Jumat, 01 Desember 2023

Hukum Zakat Saham dalam Islam

 

PPRU 1 Fiqh | Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam. Sebab zakat merupakan perwujudan  rasa keadilan dan persaudaraan dalam Islam. Sesungguhnya Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa Zakat adalah kewajiban yang menyertai kewajiban shalat.

Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 43 Allah berfirman:

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. Zakat diwajibkan pada beberapa harta yang telah ditentukan oleh syariat dengan segala macam persyaratannya.

Modernsasi dan berkembangnya inovasi manusia memerlukan jawaban atas segala pertanyaan khususnya di bidang ekonomi.

Salah satunya mengenai hukum zakat mengenai saham. Sebelum menjelaskan tentang hukum dan peraturan zakat itu sendiri, terlebih dahulu kami akan menjelaskan pengertian dan hukum saham itu sendiri.

Dalam kitab Fiqhul Islam wa Adilatuhu, j. VII, h. 5036-nya, Syekh Wahbah Al-Zuhaili menjelaskan:

أما الأسهم: فهي حصص الشركاء في الشركات المساهمة، فيقسم رأس مال الشركة إلى أجزاء متساوية، يسمى كل منها سهما، والسهم: جزء من رأس مال الشركة المساهمة، وهو يمثل حق المساهم مقدرا بالنقود، لتحديد مسؤوليته ونصيبه في ربح الشركة أو خسارتها. فإذا ارتفعت أرباح الشركة ارتفع بالتالي ثمن السهم إذا أراد صاحبه بيعه، وإذا خسرت انخفض بالتالي سعره إذا أراد صاحبه بيعه

Artinya: "Adapun saham gabungan adalah bagian-bagian para sekutu dalam perusahaan dengan saham gabungan. Modal perusahaan tersebut terbagi dalam bagian-bagian yang sama besar, yang masing-masing disebut saham.

Saham adalah bagian dari modal perusahaan, mencerminkan hak milik pemegang saham, dan  dinilai dalam istilah moneter untuk menentukan tanggung jawab mereka dan ikut serta dalam keuntungan dan kerugian perusahaan.

Jika laba  perusahaan bertambah maka harga saham akan naik ketika pemiliknya ingin menjual, dan jika perusahaan merugi maka harga saham akan turun ketika pemiliknya ingin menjual.

Hukum mengenai jual beli saham adalah masalah ijtihadiyah. Imam Madzhab dan para mujtahid tidak pernah membahasnya dalam kitab-kitabnya tentang peninggalan mereka, namun mereka mengutipnya dari beberapa referensi dalam kitab-kitab ulama modern. Oleh karena itu, penggolongan ini didasarkan pada ijtihad ulama saat ini dengan memperhatikan prinsip-prinsip mu'amalah Islam.

Terkait dengan hukum saham, Syekh Wahbah mendukung pendapat Syeklh Abdurrahman Isa yang menyatakan bahwa saham bisa dibagi menjadi 2 (dua) sesuai dengan objek investasinya:

Pertama, saham perusahaan industri yang tidak melakukan kegiatan perdagangan, seperti perusahaan sablon, perusahaan pendingin, perusahaan hotel, perusahaan periklanan, perusahaan mobil, kendaraan listrik, perusahaan angkutan darat dan laut, dan lain-lain, tidak dikenakan kewajiban zakat.

Namun, keuntungan yang diperoleh dari saham-saham tersebut digabungkan dengan kekayaan pemegang saham dan Zakat dikenakan pajak di atas kekayaan pemegang saham setelah berakhirnya satu tahun dan tercapainya Nishab Syari'ah. Nilai saham ini diwujudkan dalam sistem, manajemen, gedung, dll.

Kedua, saham-saham perusahaan dagang, yaitu perusahaan-perusahaan yang melakukan jual beli barang  seperti perusahaan dagang luar negeri, perusahaan impor/ekspor, dan perusahaan distribusi produk dalam negeri, serta beberapa perusahaan bahan baku minyak, perusahaan benang, perusahaan minyak, perusahaan benang dll. Seperti perusahaan yang memproduksi atau membelinya. Zakat diwajibkan pada perusahaan tekstil, perusahaan  baja, perusahaan baja, dan perusahaan kimia.

Hal di atas karena perusahaan ini melakukan aktivitas perdagangan, baik produksi maupun tidak. Saham-sahamnya ditaksir dengan nilainya sekarang, setelah memotong nilai bangunan, alat-alat, dan perkakas yang dimiliki oleh perusahaan ini. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan dagang yang murni zakat sahamnya wajib sesuai dengan nilai perdagangan di pasar dengan laba yang ditentukan di akhir tahun, seperti zakat barang dagangan sebesar 2,5%, jika modal dan laba mencapai nishab syara'.

Tidak ada kewajiban zakat atas tempat berdagang dari segi bangunan dan perangkat yang ada di dalamnya. Dengan catatan adanya kewajiban zakat atas perusahaan-perusahaan industri jika hasil produksinya adalah berupa dagangan yang siap dijual atau dieksport , setelah memotong nilai alat dan bangunan.

Jika dilihat lebih seksama lagi maka Syekh Wahbah Zuhaily dengan ketentuan yang telah dibuat oleh BAZNAS mempunyai kesamaan mengenai zakat saham.

Perihal seperti ap ajika di Indonesia, maka anda tidak perlu bingung karena Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah mengeluarkan SK BAZNAS Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Penerimaan Zakat, Infak dan Sedekah Dalam Bentuk Saham Syariah. Lihat selengkapnya: https://baznas.go.id/zakatsaham#:~:text=Zakat%20saham%20dapat%20dibayarkan%20dengan,rekening%20dana%20Investor%20milik%20BAZNAS.


Previous Post
Next Post

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 adalah pesantren salaf yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi, Menggenggam Ajaran Salaf, Menatap Masa Depan

0 comments: