Rabu, 17 Januari 2024

Mengenang Gus Dur dan Penceritaannya Tentang Buya Syakur Yasin

PPRU 1 Biografi | Pada suatu kesempatan, Gus Dur memberikan penghormatan kepada tiga cendekiawan Muslim di Indonesia. Beliau menyebutkan bahwa orang-orang tersebut adalah Pak Nurcholis Madjid, Pak Quraish Shihab, dan Pak Syakur. Namun, Gus Dur menambahkan bahwa masyarakat mungkin tidak mengenal Pak Syakur dengan baik karena beliau hidup di kampung terpencil yang jauh dari sorotan media.

Dari tiga nama yang disebutkan oleh Gus Dur, Pak Abdul Syakur Yasin adalah satu-satunya yang kurang dikenal oleh masyarakat umum, meskipun belakangan namanya menjadi viral di media sosial terutama di YouTube melalui channel pengajian umumnya dengan akun KH Buya Syakur Yasin MA.

Buya Syakur, sebutan akrab jamaah padanya, merupakan seorang kyai yang memiliki pemikiran keislaman yang sangat rasional. Berbeda dengan dua nama sebelumnya, Buya Syakur lebih memilih berkiprah membangun jalan dakwah di kampung halamannya, Indramayu, Jawa Barat. Di sana, beliau mendirikan Pondok Pesantren Candangpinggan.

Meskipun memiliki gelar tinggi dari luar negeri, Buya Syakur tetap setia membangun pesantren dan menyebarkan pemikiran keislaman di tanah kelahirannya. Gus Dur pernah memuji Buya Syakur sebagai pemikir Islam yang sangat rasional, mampu memadukan dua permasalahan menjadi satu, dan mengambil kesimpulan dengan tepat.

Buya Syakur menghabiskan waktu belajarnya di luar negeri, termasuk di Timur Tengah dan Eropa selama 20 tahun. Selama masa itu, beliau menggeluti sastra dengan mengambil jurusan Sastra Arab di Baghdad, Linguistik di tingkat Magister, dan Dialog Teater di tingkat Doktoral di Tunisia. Meskipun tidak menyelesaikan program Doktoralnya secara resmi, beliau memiliki pemahaman yang luas.

Setelah kepulangannya ke Tanah Air, Buya Syakur memilih untuk kembali ke Indramayu dan membangun pesantren. Beliau memandang bahwa selain mengembangkan tanah kelahiran, masyarakat di kampungnya lebih jujur dibandingkan di kota.

Buya Syakur, dengan keahlian linguistiknya, sering menelaah makna Ayat Al-Qur'an secara mendalam. Gaya penyampaiannya yang runut dan logis membawa jamaahnya untuk berpikir rasional dan menemukan pencerahan sendiri.

Meskipun ada beberapa tokoh yang tidak setuju dengan pemahamannya, Buya Syakur tetap konsisten dan menerima kritik dengan lapang dada. Bagi beliau, perbedaan pendapat adalah hal biasa dan menjadi motivasi untuk terus belajar.

Jumat, 05 Januari 2024

Kisah Anak Muslim: Nabi Nuh dan Bahteranya

PPRU 1 Berkisah | Di sebuah zaman yang dipenuhi dengan maksiat dan penyembahan berhala, hiduplah seorang nabi yang mulia, Nabi Nuh. Allah memilihnya sebagai rasul untuk membimbing umat manusia yang terperangkap dalam kegelapan moral dan spiritual. Meskipun Nabi Nuh dengan penuh tekun dan kasih, berusaha menyampaikan ajaran tauhid dan kepatuhan kepada Allah kepada kaumnya, sayangnya, hanya sedikit yang mendengarkan.

Mendapati ketidakpatuhan dan keengganan kaumnya untuk bertaubat, Allah memberikan wahyu kepada Nabi Nuh untuk memperingatkan akan azab yang akan menimpa mereka. Dengan sabar dan kesabaran, Nabi Nuh menyampaikan dakwahnya selama berabad-abad, namun tanggapan masih minim. Allah kemudian memerintahkan Nabi Nuh untuk membangun bahtera yang besar sebagai satu-satunya tempat perlindungan dari banjir besar yang akan datang.

Dengan penuh iman dan tekun, Nabi Nuh mematuhi perintah Allah dan membangun bahtera tersebut. Saat banjir yang dahsyat datang, bahtera itu menjadi satu-satunya tempat perlindungan bagi Nabi Nuh, pengikutnya, dan berbagai macam makhluk yang Allah amanahkan. Banjir itu membawa azab kepada kaum yang tidak beriman, sementara bahtera itu menjadi simbol keselamatan dan kepatuhan.

Setelah berhari-hari air bah melanda bumi, banjir pun mereda. Bahtera mendarat di suatu tempat yang tinggi, dan Nabi Nuh bersyukur kepada Allah atas keselamatan yang diberikan. Allah menjadikan Nabi Nuh sebagai "pendiri umat" baru, memberikan petunjuk hidup baru kepada keturunannya. Kisah Nabi Nuh mengajarkan kepatuhan kepada perintah Allah, kesabaran dalam berdakwah, dan keyakinan bahwa Allah selalu melindungi hamba-Nya yang taat. Nabi Nuh, dengan hati penuh iman, membawa cahaya di tengah kegelapan moral, menjadi teladan bagi generasi-generasi berikutnya.

Sabtu, 23 Desember 2023

Penghitung Keliling Bumi Pertama itu Bernama Al-Biruni

Penghitung Keliling Bumi Pertama itu Bernama Al-Biruni

PPRU 1 Sosok | George Sarton, seorang ahli kimia dan sejarawan Amerika kelahiran Belgia, pernah menggambarkan Al-Biruni sebagai "Leonardo da Vinci-nya Islam" karena keahliannya yang mencakup berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Sementara itu, K Ajram membandingkan Leonardo da Vinci sebagai "Al-Biruni-nya Kristen," mengingat Al-Biruni hidup lima abad sebelum da Vinci dan sumbangsihnya dalam ilmu pengetahuan lebih orisinal.

Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni lahir pada 4 September 973 M di Kath, ibu kota Khawarizm (kini wilayah Uzbekistan). Sejak kecil, Al-Biruni menunjukkan minat pada matematika dan astronomi. Namun, pergolakan politik membuatnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Al-Biruni tinggal di istana Dinasti Banu Irak sebelum Abu Ali Ma’mun bin Muhammad dari Dinasti Ma’muni mengalahkan mereka pada tahun 995 M. Al-Biruni kemudian pindah ke Rayy dan kemudian ke Gorgon, di mana ia menyelesaikan beberapa karyanya, termasuk Kitab Sisa Pengaruh Masa Lampau.

Di Gorgon, Al-Biruni mendapat dukungan penuh dari penguasa setempat, Syamsul Ma’ali Qabus, yang mengundangnya untuk berkarya di istananya. Al-Biruni memaksimalkan kemampuannya dengan membaca, menulis, dan menganalisis peristiwa antariksa seperti gerhana bulan.

Pergolakan politik membuat Al-Biruni pindah lagi, kali ini ke Istana Mahmud Ghaznawi setelah Dinasti Ghaznawi mengalahkan Dinasti Ma’muni. Selama sekitar 30 tahun, Al-Biruni tinggal di Ghaznawi dan menulis beberapa karya monumental, termasuk "Masamiri Khawarizm," "Tarikh al-Hind," "Kitab Pemahaman Puncak Ilmu Bintang," dan lainnya.

Al-Biruni wafat di Ghaznah pada tahun 1048. Kehidupan dan karyanya mencerminkan dedikasinya terhadap ilmu pengetahuan dan peran pentingnya dalam menggabungkan pengetahuan dari berbagai bidang, termasuk matematika, astronomi, sejarah, dan farmasi.

Perhitungan Fantastis Al-Biruni Tentang Bumi

Al-Biruni, seorang ilmuwan Muslim pada abad ke-11, dikenal sebagai penghitung pertama keliling bumi. Ia menciptakan metode pengukuran yang inovatif untuk membuktikan bahwa bumi itu bulat dan menghitung kelilingnya. Pada masa itu, perdebatan antara bentuk bumi bulat atau datar masih terus berlanjut.

Al-Biruni menggunakan metode trigonometri dan Astrolabe al-Ustawani buatannya sendiri dalam penelitiannya. Langkah-langkahnya mencakup:

1. Percaya bahwa Bumi Bulat: Al-Biruni pertama-tama meyakini bahwa bumi itu bulat. Dari sini, ia mencari jari-jari bumi sebagai langkah awal untuk menghitung kelilingnya.

2. Mengukur Tinggi Gunung: Al-Biruni mengukur tinggi gunung yang merupakan titik permukaan bumi. Dengan Astrolabe-nya, ia mengarahkannya ke dua titik berbeda di daratan dan mengukur sudutnya. Dengan trigonometri, ia menghitung tinggi gunung.

3. Menghitung Jari-Jari Bumi: Menggunakan data dari pengukuran tinggi gunung, Al-Biruni menggunakan rumus trigonometri untuk menghitung jari-jari bumi. Ia memperoleh nilai yang sangat akurat.

4. Menggambar Bumi dalam Dimensi Dua: Al-Biruni menggambar bumi sebagai lingkaran dalam dimensi dua dengan memanfaatkan data jari-jari yang telah dihitungnya.

5. Menghitung Keliling Bumi: Dengan menggunakan rumus keliling lingkaran, Al-Biruni menghitung keliling bumi. Hasilnya sangat dekat dengan penghitungan modern.

Hasil perhitungan Al-Biruni adalah sekitar 40.225 km, sedangkan penghitungan modern adalah 40.074 km. Meskipun menggunakan metode yang terbatas pada zamannya, fantastisnya, ketepatan Al-Biruni mencapai 99,62 persen, hanya meleset sekitar 0,38 persen dari pengukuran modern. Prestasinya menunjukkan kecerdasan dan ketelitian dalam ilmu pengetahuan, mengukir namanya sebagai salah satu ilmuwan besar dalam sejarah peradaban Islam.

Kamis, 21 Desember 2023

Cerita Islami Anak Sebelum Tidur: Kisah Nabi Adam dan Siti Hawa

PPRU 1 Bercerita | Dahulu kala, di suatu waktu yang tak terhingga, ada sebuah surga yang ditinggali oleh Nabi Adam dan istrinya, Hawa. Mereka hidup dalam damai dan kebahagiaan, dikelilingi oleh keindahan yang tak terkira. Surga itu bukan hanya tempat tinggal mereka, tetapi juga ujian dari Sang Pencipta.

Adam dan Hawa diberi kebebasan untuk menikmati segala sesuatu di surga, kecuali satu hal: buah dari pohon tertentu. Ini adalah ujian dan perintah dari Allah. Surga penuh dengan keindahan yang luar biasa, tetapi manusia, dengan kodratnya yang lemah, merasa tertarik pada larangan tersebut.

Iblis, yang dulu diusir dari surga karena keangkuhan dan penolakannya untuk tunduk pada Adam, merencanakan balas dendamnya. Dia tahu bahwa kelemahan manusia adalah keinginan dan godaan. Dengan tipu daya dan desakan, Iblis menggoda Adam dan Hawa untuk memakan buah terlarang.

Terpaan godaan membuat Adam dan Hawa tergoda, dan mereka memutuskan untuk mencoba buah tersebut. Setelah melanggar perintah Allah, mereka menyadari kesalahannya dan merasa malu. Tapi Allah, Maha Pengampun, menerima taubat mereka.

Allah kemudian menurunkan Adam dan Hawa ke bumi sebagai tempat ujian dan perjalanan hidup. Di bumi, mereka menjadi orang tua bagi seluruh umat manusia, dan keturunan mereka menjadi penduduk bumi.

Namun, Allah tidak meninggalkan mereka tanpa petunjuk. Allah memberikan mereka nubuat dan petunjuk hidup. Adam menjadi nabi pertama, membimbing keturunannya dengan hikmah dan pengajaran dari Surga yang dulu mereka tinggali.

Kisah Nabi Adam mengajarkan kita tentang pentingnya taat kepada Allah, konsekuensi dari maksiat, kekuatan taubat, dan rahmat Allah yang tak terbatas. Manusia, dengan segala kelemahan dan ketidaksempurnaannya, selalu memiliki kesempatan untuk kembali kepada Allah, sebagaimana yang diterima oleh Nabi Adam dan Hawa.

Rabu, 20 Desember 2023

Biografi Hadratus Syaikh Pendiri NU, KH. Hasyim Asya'ari

PPRU 1 Sosok | K.H. Hasyim Asy'ari (10 Oktober 1871 – 25 Juli 1947) adalah seorang ulama Indonesia yang dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Beliau lahir di Gedang, Jombang, Jawa Timur, dan memiliki peran penting dalam mengembangkan pendidikan, keagamaan, dan sosial di tanah air.

Masa Muda dan Pendidikan

Hasyim Asy'ari berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Kyai Asy'ari, adalah seorang ulama terkemuka di daerah Jombang. Masa kecil Hasyim Asy'ari dihabiskan dalam lingkungan pesantren, di mana ia belajar agama Islam secara mendalam. Pada usia muda, ia sudah dikenal sebagai seorang yang cerdas dan berbakat dalam bidang keagamaan.

Peran dalam Persatuan Umat Islam

Hasyim Asy'ari memiliki peran signifikan dalam menjaga persatuan umat Islam di Indonesia. Pada masa itu, ada perbedaan pendapat antara kelompok modernis dan tradisionalis dalam penafsiran agama. Hasyim Asy'ari berusaha menjembatani kesenjangan ini dan membangun persatuan di antara umat Islam.

Pendirian Nahdlatul Ulama (NU)

Pada tanggal 31 Januari 1926, Hasyim Asy'ari bersama para ulama lainnya mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya. Organisasi ini didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme dan penyebaran paham modernisme di kalangan umat Islam. NU juga didirikan untuk memajukan pendidikan dan kesejahteraan umat Islam Indonesia.

Pendidikan dan Dakwah

Hasyim Asy'ari sangat vokal dalam mempromosikan pendidikan agama dan moral. Ia mendirikan banyak pesantren di berbagai tempat di Indonesia. Pendidikan yang diberikan di pesantren-pesantren ini tidak hanya mencakup aspek keagamaan, tetapi juga pendidikan karakter dan keterampilan praktis.

Kiprah Politik

Hasyim Asy'ari juga terlibat dalam dunia politik. Ia menjadi anggota Volksraad (Badan Perwakilan Rakyat) pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Meskipun terlibat dalam politik, Hasyim Asy'ari selalu memegang teguh prinsip keislaman dan keutamaan agama dalam kehidupan bermasyarakat.

Wafat

K.H. Hasyim Asy'ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 di kediamannya di Jombang, Jawa Timur. Meskipun beliau telah tiada, pengaruh dan warisan keagamaan yang ditinggalkan, terutama melalui NU, terus berkembang hingga hari ini.

Warisan dan Pengaruh

Hasyim Asy'ari dianggap sebagai tokoh yang berjasa dalam menyatukan umat Islam Indonesia dan melindungi keberlanjutan nilai-nilai tradisional Islam di tengah-tengah perubahan zaman. NU, yang didirikannya, terus menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berkontribusi pada berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, dan kesejahteraan umat.

Peninggalan dan ajaran Hasyim Asy'ari terus diperjuangkan oleh para pemimpin NU yang kemudian, menjadikan NU sebagai kekuatan yang memperjuangkan kedamaian, toleransi, dan keberagaman di Indonesia.