Senin, 30 November 2020

SADAR ATAU MALAH DIAM (Sosok)


"Salah satu foto Ust ikhwan yang tampak manis"


SADAR ATAU MALAH DIAM

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi

Sadar akan kewajiban adalah prinsip besar yang harus ditanamkan. Begitu kira-kira ungkapan ust ikhwan saat rapat pengurus berlangsung. Ungkapan diatas menjadi prinsip dan tujuan yang harus ditanamkan dalam diri siapapun. sebab tidak bisa diragukan lagi, kesadaran merupakan kunci kesuksesan yang baru-baru ini menjadi topik pembicaraan dikantor pesantren. Meski kita sudah tau dan menduga bahwa ungkapan diatas dalam arti sadar akan jadi bahan incaran untuk saling cemooh dan saling menjatuhkan. Begitulah keadaannya kawan! Siapapun yang mampu menafsiri ungkapan ust ikhwan dengan benar. Maka tanpa disadari orang itu sudah banyak belajar dari beliau. Terutama soal kharismanya yang besar. Dan utamanya perihal sadar dan kesadaran.  

Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang satu ini. Sosok karismatik yang tidak ingin kehilangan marwahnya gara-gara bercanda yang kelewatan batas. Ia sepenuhnya mempertahankan kharisma dalam diri santri. Dan menaruh kepercayaan besar dalam dirinya sendiri. “Akhlak mulia seorang santri juga dapat dipengaruhi oleh kharisma pengurus dan prilaku dari keseharian itu sendiri! Imbuhnya. 

Dua tahun yang silam tepatnya tahun 2018 ust ikhwan resmi ditunjuk sebagai pengurus harian dan di amanahkan sebagai anggota ubudiyah bagian kontroling dan penegak hukum di bidang ibadah dan al-quran. sempat juga di gadang-gadang jadi penerus Ust Sulaiman (the next sulaiman) yang secara kebetulan ust sulaiman juga pernah memasang badan di pengurus Ubudiyah. Namun sayang ust sulaiman malah memutuskan untuk boyong lebih awal faktor usia dan sudah waktunya menikah. 

Ubudiah tentunya bagian yang sangat central dalam kepengurusan. Selain harus memikul berat tanggung jawab yang harus ia emban. Ia juga dipaksa untuk istiqomah berjamaah dalam setiap rutinitas yang ia jalani dan tak menampik untuk kemudian jadi imam. Ini merupakan pengabdian yang sulit jika hanya dipikirkan. Jika tidak, dengan kesadaran dan ketekunan yang ust ikhwan berikan. Lagi-lagi soal kesadaran dan sadar  (خدمة للمعهد)

Hebatnya lagi; ust ikhwan pun juga ikut membantu administrasi pondok yang notabannya itu pekerjaan sekretaris. dan tak segan membantu bendahara jika kesempatan yang lain orang yang bersangkutan berhalangan. 

Apa namanya jika bukan sadar? Kesadaran mampu membatasi ruang lingkup kehidupan dengan sedemekian jenis dan beragam. Buktinya saat jam istirahatpun ust ikhwan rela bangun dari tidurnya sembari memberi pelajaran kepada teman santri yang ikut dalam ruang kursusan. Baginya, itu merupakn hal yang biasa dan bukan hal mustahil dilakukan. Lagi-lagi kesadaran jadi aktor penting dalam diri ust ikhwan. 

Wajahnya memang terbilang muram, namun dihatinya tertanam kesadaran yang sulit dibayangkan. Begitulah yang dapat aku simpulkan.

Dari segi keterampilan dan olah baca kitab kuning ust ikhwan tidak bisa dipandang sebelah mata. Keahlian dalam membaca dan menjelaskan Ust Ikhwan adalah jagonya. Melalui jejak digital yang saya punya, ia sudah meraih trofi bergengsi saat masih duduk dibangku non formal tepatnya di Madrasah Diniyah. Hingga mampu mengikuti kejuaraan kitab kuning tingkat MQK (Musyabaqoh qiroatl kutub) di madura. Namun sayang beribu kali sayang banyaknya peserta dari malang mengharuskan ia saling sikut dan akhirnya ia pun harus gugur di babak penyisihan. 

Berangkat dari pengalaman. Iapun banyak belajar dan mulai memahami dunia luar. Salah satu yang membekas dalam dirinya adalah; saat ia memutuskan untuk tetap diam dan menaruh perasaan yang dalam pada diri seseorang yang belum sepenuhnya ia kenal. Siapakah dia? Tentunya itu pertanyaan besar yang masih belum dipecahkan. Namun sayang rayuan yang aku berikan memaksa ia harus mengakui itu semua. Bahkan dalam proses wawancara ia berinisiatif untuk menceritakan kronologi dan awal mulanya. Meski keadaan yang sebenarnya cukup alot dan rumit dijelaskan. 

Dalam wawancara kami. Ada sedikit pembicaraan kecil nan menarik yang mustahil dilewatkan. “Aku diam bukan berarti melupakan ” ujarnnya. Aku berpikir panjang sampai pada titik aku benar benar merasa paham. Dan pada akhirnya akupun mulai memahami apa yang sudah jadi kaidahnya. Saya pun mengingat salah satu maqalah yang pernah disampaikan oleh gus abdurrahman sa'id (gus dur) saat acara maulid di atas aula lantai dua. Maqalah itu berbunyi

سلامة الانسان فى حفظ اللسان 

“Keselamatan manusia itu tergantung dimana ia harus menjaga lisan.

Bisa menarik kesimpulan; diam dan menyimpan rahasia secara diam-diam merupakan cara Tuhan untuk lebih sedikit melakukan tindakan kriminal. Lisan itu sebuah komunikasi untuk menyampaikan informasi, semua angggota tubuh yang kau miliki itu bisa mewakili cara pandang dalam kaca mata orang lain dan aku sendiri. Lebih baik diam daripada harus banyak tingkah tapi kosong isinya. 

Konon katanya, ekspresi kegembiraan dengan cara diam itupun membuat ust ikhwan tak sepenuhnya diam dan enggan tidak melakukan ritual.  Buktinya saat ia ditanya perihal orang yang dicintainya pun ia terus menjawab dengan suara yang lantang. Dan tentunya, dalam setiap kesempatan ada bait bait doa yang ia tanamkan. Sungguh mengharukan kawan!

Apakah ust ikhwan benar-benar sadar? Begitulah pertanyaan yang mendasar. Pertama: Menaruh harapan yang besar kepada orang yang belum ia kenal. Kedua: hanya bisa diam dan tidak menyatakan kebenaran. Ketiga lebih besar ke(malu)annya daripada kebenarannya.

Disatu sisi aku benar-benar menaruh empati yang sangat tinggi kepada ustad yang satu ini. Bagaimana tidak, kumpulan pertanyaan yang sudah aku miliki masih belum menemukan jawaban yang pasti. Tapi disisi yang lain. Akupun mulai paham dengan kondisi yang sedang ia jalani. lebih baik diam daripada harus menerima pil pahit yang sunnguh tak terduga itu bakal terjadi. Simalakama bukan! 

Antara sadar atau lebih memilih diam? 

Sadar dengan berbagai macam tantangan dan menerima kenyataan, atau dengan diam menyembunyikan kebenaran dan membiarkan orang lain diberi ruang kebebasan. 

Menarik ditunngu. []

ETIKA ILAHIYAH SANTRI (Opini)


Foto Gus Ma'ruf Khozin saat bersama Habib Qodir

ETIKA ILAHIYAH 
SANTRI

                                                  Oleh: Gus Shofi Mustajibullah

Gus Mus pernah dawuh, “Seseorang bergelar santri tidak harus dia yang ada di pesantren, cukup memiliki etika seperti santri, ia sudah layak di katakan sebagai santri.”

Etika santri mengajarkan dan menekankan tata krama seorang pelajar terhadap pengajarnya. Bukan hal yang samar sebenarnya, tetapi pesantren lebih dari pada menghormati seorang guru. Ibnu Abbas ra berkata: “Derajat Ulama' jauh di atas orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira sama dengan perjalanan lima ratus tahun”.

Di dalam peradaban pesantren, seorang santri hukumnya mutlak mematuhi perintah guru. Hal ini merupakan warisan indah nan elok dari tradisi para ulama' terdahulu. Mengapa demikian? Seorang mukmin tidak bisa serta merta dengan mudahnya tunduk pada Allah Sang Maha Penguasa. Bayangkan, pada seorang guru yang ikhlas membimbing langsung saja pun dia tidak patuh, lalu apa harapannya seorang mukmin bisa takut pada keberadaan Tuhan yang dia sendiri belum tahu di mana Tuhan berada.

Maka dari itu, etika santri adalah etika ilahiyah. Membiasakan penggunanya untuk tetap tawadlu' dan menetapkan dirinya sebagai hamba yang baik dan benar. Menghapus rasa congkak dan takabur yang telah mengkerak di dalam hati.

Etika santri harus tetap abadi, sepanjang masa bagi mereka yang mengaku sebagai santri. Bahkan di saat angin barat dan timur tak memiliki titik temu, bumi sudah bosan bersandiwara dengan umat manusia, dan lautan menjadi najis sebab seonggok darah. Etika santri wajib di amalkan hingga ajal menemui.

“Cahaya Tuhan adalah hiasan atas cahaya indra

Inilah makna cahaya maha cahaya

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

SANTRI HARUS TURUT ANDIL PADA PESANTRENNYA (Opini)


Foto Kang Khozin saat merenovasi bangunan unit usaha kantin di Raudlatul Ulum 1 

SANTI HARUS TURUT ANDIL
PADA PESANTRENNYA

Oleh: Gus Shofi Mustajibullah

Dalam suatu acara, Romo Yai Nurul Huda Djazuli pernah dawuh, “Kepemilikan pesantren sebenarnya ada pada santri”. Jika di telaah lagi dawuh dari beliau, pesantren tak ada bedanya dengan rumah dari para santri yang tinggal disana. Kalu bukan santri, siapa yang setiap harinya membersihkan seluruh area pesantren. Kalau bukan santri, siapa yang tidur di sana setiap harinya. Dan kalau bukan santri, siapa yang hari-harinya selalu melalui segala permasalahan, rasa senang, rasa duka, dan rasa-rasa lainnya kalau bukan santri itu sendiri.

Karenanya, santri harus mempunyai chemistry yang kuat pada tempat di mana mereka benar-benar membentuk karakter atau jatidiri manusia sebenarnya. Bagaimana caranya? Turut andilah pada pesantren yang di tempati. Tak perlu ribet, seperti rajin dalam mengikuti kegiatan yang sudah di tentukan, tidak melanggar peraturan, membantu pengurus dalam menjalankan tugas mereka, atau bahkan membantu terlaksananya harapan-harapan dari para Masyayikh.

Untuk apa itu semua? Yang jelas demi menumbuhkan rasa kesan yang besar pada pribadi setiap santri. Semua hal di dunia ini yang dapat menimbulkan kesan, sampai matipun pasti akan selau teringat. Ciptakanlah kesan-kesan yang mengena, supaya ketika keluar dari pesantren nanti, amaliyah-amaliyah yang di dapat akan terus langgeng.

Tantangan terberat seorang santri bukan di saat dia kehilangan sandalnya, tidak dapat pajek makan, atau telat kiriman, melainkan apakah setelah boyong dari pesantren, dia masih menjadi santri seutuhnya atau tidak sama sekali. Itulah permasalahn utama.

Untuk itu, tumbuhkanlah mahabbah sebesar mungkin pada pesantren dan turut andilah di dalamnya. Insya'allah sendi-sendi pesantren menjadi berkesan di hati dan senantiasa menjelma di dalam kerinduannya. 

Andai semesta ini berubah bagimu, tetaplah berjalan di jalanmu. Jangan berubah.

(Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)

SEKIAN LAMA TERTUNDA AKHIRNYA PERPUSTAKAAN DIBUKA (Berita Pondok)

Perpustakaan PP. Raudlatul ulum 1 Ganjaran Gondanglegi Malang

SEKIAN LAMA TERTUNDA
AKHIRNYA PERPUSTAKAAN DIBUKA

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi


Setelah sekian lama tertunda akhirnya perpustakaan PPRU1 buka juga. Penantian panjang mengharuskan Gus Abdurrohm Sa'id angkat bicara. Beginilah nasib yang sedang terjadi di perpustakaan kita. 

Kepala pesantren mengusulkan ingin segera perpustakaan itu dibuka, dengan harapan meningkatkan kualitas baca dan informasi yang telah beredar dimana-mana. Perpustakaan yang terletak dibagian tengah-tengah pondok pesantren itu pun sudah jadi bahan lapak baca dari masa ke masa, hingga santri bisa dengan mudah mengakses hal-hal yang belum diketahui sebelumnya. Teman-teman santri yang ingin membaca atau hanya sekedar mencari kaidah fiqih yang belum terpecahkan pun jadi acuan atau keputusan terakhir yang harus santri terima. 

Keputusan diatas memaksa orang yang bersangkutan menemukan titik final dengan berbagai macam program dan pertimbangan. Meliputi program baca dan jam buka perpustakaaan. Sampai program tanya jawab seputar fikih atau permasalahan yang berkaitan dengan finansial yang nantinya pertanyaan beserta jawabanya di liput dalam media akhbar. dalam hal ini bidang taklimiyah berusaha bekerja sama dengan bidang publikasi. 

Selanjutnya; program yang tak kalah menarik diatas adalah  melihat film di malam jum'at yang ini sudah sering santri dengar dan merupakan kegiatan rutin yang entah dari kapan awal mula diadakanya. Ini merupakan angin segar bagi teman-teman santri yang ingin sekali mengisi ruang kekosongan di malam jum'at, sekedar refres otak kiri melihat bioskop dengan membeli uang tiket ke orang yang bertanggung jawab. Dalam hal ini ust rofi'i selaku pimpinan perpustakaan menegaskan, bahwa biaya tiket untuk bioskop malam jum'at sekitaran 2 ribu. Harganya pun bisa saja meningkat jika kondisinya sudah berubah dan memungkinkan. 

Sebagaimana perpustakaan pada umumnya. Perpustakaan pondok pesantren raudlatul ulum1 juga memiliki buku langka dan buku arsip yang masih dikenang dan tersimpan rapi di rak lemarinya. Salah satu yang masih tersisa adalah buku AMANAH yang merupakan buku kajian santri tahun 80an yang pimpinan redaksinya adalah KH. Hanafi Kholil. 

Kh hanafi kholil merupakan generasi pertama yang sangat antuis dalam membaca dan di nobatkan sebagai pustakawan oleh teman-temannya. Begitulah tulisan dari Gus Ma'ruf khozin dalam postingan facebooknya.

Jam buka perpustaakan adalah saat jam kegiatan malam sudah selesai. Tepatnya jam 10:00. Dan jam tutup perpustakaan saat jam sudah terlampau malam, tepatnya jam 12:30 demikianlah imbuhnya Ust anas sebagai wakil pimpinan perpustakaan.

Tentu ini merupakan angin segar dan berita yang masih hangat. Bagaimana tidak.  Perpustakaan yang berlokasi pas disamping daerah D itu resmi dibuka kembali sejak awal bulan november lalu (12-Nov-2020). Dan tentunya itu, mendapatkan dukungan penuh dari kepala pesantren beserta jajarannya.

Pimpinan perpustakaan Ust Rofi'i dan Ust Anas sangat antusias untuk membuka kembali perpustakaan. Dengan harapan membuka kembali cakrawala santri di bidang baca dan menulis. Untuk sementara proses peminjaman masih belum dibuka secara resmi. Peminjamannya hanya bisa dibaca di perpustakaan saja. 

Apa yang harus diperbaiki? bukti perombakan dan perbaikan katalog menjadi aktor penting yang harus diketahui bersama. Data buku perpustakaan yang beberapa dari bukunya dipinjamkan dan hilang. sampai tata letak dan updating buku yang belum sepenuhnya tersimpan. 

Selain itu ada beberapa info menarik tentang system management perpustakaan yang memuat semua yang berkaitan dengan pengelolaan perpustakaan. Mulai dari pendataan katalog buku, data anggota serta data pengunjung khusus untuk perpustakaan. Yakni management perpustakaan yang berbasis wabsite. SLIMS.

SLIMS adalah wabsite berbasis online yang khusus untuk menangani system managament perpustakaan. SLiMS (Senayan Library Management System) merupakan sistem automasi perpustakaan sumber terbuka (open source) berbasis web yang pertama kali dikembangkan dan digunakan oleh Perpustakan Kemendikbud. Aplikasi ini digunakan untuk pengelolaan koleksi tercetak dan terekam yang ada di perpustakaan. Ada beberapa menu yang sangat membantu bagi perpustakaan. Salah satunya adalah daftar pengunjung dan buku yang tersimpan di perpustakaan.

Yang tak kalah menarik dari aplikasi ini adalah menu Sirkulasi. Menu ini sangat membantu sekali khususnya untuk staf perpustakaan bagian administrasi peminjaman buku, karena memberikan kemudahan dalam pendataan dengan menggunakan scan barcode tanpa harus mengetik satu per-satu.

Selengkapnya Di websaite SLIMS: https://slims.web.id/web/

Minggu, 15 November 2020

OPINI- BUDAK VS PEJUANG

      


Bucin atau budak cinta, yang saya lebih suka menyebutnya dengan bumbu micin, adalah jenis manusia yang rela mengorbankan apapun demi pasangannya, meskipun pada dasarnya dia sendiri tidak mau melakukan itu.

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tidak di temukan arti dari kata bucin itu sendiri. Karena bucin adalah bahasa anak gaul yang merupakan akronim dari kata budak cinta. Memang tidak ada kajian-kajian khusus atau kajian akademis tentang bucin, yang ada hanya artikel-artikel bebas yang dimana isinya atau konotasinya buruk tentang makluk yang bernama bucin ini.

    Di dalam beberapa artikel yang saya pernah baca, orang yang bucin ini mempunyai ciri-ciri khusus yang diantaranya adalah: dia pasti mempunyai pasangan. Ya iya lah, karena untuk membucin itu harus ada obyek sasaran. Kalau enggak punya pasangan, mau ngebucin pada siapa?

Yang kedua adalah dompetnya plong. Karena uangnya dihabiskan untuk membiayai keinginan pasanganya. Yang mau beli ini lah, yang mau beli itu lah. Atau habis digunakan untuk membeli bensin, karena dia sibuk kesana-kemari membawa pasangannya hanya demi membahagiakan dia. Baik pergi ke tempat wisata maupun antar jemput ke sekolah, karena kebanyakan dari makluk bucin ini masih berstatus pelajar.

    Yang ketiga yaitu sang bucin ini tidak akan mempunyai teman. Karena seluruh waktunya habis digunakan untuk kekasihnya. Kalau siang dia selalu sibuk, yang alasan mau mengantarkan pasanganya ke stasiun lah, yang masih menjaga yayangnya lah, atau lain-lain. Kalau malam dia enggak bisa di ajak keluar, karena masih melayani kekasihnya, baik WhatsaAp-an, telefonan atau bahkan videocall-an.

Wajarlah, namanya saja budak, dia pasti sibuk melayani majikannya. Bahkan disuruh membeli pembalut di warung pun dia mau. Level bucin yang paling parah adalah dia mau bertukar password media sosial dengan pasangannya. Untuk apa coba? Kalau percaya ya percaya saja, enggak usah pakaitukar password.

    Jika pandangan orang tentang bucin itu negatif, pasti ada lawannya, yaitu positif. Karena begini, terkadang cinta itulah yang membuat kita lebih giat, baik bekerja maupun belajar karena kita mendapat suport atau dukungan dari pasangan kita. Saat kita menang, dialah yangmembuat kemenangan kita menjadi lebih sempurna. Dan di saat kita jatuh, dialah yang membantu kita untuk bangkit dan maju kembali. Dan saya lebih suka menyebut orang orang yang seperti ini sebagai Pejuang Cinta.

Karena saya sendiri tidak mau hidup dengan orang yang hanya mau diperjuangkan saja. Karena berjuang sendiri itu sulit, oleh karena itu marilah kita mencari pasangan yang sama-sama mau berjuang, agar kesulitan yang kita hadapi itu menjadi lebih ringan. Jika pejuang di pertemukan dengan pejuang  maka akan menghasilkan generasi pejuang juga.

Ditulis Oleh: A. Imam fathoni