Tak jarang pula ada yang menelfon sambil menangis tersedu-sedu.

4. Bertemu Keluarga

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Bertemu Keluarga: Salah seorang santri dijenguk keluarganya.
Bertemu keluarga bukan berarti pulang. Sebab, pesantren tetap dengan sangat lues memberikan kebebasan pada wali santri untuk menjenguk keluarganya di pesantren. Tapi bukan berarti pula boleh Dibawa Pulang. Maka dengan kunjungan wali santri ke pondok pesantren, maka kesempatan bertemu keluarga akan terbuka lebar. Sekalipun tak di rumah. Jika tak dijenguk, maka Menangis adalah pilihan terbaik.

5. Bercanda

Apa Saja yang Dilakukan Santri Ketika Idul Adha di Pesantren? Yus Simak Selengkapnya...
Bercanda: Salah satu hal untuk menutupi kesedihan...
Karena pesantren tak membolehkan santrinya untuk pulang, maka kegiatan pesantren sebagaimana biasanya diliburkan pada malam Idul Adha hingga sore hari. Selepas itu, tamatlah kebebasan mereka.

Salah satu gal yang tepat bagi santri yang tak suka menangis adalah bergurau dan bercanda bersama teman santri yang lain. Hal itu tak lain untuk mengisi kesedihan hatinya. Maka, mereka menghabiskan 24 jam untuk libur belajar dan terfokus hanya untuk menghibur diri pada momen Idul Adha.

6. Makan-Makan

Selain diburkan 24 jam, gerbang juga terbuka untuk waktu selama itu. Artinya, mereka bebas untuk keluar masuk area pesantren untuk keperluan membeli makanan yang beranek macam jenisnya di luar pesantren. Bahkan berarti tanpa pengawasan. Jika lengah sedikit, Hukuman tetap aktif pada santri yang melanggar undang-undang.

Sekalipun tak bersama Sate Kambing, Gulai atau jenis olahan kambing lainnya, santri punya cara tersendiri untuk membalas dendamnya tak bertemu daging kurban. Berikut list makanan yang biasa mereka pilih demi mengisi hari tak bersama keluarga di rumah:
  • Bakso (Pedaas)
  • Nasi Ayam/Hati
  • Mie Ayam/Pangsit
  • Nasi Goreng
  • Gorengan
  • Minuman Dingin dan,
  • Snack Terjangkau

Mereka tak canggung untuk meminta kiriman lebih demi melunasi haus dahaga mereka untuk ingin pulang berjumpa keluarga. Dan pastinya, setiap orang tua pasti mengerti dengan perasaan putra-putrinya masing-masing bukan?

Berikut tadi adalah  hal-hal yang biasa dilakukan oleh santri ketika Idul Adha di Pesantren dan tak bersama keluarga. Apapun halangannya, jalan terbaik adalah tetap berada di pesantren dan manut terhadap undang-undang. Apa lagi alasan yang paling puncak selain harapan diakui sebagai "Santri KH. Yahya Syabrowi"? [Red]

Jumat, 17 Agustus 2018

Upacara Bendera - Uforia Kemerdekaan Indonesian ala Santri Raudlatul Ulum 1

Upacara Bendera - Uforia Kemerdekaan Indonesian ala Santri Raudlatul Ulum 1
Potret: Pengibaran Bendera Merah Putih pada Upacara HUT RI ke-73
Raudlatul Ulum 1Suasana berbeda terjadi pada hari Jum'at (17 Agustus 2018) kemarin. Tidak sebagaimana biasanya terjadi di PonPes Raudlatul Ulum 1 Malang. Pasalnya, hari itu bertepatan dengan peringatan HUT ke-73 Republik Indonesia. Santri yang biasanya menghabiskan waktu libur kegiatannya dengan bermain bola, bersantai sembari menghabiskan waktu untuk tidur pulas serta ada pula yang bersenda ria melepas rindu bersama para keluarga (jika dikirim. Jawa; Kiriman) kemarin tidak terlihat lagi.

Yang ada hanya pemandangan berwarna biru putih serta ada sebagian yang berseragam rapi dan khusus. Mereka diharuskan mengikuti upacara bendera demi memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan keadaan yang serba terbatas, tak ada alasan apapun untuk menghalangi para santri untuk turut merayakan hari paling bersejarah untuk bangsa ini.


Meskipun tak didampingi sanak keluarga. Upacara hari kemenangan itupun dijalani dengan penuh uforia kemenangan, kebersamaan, khidmat dan penuh kegembiraan.

Momen yang diselenggarakan atas kerja sama Madrasah Diniyah Raudlatul Ulum 1 Putra dan PonPes Raudlatul Ulum 1 itu berlangsung dengan tertib. Upacara dimulai tepat pada jam 07.00, setelah sebelumnya dilakukan gladi resik.
Upacara Bendera - Uforia Kemerdekaan Indonesian ala Santri Raudlatul Ulum 1
Pembina Upacara HUT RI ke-73 PPRU1: Gus. Abdur Rohim Sa'id
Gus. Abdur Rohim (Kepala Pesantren PPRU1 PA) sebagai pembina upacara memberikan amanat "Mari kita jadikan momen kemerdekaan bangsa Indonesia ini sebagai momen untuk kita semua agar senantiasa selalu giat dalam melaksanakan kegiatan pondok pesantren, serta menjauhi apa yang dilarang oleh pondok pesantren".

Ust. Abdur Rofik yang juga salah satu penyelenggara acara upacara bendera tersebut melakukan kerja sama dengan NUtizen untuk bersediara mensponsori acara tersebut dan berkenan melnayangkan Live Streaming di salah satu FansPage ternama itu.

Upacara bendera diikuti oleh hampir seluruh santri Raudlatul Ulum 1 Putra, dewan pengurus, dewan asatidz Madrasah Diniyah dan beberapa tamu undangan. Para santri secara serentak berseragamkan baju putih, songkok putih dan atribut wajib sarung biru ala PPRU 1. Terkecuali petugas upacara, yang bercelana hitam dan bersongkok nasional hitam juga. Semua berjalan lancar tanpa adanya hambatan.
Upacara Bendera - Uforia Kemerdekaan Indonesian ala Santri Raudlatul Ulum 1
Uforia para santri PPRU1 ketika mengikuti upacara bendera HUt RI ke-73
Selain lagu wajib Indonesia Raya tatkala pengibaran sangsaka Merah Putih, ada beberapa lagu yang turut dinyanyikan dalam acara tersebut. Diantaranya Ya Lal Wathon, Hiymne Madrasah dan 17 Agustus 1945. Demikian sebab adalah ciri khas santri. Khususnya pula santri NU. Pada penghujung upacara, do'a dipimpin oleh Ust,. Khoiron Halim dan diakhiri dengan potong tumpeng bersama. [Red]

Minggu, 05 Agustus 2018

#Info Pesantren - Cuaca Dingin Mencapai 18' C, Santri Tetap Aktif

#Info Pesantren - Cuaca Dingin Mencapai 18' C, Santri Tetap Aktif
Suasana Pagi PP. Raudlatul Ulum (Suhu mencapai 18' Celcius)
PPRU1.NET-Akhir-akhir ini daerah Malang dan Kabupaten Malang tengah dilanda musim kemarau. Akibatnya, intensitas suhupun semakin menurun dan membuat cuaca menjadi sangat dingin. Bahkan bisa dikatakan cuaca dingin kali ini sangat berbeda dengan biasanya.

Hal itu terbukti sejak (Senin, 6/8/2018). Berdasarkan berita yang dilansir oleh situs Berita ter-Update Detik.com, cuaca di daerah kab. Malang mencapai titik suhu 19' - 18' Celcius. Penyebab utamanya adalah tengah adanya musim kemarau. Sehingga, suhu diperkirakan masih akan turun sampai titik 14' Celcius hingga akhir bulan Agustus 2018.

Dengan adanya duhu yang tak umum terjadi di daerah yang biasanya panas dan hangat tersebut tersebut, membuat penduduk kab. Malang termasuk penduduk santri PP Raudlatul Ulum 1 menjadi resah. Pasalnya, mereka harus menjalani kegiatan yang super padat dengan kondisi tubuh diuji dengan dinginnya cuaca.


Terlebih lagi menghadapi kegiatan ketika suhu dingin mencapai titik puncak dinginnya; dinihari - pagi. Mereka diharuskan tetap menjalani kegiatan semenjak mata mereka terbuka jam 04.00 - 07.00 tentunya dengan sengatan dingin yang menyayat. Kendati demikian, mereka tetap dikawal untuk selalu konsisten dalam melakukan kegiatan oleh pihak pengurus.

#Info Pesantren - Cuaca Dingin Mencapai 18' C, Santri Tetap Aktif
Nadzoman Bersama - Terlihat ekspresi semangat santri meski disengat dingin
Sholat jama'ah Shubuh menjadi awal mereka harus menahan pedihnya menjadi bakal seorang ulama' dan pilihan Allah SWT. Sekalipun mereka harus sulit sekali untuk dibangunkan sebab dinginnya hawa dan enggan menyentuh air. Hal itu pula yang menjadi beberapa beban dan hambatan bagi pengurus keamanan yang bertugas penting membangnkan mereka. Kendati demikian, semua berjalan lancar.

Tak berhenti di sholat jama'ah, mereka diharuskan mengaji kitab Tafsir al-Jalalain dan mengaji al-Qur'an (bagi kelas ula), dilanjut dengan nadzoman bersama. Dengan posisi tangan yang selalu berdekap serta badan menggigil tertutup sorban, mereka tetap semangat dan insyaAllah akan selalu semangat. [Red]

Rabu, 25 Juli 2018

KBIH As-Syafa'ah - Tahun Ini, Memegang Rekor Jama'ah Haji Terbanyak

KBIH As-Syafa'ah - Tahun Ini, Memegang Rekor Jama'ah Haji Terbanyak

Jamaah Haji As-Syafa'ah - PPRU 1

KBIH As-Syafa'ah -Sejumlah 146 jama'ah haji Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) As-Syafa'ah diberangkatkan kemarin (Senin, 23 Juli 2018) dari Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1, Ganjaran, Malang. Jumlah ini merupakan jumlah terbanyak dari tahun-tahun sebelumnya.

KBIH yang dibimbing langsung oleh salah satu dewan pengasuh PonPes Raudlatul Ulum 1; KH. Ahmad Hariri Yahya ini berangkat dengan nomor kloter 23 dan memiliki rombongan berjumlah sebanyak 4 bus pariwisata kelas A.
KBIH As-Syafa'ah - Tahun Ini, Memegang Rekor Jama'ah Haji Terbanyak
Sholat Dhuhur Berjamaah menjelang keberangkatan jamaah
Prosesi pemberangkatan berjalan dengan lancar serta aman terkendali. Hal ini tak lepas dari usaha panitia pemberangkatan jamaah haji yang terdiri di antaranya dari pengurus pesantren sebagai petugas birokrasi, Banser gondanglegi sebagai pengaman dan pihak kepolisian sebagai keamanan pemerintah daerah.

Baca Juga: Nonton Bareng Piala Dunia Ala Santri? Yang Penting Happy!

Selain jumlah jama'ah haji yang lebih banyak dari pada tahun sebelumnya, ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Antara lain; tersedianya pos penukaran uang rupiah-real yang diselenggarakan atas kerja sama panitia dengan Bank Syari'ah Mandiri Malang. Hal ini memudahkan sekaligus menambah fasilitas kenyamanan para calon jamaah haji.

KBIH As-Syafa'ah - Tahun Ini, Memegang Rekor Jama'ah Haji Terbanyak
Salah satu jamaah haji beserta pengantarnya
Akibat jumlah jama'ah haji yang semakin melunjak, kemacetan tak kuasa dihindarkan lagi. Hal ini terjadi akibat jumlah kendaraan pengantar sekaligus para sanak keluarga jama'ah yang turut mengantar kepergian para calon jama'ah haji dalam menunaikan ibadah haji menuju tanah suci.

Tidak ada kasus kehilangan atau kejadian yang tidak diinginkan lagi dalam pemberangkatan jama'ah haji tahun ini. Semua berjalan lancar dan aman terkendali.

KBIH As-Syafa'ah - Tahun Ini, Memegang Rekor Jama'ah Haji Terbanyak
Terlihat petugas banser dan kepolisian dalam menertibkan keamanan
"Alhamdulillah, sekalipun jumlah jama'ah haji semakin bertambah signifikan, namun tak didapatkan hal-hal yang tak diinginkan pada tahun ini. Semua berkat kerja sama antara panitia, banser, kepolisian dan warga setempat sendiri" Ujar P. Shinwani (petugas Banser) kala diwawancarai Tim Publikasi kemarin. [Red]

Selasa, 24 Juli 2018

MA'RUFI - Santri Baru, Membawa Wajah Baru dan Era Baru

MA'RUFI - Santri Baru, Membawa Wajah Baru dan Era Baru

MA'RUFI - Santri Baru, Membawa Wajah Baru dan Era Baru

Salam santri Kyai Yahya Syabrowi! Salam Tafaqquh Fiddin...

Ma'rufi atau kepanjangan dari masa ta'arruf santri yang diadakan selama satu tahun sekali meruapakan salah satu cara membiasakan santri untuk dapat menyesuaikan lingkungan pesantren serta pendidikan karakter paling awal bagi mereka.

Tahun ini, Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 menerima jumlah santri baru sebanyak 96 orang. Lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya. Namun, jumlah bukanlah prioritas utama. Sebab memang begitulah fluktuasi lembaga pendidikan manapun.

MA'RUFI - Santri Baru, Membawa Wajah Baru dan Era Baru
Wajah Santri Baru
Pada tanggal (16-17 Juli 2018) kemarin, sebanyak jumlah santri baru tersebut, mereka melakukan kegiatan yang diadakan oleh pengurus pusat pesantren yang diprogramkan khusus untuk para santri baru. Acara yang hampir mirip dengan Masa Orientasi jika di pendidikan formal; MA'RUFI.

Ada beberapa catatan berbeda dari para daftar santri yang nyantri di PPRU 1 tahun ini. Berikut kami ulas satu persatunya:

1. Sulawesi - Torehan Domisili Santri Baru

Ada kurang lebih empat santri baru di tahun ini yang berasal dari salah satu deretan pulau besar di negri Nusantara ini yaitu; Sulawesi. Merupakan daftar baru sepanjang catatan berdirinya pondok pesantren ini. Empat santri baru tersebut mengaku memiliki sanak saudara yang berada di wilayah Malang serta merupakan keluarga HISANIYAH PPRU 1. Oleh karenanya, mereka kemudian berminat menyantrikan dirinya di Raudlatul Ulum 1.

2. Syaputra Mubarroqh bukan Lagi satu-satunya

Jika di tahun kemarin adalah salah satu tahun ajaran dimana Syaputra Mubarroqh menjadi pemecah rekor santri termuda di Raudlatul Ulum 1, maka kini dia sudah tak sendiri lagi. Sebab, ada santri baru yang menyamai umur serta kecilnya yang berada di pesantren.


MA'RUFI - Santri Baru, Membawa Wajah Baru dan Era Baru
Evander Ozora Arsyadzakwan (Nama santri sebaya Syaputra)
Santri itu bernama "Evander Ozora Arsyadzakwan" Seorang yatim berasal dari kota Sidoarjo, Jawa Timur. Dia sudah ditinggal Ayahnya kala masih bayi. Hidup bersama ibu serta dua saudaranya di kepadatan kota membuatnya menjadi anak kurang berpendidikan. Demi mengatasi masa depan suram. Ibu memasrahkannya kepada Kyai Athok Lukman Hakim untuk nyantri di Raudlatul Ulum 1.

Memiliki umur dan postur yang sama dengan Syaputra, yakni 9 tahun membuat mereka berdua secara langsung menjadi sahabat karib semenjak kenal. Kemanapun Syaputra melangkah, ada Evan di sampingnya. Sebaliknya, ada Evan, maka ada Syaputra.

3. Santri dengan rata-rata umur dini

Sudah menjadi gejala hampir di seluruh pondok pesantren di NUsantara, santri yang semakin memuda dan mendini, dalam hal Usia. Di tahun ini saja, Pondo Pesantren Raudlatul Ulum 1 menerima rata-rata santri dengan status latar belakang pendidikan baru lulus pendidikan dasar. Bahkan hampir 60-70% di antaranya, melanjutkan pendidikan di MTs, SMP & Madrasah Diniyah.

Namun bukan lagi sebuah kekhawatiran bagi pesantren saat ini. Dan untuk sementara, penyebab dari semakin mendininya usia santri baru dari tahun ke tahun ini disebabkan oleh pergaulan bebas dalam lingkungan luar yang menimbulkan kekhawatiran terhadap setiap orang tua dan lebih memilih untuk memondokkan anaknya di lembaga pesantren yang memiliki visi misi caracter building.

Senin, 12 Maret 2018

Secarik Kisah di Balik Duka Sore Itu - Alm. KH. Ahmad Sa'id Yahya

Secarik Kisah di Balik Duka Sore Itu - Alm. KH. Ahmad Sa'id Yahya
Oleh: Syifa'ur Romli (Ketua. Dev. Publikasi PPRU 1)
Raudlatul Ulum Berduka - "Beliau (KH. Ahmad Sa'id Yahya) adalah sosok yang ikhlas. Penuh dengan kesederhanaan. Dan InsyaAllah tidak memiliki prasangka buruk terhadap siapapun." Dawuh KH. Madarik Yahya (Adik kandung Alm. KH. Ahmad Sa'id Yahya) dalam mau'idloh kesaksian jenazah sebelum jenazah Kyai dikebumikan.

Kata-kata kesaksian terakhir itu membuat seluruh jamaah sholat jenazah tersentuh hatinya. Suasana isak tangis para santri menjadi lantunan nada kehilangan yang memenuhi seluruh isi masjid As-Syafi'iyah. Kehilangan sosok guru kharismatik yang selalu mengajarkan santrinya betapa arti ikhlas dalam kesederhanaan.

Dalam sakit stadium akhir yang diderita beliau selama hampir tiga minggu, ada beberapa Hikayah penuh hikmah untuk kita petik menjelang akhir hayat beliau kemarin, 12 Maret 2018 tepatnya di Rumah Sakit Umum Dr. Syaiful Anwar, Malang.

Dalam beberapa wawancara yang dilakukan oleh Tim Publikasi terhadap salah seorang santri yang kebetulan bertugas untuk menjaga beliau, didapatlah cerita berikut:

"Pagi itu, selepas melaksanakan ibadah sholat shubuh, Kyai (Sebutan Alm. KH. Ahmad Sa'id Yahya) tak lagi menyenyakan diri untuk tidur. Beliau lebih banyak terduduk dari tidur yang tak sempat beliau pejamkan matanya. Dengan rogohan nafas yang selalu diikuti kata "Laa Ilaaha Illallah, Muhammadun Rasulullah" hanya kata itu yang selalu beliau istiqomahkan semenjak awal sakit yang menyebabkan beliau wafat.

Sebenarnya Kyai sudah direncanakan oleh pihak keluarga untuk dipindahkan ke RSI (Rumah Sakit Isam) Gondanglegi hari itu juga. Dimana semua keperluan sudah dikemas. Dan sayang dengan adanya kabar akan dipindahkannya tersebut, dokter RSSA sudah jarang berkunjung ke kamar dengan berbagai penundaan tatkala hendak dimintai penanganan.

Dengan perasaan kasih sayang, Gus. Abdur Rahman Sa'id (putra beliau) menawarkan untuk memberikan sarapan kepada beliau. Dan hanya satu-dua suap yang beliau dahar. Setelahnya beliau tak lagi berkata apapun melainkan kalimat syahadat.

Pagi tiba berwajah cerah. Seperti biasa, Kyai bertanya mengenai dokter yang biasa merawatnya. "Kemmah dokterah mak lok teng deteng?". Tanya beliau kepada putranya. Tanpa jeda, putra beliau langsung menanyakan terhadap pihak perwat akan permohonan perawatan sedot cairan. Namun, tempolah yang menjadi jawaban. Dengan janji jam 10, kemudian jam 1, kemudian tak datang juga.

Dhuhur telah berlalu, Kyai hanya mau meminum air zam zam seteguk dua teguk. Sedang kalimat Syahadat tiada hentinya terlafal dari kedua bibir lemah beliau. Sampai waktu ashar tiba. Dan beliau melakukan sholat Ashar (Adalah sholat terakhir beliau).

Alm. KH. Ahmad Sa'id Yahya (Tetap Sholat Sekalipun Stadium Akhir)
Selepas menunaikan sholat ashar, nafas beliau semakin tak terkontrol. Sesak yang dideritanya bertambah. Dengan bantuan oksigen masker yang mulai dinaikan jua volumenya, beliau tak lagi mau bertidur lunglai. Nafas beliau sudah terengah. Namun menunjukan sifat ketenangan. Sebab mungkin beliau mengetahui bahwa tamu yang dinanti itu telah datang.

Dalam posisi duduk hampir bersila, beliau dipangku dan dirangkul dari belakang oleh Gus. Syarif Hidayatullah (Putra termuda) serta mulai dibacakan untaian ayat Al-Qur'an oleh Gus. Abdur Rahman Sa'id.

Tak lama dokter datang. Memeriksa keadaan Kyai yang mulai memburuk. "Bapak Sa'id sudah dalam kondisi kritis pak, silakan bapak tuntun". Kata dokter dengan wajah penuh kesesalan dihadapan Ahlul Bait. Dengan adanya vonis dari dokter tadi, pecahlah isak tangis yang sengaja sejak tadi ditahan. Tangis khawatir kehilangan.

Gus. Abdur Rohim (kepala pesantren Raudlatul Ulum 1 Putra) adalah putra beliau yang ke empat. Pun putra beliau yang sangat tidak tega dengan keadaan Kyai. Kamar 216 ruang Bougenville pecah dengan tuntunan kalimat Syahadat diiringi dengan rintih tangis kesedihan.

Nafas dingin mengucur dari setiap sudut bagian tubuh Kyai, pucat pertanda malaikat maut mulai mengeluarkan ruh beliu dari bagian bawah. Namun sekali lagi kalimat "Laa Ilaaha Illallah, Muhammadun Rasulullah" tiada henti mengalir dari lisan beliau yang penuh ketenangan. Ruh sudah lepas dari separuh badan beliau.

Hingga pada akhirnya lisan beliau yang mulia sudah berwarna kepucatan. Seakan nafas sudah berada di Hulquwm (tenggorokan) dan lafal Syahadat yang setia mengalir dari kedua bibir beliau. Isak tangis tetap tertahan sembari menuntun beliau. Keringat tiada henti mengucur dari sekujur tubuh.

Akhirnya pada jam 05.00, dengan lantunan kalimat "Laa Ilaaha Illallah, Muhammadun Rasulullah", Kiai dinyatakan telah tiada oleh dokter. Dalam posisi duduk penuh ketenangan beliau dirangkul Gus. Syarif Hidayatullah dan dibimbing Gus. Abdur Rahman Sa'id serta di bawah kesaksian putra putri beliau di atas ranjang kamar 216 lantai dua. Isak tangis yang tak terbendungkan lagi pecah ketika jasad beliau dibaringkan.

Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rojiuun...

Telah berpulang ke Rahmatullah, KH. Ahmad Sa'id Yahya (Putra Alm. KH. Yahya Syabrowi) Senin, 12 Maret 2018 dengan tenang dan Insyaallah Husnul Khotimah.

Hujan turun menagisi bumi di sekitar daerah celaket RSSA Malang. Jenazah beliau tiba di tempat rumah duka jam 08.00. Sirine ambulance yang dari jauh menyala-nyala bergonta ganti seakan adalah gambaran isi hati para Mu'azziyyin yang penuh gejolak kehilangan, penyesalan, kesedihan dan ketabahan waktu itu memadati Raudlatul Ulum 1.

Prosesi pemakaman Alm. KH. Sa'id Yahya
Pada malam itu jua Jenazah Kyai dimandikan serta disholatkan di Masjid As-Syafi'iyah dalam kapasitas penuh jamaah sholat jenazah. Serta langsung dimakamkan bersebelahan dengan makam Alm. Kyai Hamid Khozin (posisi tepat di belakang masjid).

Ribuan Mu'azziyyin dari kalangan kyai, ustadz, santri, alumni serta penduduk desa turut mengiringi serta mengikhlaskan beliau kembali ke rahmatullah. Bahkan alumni serta santri beliau yang belum sempat berdatangan.

Sore yang turut beduka, melemahkan hati yang keras, mengingatkan satu hal bahwa kematian pasti akan bertamu..

Dengan keadaan seluruh wajah berbasah dan lunglai, semua menanggung beratnya kehilangan sosok guru yang penuh kesederhanaan, ketawadhu'an, serta keikhlasan dan kesabaran beliau. Seraya seluruh isi hati memiliki satu harap "Kyai... Akui Aku Sebagai Santrimu..."

Senin, 19 Februari 2018

Pembangunan Pondok Pesantren Putri dibantu 130 Alumni

Pembangunan Pondok Pesantren Putri dibantu 130 Alumni
Sebanyak 130 alumni hadir dalam pembangunan asrama Pondok Putri
Oleh: Syif'ur Romli

PPRU 1 Putri-Bertambah pesatnya jumlah santri putri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran dari tahun ke tahun membuat keadaan asrama santriwati semakin menyesak. Kondisi semacam itu membuat dewan pengasuh harus berfikir kembali untuk kedepannya.

Setelah melakukan banyak pertimbangan, akhirnya dipecahkan beberapa solusi dan jalan keluar antara lain instruksi dari dewan pengasuh KH. Ahmad Hariri Yahya. Yakni menambah unit bangunan untuk digunakan sebagai asrama penginapan pesantren.

Sebenarnya pembangunan asrama baru ini telah dimulai sejak awal bulan Januari. Namun mencapai puncaknya kemarin, (18 Februari 2018). Dengan proses pengecoran yang dihadiri oleh banyak alumni dari masing-masing daerah. Antaranya Sumber Manjing Wetan, Gedangan dan Gondanglegi.

Antusias alumni dalam kerjasama membantu pembangunan tersebut semata-mata hanya mengharap berkah dari para masyayikh (Jawa: Ngalap Barokah). Dihadiri setidaknya 130 alumni. Bisa diperhatikan di gambar.

Dalam puncak pembangunan kemarin, P. Sanusi (Wakil Bupati Kab. Malang) yang juga selaku alumni Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 mendatangkan bantuan berupa 200 Semen untuk pembangunan pesantren. Sayangnya, rencana kehadiran beliau harus digagalkan sebab adanya suatu kendala.

Pembangunan Pondok Pesantren Putri dibantu 130 Alumni
Semangat Bahu Membahu para Alumni HISANIYAH
Proses pembangunan berjalan dengan khidmat dan sesekali terselip canda tawa para alumni seakan bernostalgia akan masa-masa di mana mereka nyantri dahulunya. Mungkin juga menyesali masa indah yang seharusnya digunakan betul dahulunya.

Lokasi gedung baru ini bertempat di bagian atas dapur rumah (jawa: Ndalem) Nyai Sepuh dan tepat di bagian belakang ndalem KH. Nasihuddin Khozin. Sementara untuk penggunaanya sendiri, khusus diperuntukkan sebagai kamar para santriwati.

Pembangunan asrama baru ini rencananya akan dirampungkan dalam satu bulan kedepan. Harapan dewan pengasuh, dengan adanya asrama baru guna menampung jumlah santri yang kian tahun semakin bertambah ini dapat meminimalisir adanya keluhan baik dari santriwati maupun wali santri akan fasilitas daya tampung yang kurang memadai.

Dan semoga pilihan ini adalah pilihan yang tepat serta dapat direstui para masyayikh Allaahumma Ighfir Lahu. Serta dapat mencetak santri yang lebih berkualitas lagi dengan ditambahnya fasilitas yang kian mendukung. [Red]