Sabtu, 21 Agustus 2021

Mengenang 7 Hari Wafatnya Hj. Maftuhah Khozin - OIeh: KH. Nasihuddin Al-Khuzaini

 

2005

Saya bersama umi, istri saya Luluk Mamluah, dan kedua anak saya --Aghis dan Amor-- melakukan rihlah di Kalimantan Barat, selama kurang lebih 40 hari. Kunjungan ini dalam rangka silaturahmi kepada sanak famili dan para alumni. Adik umi ketiga, Yai Abd. Syakur, mukim di Peniraman. KH. Qomaruddin, paman umi, ayahnya Sulhan Johan, berdomisili di Sui Pinyuh.

Saat itu kami mengunjungi hampir semua alumni yang tersebar di beberapa wilayah, mulai yang di perkotaan hingga ke pedalaman, termasuk ke Parit Surabaya, Sui Ambawang. KH. Hanafi Khalil, sempat mengabadikan perjalanan dengan speedbord yang menegangkan ini.

2016

Saya minta izin ke umi mau jalan-jalan Lombok. Anita Kurniawati, teman sekelas istri saya waktu sekolah MTs RU, tinggal di Mataram bersama suaminya.   Dengan spontan umi menjawab, "Iyeh lok papah. Ken engko nuroah. Engko nyunguah MTQ. (Iya tidak apa-apa.  Tapi saya mau ikut. Saya mau menyaksikan MTQ)" Kebetulan MTQ  Nasional ke-26 diselenggarakan di Mataram, Lombok Barat, NTB.

Kurang lebih seminggu kami tinggal di rumah Anita. Sebelum pembukaan MTQ,  kami sempat mengunjungi alumni di Lombok Utara dan wali santri di Gili Trawangan. Selama MTQ berlangsung, pagi hari saya mengantar umi ke lokasi, lalu saya jemput sebelum Duhur. Setelah istirahat siang, sore saya antar lagi sampai sebelum Magrib. Malam hari istirahat di rumah Anita.

Umi terlihat begitu menikmati acara perlombaan ini. Seolah mengenang pengalaman masa lalu, saat menjadi peserta qoriah tingkat internasional di Kuala Lumpur, sekitar tahun 1967

Dari dua perjalanan ini, yang paling terkenang adalah umi tetap menjaga waktu salat, sama saat beliau berada di rumah. Sekitar tiga puluh atau lima belas menit sebelum azan, umi selalu berwudu dan bersiap-siap untuk salat dengan membaca Al Quran atau berzikir.

2018

Adik saya, Gus Ma'ruf Khozin, mengajak umi untuk melaksanakan umroh. Di Mekah, umi sempat bertemu dengan adik beliau yang no 7, Bin Fadli. Sepulang dari tanah suci, umi sering menitipkan uang kepada saya. "Engko metoroah pesse ke kakeh. Gebei apah, apah cang gu agguk. Ken mun kakeh umroh, engko nuroah. (Saya mau menitipkan uang kepadamu. Untuk apa terserah nanti. Tapi kalau kamu mau umroh, saya mau ikut)

Uang yang umi titipkan sebenarnya sudah cukup untuk umroh pada bulan Maulid tahun kemarin, tetapi karena pandemi, rencananya mau berangkat bulan Maulid tahun ini.

Namun Tuhan punya rencana lain. Allah memanggil umi lebih cepat dari yang saya duga.

Kepada semua alumni, wali santri, atau siapapun, dengan kerendahan hati saya berharap, kiranya berkenan menghalalkan dan memaafkan semua kesalahan umi

Allah yarhamuk, Umi


Previous Post
Next Post

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 adalah pesantren salaf yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi, Menggenggam Ajaran Salaf, Menatap Masa Depan

0 comments: