Jumat, 05 Maret 2021

Namanya Aja Istiqomah (opini)

 



Namanya Aja Istiqomah

Oleh : miftahul huda

Ungkapan kata yang sering kita dengar, jika dipikir secara akal memang mudah, tapi menjalaninya itu yang angel atau susah. istiqomah memiliki arti konsisten dalam melakukan kebaikan, teguh dalam suatu pendirian dan tidak akan tergoyahkan oleh sesuatu apapun dalam mendapatkan ridho Allah SWT. Jadi kita harus tahu bahwa bagi mereka yang istiqomah, akan mendapatkan pahala yang sangat besar yaitu berupa surga dan pertolongan dari Allah SWT. Semisal contoh yang sederhana adalah bagaimana cara kita bisa istiqomah shalat lima waktu tepat pada waktunya, tanpa menunda-nunda waktu kita untuk sholat. Sampai ada ungkapan                            ” istiqomah lebih baik dari pada 1000 karomah.” ungkapan ini sangat tepat.

Kita bisa berkaca kepada almaghfurlah Alm. KH. Yahya Syabrowi (pendiri sekaligus pengasuh  pondok pesantren Raudlatul Ulum 1), beliau disegani karena ke istiqomahan beliau mengajar untuk santrinya, hal ini jua nampak pada putra pertamanya yakni Alm. KH. Khozin Yahya (pengasuh kedua pondok pesantren Raudlatul Ulum1), beliau disegani karena keistiqomahan beliau membaca kitab suci Al-Qur’an, konon beliau sampai hafal bacaan  selanjutnya yang akan beliau  baca.

Oh iya, saya pernah membaca buku “Biografi KH. Yahya Syabrowi” terbitan pondok pesantren Raudlatul Ulum 1. Didalam buku tersebut menjelaskan istimewanya keistiqomahan KH. Yahya. Salah satunya adalah “istiqomah sholat berjamaah.”

KH. Yahya dikenal sangat menjaga istiqomah sholat berjamaahnya  dalam kondisi apapun, bahkan dalam kondisi sakit parah sebelum beliau wafat. Dimana kondisi beliau hanya bisa berbaring di ranjang, saat itu ketika beliau mendengar iqomah di mushollah pesantren, beliau bersusah payah untuk segera bangkit untuk mengimami sholat, salah satu putri beliau yang tidak tega melihat kejadian tersebut menganjurkan beliau untuk sholat di kamar saja dengan duduk. karena memang itikad beliau untuk istiqomah sholat sangat besar, maka jawaban beliau adalah “ya bentar dulu, nanti kalo nggak bisa baru.”

Di antara dawuh beliau Alm. KH. Yahya Syabrowi. yang sangat mahsyur dan masih hangat di bicarakan dan yang paling menjadi tantangan bagi santri PPRU 1, adalah dawuh beliau mengenai istiqomah sholat berjamaah. yakni, “santriku semua kalau berjamaah 41 hari berturut-turut tanpa putus, ketika pulang nanti jika tidak jadi orang alim, ya jadi orang yang berkecukupan/kaya.” ya itu adalah salah satu motivasi beliau kepada santrinya agar bisa istiqomah, mengingat istqomah mempunyai keutamaan yang besar.

Hal tersebut juga di uleti oleh pengasuh pondok pesantren Raudlatul Ulum 1 saat ini, yakni KH. Mukhlis Yahya. beliau secara langsung mengajar para santrinya mengaji kitab suci Al-Qur’an setiap hari, lebih tepatnya waktu selesai jamaah sholat ashar kecuali hari jum’at.

 Pernah pada suatu kesempatan sebelum memulai ngaji beliau KH. Mukhlis yahya.  Dawuh“kita ngaji ini tidak hanya untuk mengharap pahala membaca Al-Qur’an, tapi juga berharap agar kita mendapat barokah KH. Yahya Syabrowi.” hal inilah yang juga  menjadi  kunci keistiqomahan beliau mengajar di Ponpes yang kita cintai ini. Dulu pernah pada suatu kesempatanyakni pengalaman saya sendiri tepatnya di akhir tahun 2019, saat itu pengajian masih di laksanakan ba’da Isya’ namun pada tahun 2020 di ganti menjadi ba’da ashar. sebelumnya sore itu saya mendengar bahwa bupati malang yakni H. Sanusi  mau datang ke pondok untuk keperluan rapat koordinasi, pada waktu ba’da Isya’ di aula. Saat itu banyak alumni datang untuk ikut serta mengikuti rapat. Para Santri sudah siap untuk segera mengikuti pelaksanaan pembacaan ayat suci Al-qur’an yang dipimpin langsung oleh KH. Mukhlis yahya. disaat beliau ingin memulai ngaji ada salah satu alumni datang mendatangi beliau, entah apa saja yang dibicarakan kepada beliau, namun singkat yang saya dengar adalah alumni tersebut meminta KH. Mukhlis yahya.  Agar menunda pengajian Al-Quran dengan alasan bapak bupati akan segara datang, namun jawaban beliau tak lain adalah “bentar tak ngajar anak-anak dulu.”Lalu beliau memulainya, mungkin alumni tersebut malu, sontak saja alumni tersebut ngeloyor pergi. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an berlangsung, saat proses ngaji berlangsung selama 15 menit datang lagi seorang alumni lain dengan wajah tak sabaran menghampiri beliau, pesan yang disampaikan oleh alumni tersebut tidak jauh dari pesan yang disampaikan oleh alumni sebelumnya, yakni meminta beliau segera menyudahi pembacaan ayat suci Al-Qurankarna pak bupati sudah datang, namun jawaban beliau adalah “ya sekalian tak rampungkan 3 makhraj.” itu yang saya dengar karena memang jarak saya dengan beliau berdekatan mungkin sekitar satu sampai satu setengah meteran.

Dari cerita tersebut kita bisa belajar betapa besar fadilah istiqomah, se-urgent apapun kondisinya siapapun yang mau datang mau orang penting  apa enggak beliau lebih memilih mendahulukan kegiatan keistiqomahan beliau mengajar. Tidak hanya berharap mendapat pahala membaca Al-Qur”an. tapi juga mengharap supaya seluruh santrinya mendapat barokah KH. Yahya Syabrowi. Maka kita sebagai santri beliau khususnya saya, harusnya malu jika tidak bisa mencontoh ilmu istiqomah beliau. semoga dengan adanya opini ini bisa dijadikan landasan supaya kita bisa istiqomah dalam berbuat kebaikan, khususnya untuk santri pondok pesantren Raudlatul Ulum 1.

 

Mengapa Kita Butuh Guru? (Opini) Oleh: Badruzzaman ibn Mas’ud

 

Judul sekaligus pertanyaan diatas tidak sepantasnya terlontar. Namun dari pertanyaan ini pula bisa melahirkan alasan mengapa kita butuh guru. Bagaikan bayi kecil yang lahir kemudian ia dengan sendirinya merangkak, kemudian ia dengan sendirinya berjalan seolah mengetepikan setiap orang yang mengiringi proses si bayi menuju tahap bisa berjalan. Atau analogikan dengan tukang bangunan, bermula dari ketidak-tahuan dalam dunia konstruksi, namun berbekal pengalaman bertahun-tahun dengan turut andil di berbagai proyek, kini situ klang bangunan tersebut tak lagi susah untuk melakukan kerjaannya. Dengan gampangnya ia mengaduk semen tanpa memperhitungkan takaran semen, batu dan air. Terkadang kita dapat mengetahui dan mempelajari sesuatu dengan sendirinya dengan proses yang berbeda-beda, “mengetahui dan mempelajari” tanpa guru seperti ini dinamakan otodidak.

Kata otodidak adalah bentuk tidak baku dari kata autodidak sehingga penulisan yang benar adalah autodidak. Penulisan kata yang benar disebut juga dengan kata baku yaitu kata yang penulisannya sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Namun pengucapan otodidak lebih masyhur dikalangan kita. Otodidak berasal dari bahasa Yunani “autodídaktos” yang memiliki arti belajar sendiri. Maka secara terminologi otodidak merupakan orang yang tanpa bantuan guru bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan dasar empiris yang besar dalam bidang tertentu. Mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dengan belajar sendiri alias tanpa guru.

Lantas apakah hal ini patut dibandingkan dengan keberadaan guru?. Seringkali kita mendapati murid yang lebih cerdas dari gurunya atau murid yang karirnya lebih sukses dari mentornya. Apapun itu, kehadiran guru sebagai ahli ilmu tak bisa dikesampingkan. Meskipun zaman sekarang semua ilmu pengetahuan beserta cabang keilmuannya bisa didapatkan di google. Atau murid yang meremehkan guru karena hanya menganggap sang guru mengetahui ilmu itu lebih dulu darinya. Namun tetap saja yang namanya guru adalah guru, guru adalah sosok bersahaja dan spesial.

Disini perlu dipahami bahwa ilmu punya derajat yang istimewa baik dimasa hidup atau dimasa setelah kehidupan. Semua yang terkait dengan ilmu makasudah seyogyanya agung dan diagungkan. Mulai dari ilmu itu sendiri, guru yang mengajarkan ilmu, sekolah tempat mencari ilmu dan seterusnya.

Kadang kala kita butuh alasan untuk melakukan sesuatu atau stimulus agar melangkah. Berikut adalah sedikit alasan untuk mengagungkan ilmu:

Fasal 4 KitabTa’limMuta’allim:

 

اعلم أن طالب العلم لا ينال العلم و لا ينتفع به إلا بتعظيم العلم و أهله, وتعظيم الأستاذ وتوقيره

 

Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula manfaat ilmunya kecuali ia mengagungkan ilmu, ahli ilmu, serta menghormati gurunya.

 

·                     Barokah

Sulit memang untuk mendeskripsikan barokah karena ia tidak kasap mata, tidak bias dihitung, tidak pula bias diwujudkan. Barokah itu lahir dari kebaikan, dikalangan dunia Pesantren melakukan khidmah ke Pesantren, mematuhi ataurannya, ta’dzim pada Kyainya, disitu cikal bakal lahirnya barokah kelak. Barokah itu membawa kita lebih dekat pada Allah swt, bukan sebaliknya. Dan bukan tidak mungkin barokah itu datang berkat sang Guru.

·                     Simbiosis Mutualisme

Cara paling mudah mengartikan simbiosis mutualisme adalah timbale balik. Seperti hubungan antara kupu-kupu dengan bunga, atau hubungan antara lebah dengan madu yang saling melengkapi. Jika disaat menjadi murid anda bisa “melengkapi” majelis ilmu dengan menjadi murid yang aktif dan baik, maka kelak ketika anda menjadi guru, andapun sebagai guru yang hebatakan “dilengkapi” oleh murid yang menghargai gurunya. Jika anda menanam kebaikan, maka mustahil anda akan memanen keburukan.

Coretan ini adalah renungan, renungan untuk kita yang mulai memahami ilmu dan mulai bisa mengkritik ilmu, mulai bisa menemukan celah dalam ilmu. Semoga kita tetap membumi meskipun dilayangkan oleh banyak pujian. Karena kita tidak akan sukses kecuali atas ridlo Allah swt, do’a kedua Orang Tua, dan didikan ilmu dari Maha Guru.

                                                                                    24 Januari 2021

                                                                                    

Jangan Pernah Berpaling dari Kitab Kuning (Opini)



Jangan Pernah Berpaling dari Kitab Kuning

Oleh: Gus Shofi Mustajibullah

 

Buku-buku sejarah, buku-buku ensiklopedia, atau buku-buku pengetahuan umum lainnya? Bukan, bukan itu semua yang menjadi ciri khas pondok pesantren (khususnya pesantren-pesantren konvensional). Yang menjadi ciri khas pondok pesantren ialah beberapa lembaran yang di tulis oleh para ulama yang di sebut “kitab kuning”. Sebenarnya, bukan berarti lembaran kertas yang bertuliskan arab dan berwarna kuning saja yang menjadi pegangan pesantren, melainkan hampir keseluruhan kitab-kitab yang sudah dikaji ke kredibilatasannya atau yang sudah mencakup dalam kategori kepesantrenan seperti kitab-kitab fiqih, tasawauf dan ilmu alat.

Namanya juga pegangan, namanya juga ajining rogo, mana mungkin bisa di lepaskan begitu saja. Namun, banyak sekali santri yang sudah keluar dari pesantren yang lupa dengan pegangannya sendiri, kitab kuning. Jangankan di pelajari, di pegang saja pun sudah tak pernah. Mereka lupa, dengan siapa mereka tertidur di tempat ngaji, mereka lupa apa yang mereka dulu ileri, mereka lupa, sekali lagi lupa, dari mana mereka mendapatkan ilmu-ilmu hikmah dulu di pesantren. Ah, ya sudahlah.

Kegelisahan ini sama dengan yang di rasakan oleh kyai sederhana nan bersahaja, Kyai Afifuddin Muhajir. Seperti yang di lansir Aswaja Dewata, bahwasannya Kyai Afif berharap kepada seluruh santri yang identik dengan kitab kuning, jangan sampai meninggalkan kitabnya meski sibuk dengan profesinya.

Kitab-kitab kuning yang di karang oleh para ulama memang sudah sepatutnya di jadikan acuan kehidupan. Romo kyai Nurul Huda pernah dawuh kalau semua kitab-kitab kuning itu di karang oleh para wali, yang berarti ilmu-ilmu mereka yang di tuangkan ke dalam karya-karyanya sudah di restui oleh Tuhan. Para santri harus segera meminangnya lalu mengikat janji sehidup semati. Para santri harus meneguhkan jiwanya pada kitab-kitab yang di karang para ulama serta mengafirmasikan dirinya untuk mengabdi sepenuhnya pada agama.

Wajarkah seorang kekasih meninggalkan kekasih terdahulunya hanya karena sebatas penghambat kutu dekil yang entah dari mana datangnya?

 

~Mengapa mengusir cinta dengan jijik berpikir sedang jatuh cinta, padahal tenggelam dalam nafsu~

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

Wallahu a’alamu bisshoab

Refrensi:

Syams Diwan Tabrizi

Aswaja Dewata

  

Ngaji Sak Sekolah'e (Editorial) - Oleh: Abilu Royhan

 

 

Pujian kepada Tuhan patut kita panjatkan. Yang telah mengutus seorang utusan. Panutan insan bahkan rahmat sekalian alam. Yakni kanjeng Nabi Muhammad SAW. Beliau diutus oleh Allah SWT dengan membawa Agama Islam yang penuh dengan segudang Ilmu Syariat dan aturan. Dengan wafatnya Nabi Muhammd SAW, beliau mewariskan ilmu-ilmu itu kepada para Ulama. Guna untuk disebarkan kepada seluruh umatnya sampai hari kiamat.

Dengan berkembangnya zaman, tentu ilmu semakin banyak macamnya. Ilmu yang dahulu tidak ada, kini telah banyak bermunculan dan berkembang dimana-mana. Karena itu banyak lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu baru itu. Hampir seluruh dunia mengajarkannya. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia di muka bumi ini. Sehingga banyak sekali orang yang nganggur alias tidak mempunyai pekerjaan. Dengan salah satu sebab inilah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama atau ilmu syariat seperti pondok pesantren mulai sedikit peminatnya.

Adapun dalam lembaga pendidikan formal (sebutan akrab bagi lembaga yang mengajarkan ilmu umum atau bukan ilmu agama) jarang atau bahkan tidak ada pendidikan tentang moral dan etika. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang mencari ilmu tidak sesuai dengan etika mencari ilmu. Misalnya membakang perintah guru, tidak menghormati guru, bahkan ada yang sampai melawan gurunya. Dengan pemandangan seperti ini para guru dan orang tua atau wali murid banyak yang mengeluhkannya.

Beda dengan lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama seperti pondok pesantren. Pondok pesantren yang kental dengan sebutan “santri yang akhlaknya mulia”, tentu di pondok pesantren mereka diajari ilmu tentang moral dan etika. Baik kepada ilmu, guru, orang tua dan lain sebagainya. Dan itu memang kunci untuk mendapat ilmu yang nantinya bisa bermanfaat dan barokah.

Dengan demikian para orang tua atau wali murid memiliki dua kegundahan. Pertama mereka harus memikirkan masa depan anaknya, yang khususnya lebih mengarah pada mempunyai pekerjaan. Kedua semakin menurunnya pendidikan tentang moral dan etika, seperti contoh diatas. Sehingga mereka bingung dengan putra putrinya, antara dimasukkan ke pondok pesantren atau disekolahkan ke lembaga formal.

Baru-baru ini marak lembaga pendidikan formal yang berpromosi dengan iming-iming sekolah sak ngajine, sekolah sak mondoke, yo ngaji yo sekolah, kuliah sak ngajine dan semacamnya. Mungkin itu untuk menarik peminat para orang tua untuk mengatasi dua kegundahan diatas. Sehingga dengan embel-embelsak ngajine atau sak mondoke, para orang tua akan lebih tertarik untuk memasukkan anaknya ke lembaga tersebut, “karena masih ada ngaji-ngajinya atau dengan mondok” mungkin itu yang ada dalam pikirannya.

Maka tidak sedikit dari para orang tua yang mulai tertarik. Sehingga putra putrinya dimasukkan kelembaga tersebut. Dampak dari itu yakni pondok pesantren menjadi sasaran empuknya. Mereka disekolahkan sekaligus dipondokkan. Mungkin karena sekolah yang lebih di kedepankan, pondok hanya dijadikan tempat mandi, makan dan tidur. Mungkin itu karena dilandasi dengan komitmennya yang telah disebut yaitu “sekolah sak mondoke, sekolah sak ngajine, kuliah sak ngajine atau yang sebagainya” alias dengan mengedepankan sekolah dari pada ngajinya atau mondoknya. Makasering ditemukan anak yang sekolah sak mondoke tidak betah di pondok pesantren dan akhirnya berhenti (boyong). Dan melanjutkan sekolahnya dengan sistem pulang pergi, yakni berangkat dari rumahya. Itu karena kegiatan lembaga formal itu banyak yang tidak sesuai dengan peraturan pondok pesantren. Dan itu hanya semakin menambah kesedihan orang tua.

Tapi sekolah sak mondoke, sekolah sak ngajine dan semuanya itu, itu hanya sebuah promosi. Untuk mencapai yang dicita-citakan, para murid harus menumbuhkan dalam hatinya sendiri apa yang ingin dia capai. Jikasang pembaca itu santri. Maka harus ditumbuhkan dalam hati “ngaji sak sekolahe” yakni lebih mengedepankan pondok daripada sekolah. Itu karena mengingat tujuan pembaca masuk ke pondok pesantren ini. Jika dia ingin lebih mendalami ilmu agama, maka sebaiknya mengedepankan pondok pesantrennya. Begitu juga sebaliknya. Memang dalam segala hal itu pasti ada pengorbanan. Tapi lebih baik lagi jika dia dapatmenyeimbangkan keduanya. Sehingga dia tidak hanya mendalami satu ilmu saja. Akan tetapi mendapat banyak ilmu dari taman ilmu. Dan inilah yang harus kita harapkan dan pikirkan bagaimana caranya. Sabarlah mencari cara itu dan semoga kuat menjalainya. Aamiin.

Puisi Akhbar Bagian Pertama

 


DEBU SILAM

Oleh: Filda Reyneer


Senyum Yang Menjanjikan.

Menombak Angan dengan Layang-layang.

Temaram Yang Menjadi Cerah.

Menandakan Kelenyapan Siksa Yang Tiada Tara.

Tak Sepatah Katapun Terucap.

Menoreh Kilatan Rasa yang asing.

Seperti Debu Yang berterbangan.

Tak terlihat Namun Terasa.

Digenggam Hancur ; Dilepas Pergi. 

 

INTROPEKSI DIRI

Oleh: Masfufah (pena Afiyah)


Ketika sudah sesuai prosedur

Dikira salah alur

Seharusnya merangkul

Tetapi malah memukul

Dan akhirnya tersungkur

Menjadi mujur

 

Bukannya memberi saran

Tetapi malah menjatuhkan

Sampai menjadi beban pikiran

Bukan malah bergeliat

Ataupun mencuat

Sehingga terlihat hebat

 

Ingatlah ikrar perjanjian

Kita satu-kesatuan

Satu tujuan dan satu impian

Jangan saling meyalahkan

Hingga menjerumuskan

 

Yang seharusnya member dukungan

Tetapi, malah mementingkan keegoan

Demi mencapai kewibawaan.

Yang seharusnya memberi  kemaslahatan

Tetapi malah memanfaatkan keadaan

Teruslah Intropeksi diri

Jangan hanya mengomentari

Sampai timbul penyakit hati.