Jumat, 05 Maret 2021

Ngaji Sak Sekolah'e (Editorial) - Oleh: Abilu Royhan

 

 

Pujian kepada Tuhan patut kita panjatkan. Yang telah mengutus seorang utusan. Panutan insan bahkan rahmat sekalian alam. Yakni kanjeng Nabi Muhammad SAW. Beliau diutus oleh Allah SWT dengan membawa Agama Islam yang penuh dengan segudang Ilmu Syariat dan aturan. Dengan wafatnya Nabi Muhammd SAW, beliau mewariskan ilmu-ilmu itu kepada para Ulama. Guna untuk disebarkan kepada seluruh umatnya sampai hari kiamat.

Dengan berkembangnya zaman, tentu ilmu semakin banyak macamnya. Ilmu yang dahulu tidak ada, kini telah banyak bermunculan dan berkembang dimana-mana. Karena itu banyak lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu baru itu. Hampir seluruh dunia mengajarkannya. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia di muka bumi ini. Sehingga banyak sekali orang yang nganggur alias tidak mempunyai pekerjaan. Dengan salah satu sebab inilah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama atau ilmu syariat seperti pondok pesantren mulai sedikit peminatnya.

Adapun dalam lembaga pendidikan formal (sebutan akrab bagi lembaga yang mengajarkan ilmu umum atau bukan ilmu agama) jarang atau bahkan tidak ada pendidikan tentang moral dan etika. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang mencari ilmu tidak sesuai dengan etika mencari ilmu. Misalnya membakang perintah guru, tidak menghormati guru, bahkan ada yang sampai melawan gurunya. Dengan pemandangan seperti ini para guru dan orang tua atau wali murid banyak yang mengeluhkannya.

Beda dengan lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama seperti pondok pesantren. Pondok pesantren yang kental dengan sebutan “santri yang akhlaknya mulia”, tentu di pondok pesantren mereka diajari ilmu tentang moral dan etika. Baik kepada ilmu, guru, orang tua dan lain sebagainya. Dan itu memang kunci untuk mendapat ilmu yang nantinya bisa bermanfaat dan barokah.

Dengan demikian para orang tua atau wali murid memiliki dua kegundahan. Pertama mereka harus memikirkan masa depan anaknya, yang khususnya lebih mengarah pada mempunyai pekerjaan. Kedua semakin menurunnya pendidikan tentang moral dan etika, seperti contoh diatas. Sehingga mereka bingung dengan putra putrinya, antara dimasukkan ke pondok pesantren atau disekolahkan ke lembaga formal.

Baru-baru ini marak lembaga pendidikan formal yang berpromosi dengan iming-iming sekolah sak ngajine, sekolah sak mondoke, yo ngaji yo sekolah, kuliah sak ngajine dan semacamnya. Mungkin itu untuk menarik peminat para orang tua untuk mengatasi dua kegundahan diatas. Sehingga dengan embel-embelsak ngajine atau sak mondoke, para orang tua akan lebih tertarik untuk memasukkan anaknya ke lembaga tersebut, “karena masih ada ngaji-ngajinya atau dengan mondok” mungkin itu yang ada dalam pikirannya.

Maka tidak sedikit dari para orang tua yang mulai tertarik. Sehingga putra putrinya dimasukkan kelembaga tersebut. Dampak dari itu yakni pondok pesantren menjadi sasaran empuknya. Mereka disekolahkan sekaligus dipondokkan. Mungkin karena sekolah yang lebih di kedepankan, pondok hanya dijadikan tempat mandi, makan dan tidur. Mungkin itu karena dilandasi dengan komitmennya yang telah disebut yaitu “sekolah sak mondoke, sekolah sak ngajine, kuliah sak ngajine atau yang sebagainya” alias dengan mengedepankan sekolah dari pada ngajinya atau mondoknya. Makasering ditemukan anak yang sekolah sak mondoke tidak betah di pondok pesantren dan akhirnya berhenti (boyong). Dan melanjutkan sekolahnya dengan sistem pulang pergi, yakni berangkat dari rumahya. Itu karena kegiatan lembaga formal itu banyak yang tidak sesuai dengan peraturan pondok pesantren. Dan itu hanya semakin menambah kesedihan orang tua.

Tapi sekolah sak mondoke, sekolah sak ngajine dan semuanya itu, itu hanya sebuah promosi. Untuk mencapai yang dicita-citakan, para murid harus menumbuhkan dalam hatinya sendiri apa yang ingin dia capai. Jikasang pembaca itu santri. Maka harus ditumbuhkan dalam hati “ngaji sak sekolahe” yakni lebih mengedepankan pondok daripada sekolah. Itu karena mengingat tujuan pembaca masuk ke pondok pesantren ini. Jika dia ingin lebih mendalami ilmu agama, maka sebaiknya mengedepankan pondok pesantrennya. Begitu juga sebaliknya. Memang dalam segala hal itu pasti ada pengorbanan. Tapi lebih baik lagi jika dia dapatmenyeimbangkan keduanya. Sehingga dia tidak hanya mendalami satu ilmu saja. Akan tetapi mendapat banyak ilmu dari taman ilmu. Dan inilah yang harus kita harapkan dan pikirkan bagaimana caranya. Sabarlah mencari cara itu dan semoga kuat menjalainya. Aamiin.

Previous Post
Next Post

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 adalah pesantren salaf yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi, Menggenggam Ajaran Salaf, Menatap Masa Depan

0 comments: