Rabu, 07 Februari 2024

Proses Musyawarah dalam Pemilihan Khalifah Memahami Kedewasaan Musyawarah dalam Sejarah Islam

PPRU 1 Hikmah | Dalam memahami sejarah kepemimpinan Islam, salah satu peristiwa penting yang memunculkan konsep musyawarah adalah pemilihan Khalifah pasca wafatnya Nabi Muhammad. Artikel ini akan membahas dengan mendalam proses musyawarah tersebut, khususnya fokus pada peran Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pemimpin yang dipilih secara damai. Selain itu, artikel ini juga akan membahas konsep musyawarah dalam Islam dan relevansinya untuk umat modern.

Proses Musyawarah dalam Pemilihan Khalifah

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, umat Islam dihadapkan pada tugas menentukan pemimpin baru. Prinsip musyawarah dan ukhuwah Islamiyah menjadi pedoman utama dalam memilih Khalifah. Artikel ini mengulas bagaimana perselisihan awal di antara sahabat Anshar dan Muhajirin akhirnya diatasi melalui proses musyawarah mufakat yang menjadikan Abu Bakar sebagai Khalifah.

Kedewasaan Musyawarah

Proses perdebatan yang terjadi mencerminkan kedewasaan dalam melibatkan umat dalam pengambilan keputusan. Konsep keterbukaan, keadilan, dan kesepakatan bersama menjadi landasan utama dalam musyawarah. Artikel ini menyoroti bagaimana pemilihan Khalifah melalui musyawarah menciptakan pemimpin yang diterima secara luas oleh umat Islam.

Pidato Abu Bakar Ash-Shiddiq

Pentingnya pidato Abu Bakar dalam menyejukkan perdebatan menjadi sorotan utama. Artikel ini menguraikan substansi pidato Abu Bakar yang mencerminkan kesederhanaan, keadilan, dan ketaatan kepada Allah. Pidato ini tidak hanya mengakhiri perdebatan, tetapi juga mengilustrasikan kepemimpinan yang bersifat penuh tanggung jawab dan mengedepankan kepentingan umat.

Konsep Musyawarah dalam Islam

Artikel ini menyoroti konsep musyawarah dalam Islam, di mana keputusan strategis seperti pemilihan Khalifah didasarkan pada musyawarah atau kesepakatan umat. Konsep syura sebagai metode penting dalam pengambilan keputusan umat Islam menjadi relevan untuk dipahami dan diterapkan dalam konteks modern.

Relevansi Konsep Musyawarah untuk Umat Modern

Penekanan pada konsep musyawarah dan ukhuwah Islamiyah dalam artikel ini diakhiri dengan pembahasan relevansinya untuk umat modern. Inspirasi dari sejarah Islam dapat memberikan panduan bagi blogger dan website untuk menggali dan mengaplikasikan prinsip-prinsip musyawarah dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.

Rabu, 24 Januari 2024

Ini Dia 9 Ulama Terkemuka Asal Palestina

PPRU 1 News |  Palestina dikenal dengan buminya para nabi dan melahirkan para ulama besar dalam Islam yang karya-karyanya hingga saat ini terus dipelajari, dibaca, dan didiskusikan oleh banyak orang. Tentunya wilayah Palestina saat ini memiliki nama-nama yang beda sebelum lahirnya negara bangsa. Misalnya wilayah Palestina di zaman Nabi Ibrahim as dan setelahnya dinamakan Syam.

Sedangkan pada wilayah-wilayah tersebut populer juga dengan sebutan Damaskus di era dinasti Umayyah dan setelahnya, sehingga nama Palestina belum populer seperti sekarang. Berikut ini para ulama yang berasal dari Palestina

1. Imam Syafi'i

   - Lahir di Ghaza, Palestina.

   - Salah satu ilmu yang dikuasai adalah ilmu syair.

2. Ibnu Qudamah

   - Lahir di Nablus, Palestina.

   - Pemimpin dan pembesar Mazhab Hanbali.

   - Karyanya al-Mughni menjadi pedoman dalam mazhab tersebut.

3. Ibnu Ruslan

   - Lahir di Ramallah, Palestina.

   - Ulama besar Mazhab Syafi'i.

   - Karya-karya meliputi Syarh Sunan Abi Dawud, Shafwah Zubad fi Matan Zubad, dan syarah-syarah terhadap kitab hadits lainnya.

4. Ibnu Muflih

   - Lahir di Ramin, Tepi Barat Palestina.

   - Ahli fikih Mazhab Hanbali.

   - Karya-karya termasuk Syarhul Muqni fi Fiqhil Hanbali, Mirqatul Wushul ila ‘Ilmil Ushul, dan al-Maqshad al-Arsyad fi Tarjamah Ashahb al-Imam Ahmad.

5. Ibnu Washif al-Ghazzi

   - Ahli hadits dan fikih Mazhab Maliki.

   - Guru-gurunya termasuk al-Hasan bin al-Faraj al-Ghazi, Muhammad bin al-Hasan bin Qatibah al-‘Asqalani.

6. Zainuddin Yahya bin ‘Alwi al-Hadhrami al-Andalusi

   - Menghabiskan sisa hidupnya di Gaza.

   - Ahli qiraat, ahli bahasa, sastra, dan ahli hadits.

   - Sering melakukan kunjungan ke berbagai negara untuk bertemu para ulama.

7. Syamsuddin Muhammad bin Khalaf al-Ghazi

   - Ahli sejarah dan fikih Mazhab Syafi'i.

   - Karya-karya termasuk Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam'il Jawami’, dan lain-lain.

8. Syamsuddin bin al-Ghazi

   - Ahli sejarah dan fikih Mazhab Syafi'i.

   - Mufti syafi’iyyah di Damaskus.

   - Karya-karya termasuk Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam'il Jawami’, dan lain-lain.

9. Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi

   - Ahli sejarah.

   - Karya monumental berjudul al-Kawakib as-Sairah bi A’yan al-Mi`ah al-‘Asyirah.

   - Lahir di Gaza dan wafat di Damaskus.

Demikianlah beberapa ulama besar Islam yang lahir di tanah Palestina. Semua mereka memiliki kontribusi besar dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan Islam, dan karya-karyanya masih terus dipelajari hingga saat ini.

 

Minggu, 21 Januari 2024

Abdurrahman bin Auf, Sahabat Rasul yang Kaya Raya


PPRU 1 Sosok | Artikel di atas membahas tentang Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat Rasulullah yang terkenal dengan kedermawanan dan keberaniannya. Abdurrahman bin Auf lahir pada tahun 581 M dan masuk Islam pada tahun 614 M, di usia 31 tahun. Ia termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar As-Siddiq di rumah Arqam bin Abi Arqan.

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ia akan masuk Surga. Meskipun masih muda, Abdurrahman memberikan sumbangsih besar pada perjuangan Islam dan dakwah Rasulullah, terutama dalam peristiwa-peristiwa penting seperti Perang Badar dan Perang Uhud.

Ia terkenal sebagai seorang pengusaha kaya dan dermawan. Ketika Rasulullah SAW berdakwah di Makkah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu orang pertama yang menerima Islam. Ia bersedia meninggalkan harta bendanya dan keluarganya demi mengikuti Rasulullah. Suatu kisah mencatat bahwa Abdurrahman bin Auf menawarkan seluruh harta bendanya kepada Rasulullah, termasuk jumlah yang sangat besar, yakni 4 ribu dinar.

Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai seorang filantropis. Setelah hijrah ke Madinah, dia terkenal karena bersedekah secara besar-besaran. Ketika Nabi Muhammad SAW mendirikan Baitul Mal (kas negara) di Madinah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat yang memberikan kontribusi besar. Dia menyumbangkan separuh dari seluruh kekayaannya untuk membantu memenuhi kebutuhan umat Islam yang kurang beruntung.

Meskipun menjadi miliarder dan memiliki kekayaan yang luar biasa, Abdurrahman bin Auf tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Tindakan dan sumbangsihnya mencerminkan nilai-nilai solidaritas, kepedulian sosial, dan dedikasi untuk melayani masyarakat yang tinggi dalam Islam. Abdurrahman bin Auf meninggalkan warisan yang besar dan memberikan contoh teladan bagi umat Islam dalam berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan dakwah Islam.


Jumat, 19 Januari 2024

Pengalaman Unik KH. Miftahul Akhyar Saat Masih Mondok, Didiamkan Abahnya

PPRU 1 Sosok | Pernahkah kamu penasaran dengan kisah santri sejati, seperti yang dialami oleh KH Miftachul Akhyar, Rais Aam PBNU? Mari kita telusuri pengalaman berharga Kiai Miftachul Akhyar selama masa nyantri, dari Tambak Beras hingga Lasem.

Sebagai pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama (NU), KH Miftachul Akhyar memiliki latar belakang yang unik. Ia adalah putra kedelapan dari tiga belas bersaudara dari KH Abdul Ghoni. Dalam video berjudul "Pengalaman Menjadi Santri - Lebih Dekat KH Miftachul Akhyar" di YouTube NU Online, Kiai Miftachul Akhyar menceritakan awal pendidikannya.

"Saya pendidikan kecilnya ada di rumah, ikut sekolah Rakjat (SR), namun hanya sampai kelas 5. Sejak kecil, saya mondok," kata Kiai Miftachul Akhyar. Ia juga menyampaikan bahwa awalnya nyantri di Tambak Beras Jombang, namun durasinya tidak begitu lama.

Setelah beberapa tahun di Tambak Beras, Kiai Miftachul Akhyar pindah ke Sidogiri pada tahun 1967-1969, sampai kelas satu tsanawiyah. Namun, pada tahun 1970-an, ia mengalami momen berhenti mondok selama setahun karena kesadaran diri dan pergaulan yang hampir mempengaruhi dirinya.

"Setelah itu, kira-kira tahun 1970-an, saya di rumah, tidak mondok. Abah marah terus karena saya sudah mutung, tidak mau mondok. Saya bahkan tidak disapa selama satu tahun," ungkap Kiai Miftachul Akhyar.

Namun, dengan kesadaran yang muncul, Kiai Miftachul Akhyar memutuskan untuk kembali mondok. Ia meminta pondok yang tidak memiliki sekolah, dan akhirnya melanjutkan perjalanannya nyantri di Pesantren Al-Ishlah Lasem. Rencananya, ia ingin melanjutkan belajar di Makkah, tetapi karena sakit, rencana itu tidak terwujud.

Pengalaman Kiai Miftachul Akhyar menjadi santri tidak hanya berhenti di Lasem. Pada tahun 1977-1978, keinginannya untuk mengaji dengan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki di Malang juga terwujud. Ia mengikuti daurah selama 6-8 bulan bersama ulama ternama tersebut.

Pengalaman nyantri KH Miftachul Akhyar memberikan inspirasi tentang perjalanan hidup dan kesadaran diri seorang santri. Meskipun mengalami hambatan, Kiai Miftachul Akhyar terus menapaki perjalanan hidupnya dengan tekad dan semangat yang luar biasa.

Kamis, 18 Januari 2024

KH. Miftahul Akhyar, Rais 'Aam PBNU, Menegaskan Pentingnya Husnudzon saat Menghadapi Musibah

PPRU 1 News | Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftahul Akhyar, memberikan penekanan pada pentingnya memiliki sikap berprasangka baik (husnudzon) ketika dihadapkan pada berbagai musibah. Hal ini disampaikannya pada Rabu, 17 Januari 2024, pukul 16:00 WIB.

Dalam penjelasannya, Kiai Miftahul Akhyar mengajak masyarakat untuk berpikir positif dan memandang segala peristiwa dengan sikap optimis. Dia menekankan bahwa bersamaan dengan prinsip husnudzon, introspeksi diri juga perlu dilakukan.

Pada kesempatan tersebut, Rais 'Aam PBNU menggambarkan pengalaman pribadinya terkait kecelakaan yang menimpanya pada 12 Agustus 2021. Kejadian tersebut melibatkan mobil Kiai Miftahul Akhyar di Jalan Tol Semarang-Solo Kilometer 462.800 Jalur A, Desa Beji, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Menurut Kiai Miftahul Akhyar, kecelakaan tersebut menjadi peringatan bagi dirinya yang pada saat itu tengah sibuk meskipun dalam situasi pandemi. Dia menilai bahwa peristiwa tersebut menjadi ajakan untuk beristirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga.

"Saat itu saya anggap peringatan. Kecelakaan itu terjadi karena selama pandemi, saya sering bolak-balik Surabaya-Jakarta dengan mobil," ungkapnya kepada NU Online pada Selasa (16/01/2024).

Ketika kecelakaan terjadi, mobil Kiai Miftah melaju dari arah Semarang menuju Solo. Namun, situasi berubah tiba-tiba ketika truk di jalur kiri mengerem mendadak setelah memberi isyarat lampu untuk mendahului. Tabrakan pun tak terhindarkan, terjadi pada pukul 06.15 WIB.

Rais 'Aam PBNU menjelaskan bahwa kecelakaan tersebut menjadi refleksi bahwa meskipun banyak orang berdiam diri di rumah selama pandemi, namun beberapa individu, termasuk dirinya, masih melaksanakan tugas di luar. Kecelakaan tersebut dianggap sebagai pengingat agar tidak terlalu aktif di luar rumah.

Akibat musibah tersebut, Kiai Miftahul Akhyar mengalami luka lecet pada lutut kaki kanan dan kiri, serta sesak dada sebelah kanan. Sopir mobil yang bernama Indra juga mengalami luka nyeri pada pergelangan tangan kanannya. Keduanya kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga untuk mendapatkan perawatan.

Peristiwa kecelakaan yang melibatkan tokoh publik ini menarik perhatian banyak orang, khususnya warga Nahdlatul Ulama (NU). Banyak yang mengungkapkan keprihatinan dan kekhawatiran terhadap kondisi Kiai Miftahul Akhyar setelah melihat kerusakan yang cukup parah pada bagian depan mobil yang ditumpanginya.

"Saat pertama seminggu pasca-kecelakaan, saya tidak berani ketawa dan batuk. Sakitnya luar biasa," ungkap Kiai Miftahul Akhyar. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga dan menciptakan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan, terutama dalam menjalani mobilitas tinggi di tengah pandemi.

Peristiwa ini juga menciptakan banyak komentar dan perbincangan di kalangan masyarakat, mengingat sosok Kiai Miftahul Akhyar yang merupakan tokoh yang dikenal banyak orang.