Sabtu, 24 Februari 2024

3 Amalan Nisfu Syaban yang Bisa Dilakukan Wanita Haid: Pahalanya Besar

PPRU 1 Fiqh | Bulan Syaban, saat Allah SWT membuka pintu rahmat dan ampunan, menjadi momen penting bagi umat Islam. Meskipun wanita dalam kondisi haid dilarang melakukan shalat dan puasa sunnah, ada beberapa amalan yang tetap bisa dilakukan dengan pahala besar:

  1. Memperbanyak Membaca Doa: Momen Nisfu Syaban adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak doa. Allah SWT membuka pintu rahmat-Nya, sehingga doa-doa umat Islam akan lebih dimakbulkan. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk memohon ampunan dan berkah.
  2. Memperbanyak Dzikir dan Istighfar: Dzikir dan istighfar merupakan amalan yang sangat dianjurkan pada malam Nisfu Syaban. Dengan mengingat Allah SWT dan memohon ampunan-Nya, kita bisa mendapatkan berkah yang besar pada malam istimewa ini.
  3. Melantunkan Dua Kalimat Syahadat: Mengucapkan dua kalimat syahadat merupakan amalan yang bisa dilakukan setiap saat, termasuk pada malam Nisfu Syaban. Ini adalah cara yang baik untuk memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Meskipun tidak diperbolehkan melakukan shalat dan puasa sunnah, wanita haid tetap bisa mendapatkan pahala besar dengan melakukan amalan-amalan di atas pada malam Nisfu Syaban.

Semoga dengan melaksanakan amalan-amalan tersebut, kita semua bisa meraih berkah dan ampunan dari Allah SWT. Aamiin.

Tata Cara Baca Surat Yasin di Malam Nisfu Syaban dan Niatnya: Panduan Ibadah Islami

PPRU 1 Fiqh | Malam Nisfu Syaban, yang jatuh pada tanggal 24 Februari 2024, merupakan momen istimewa bagi umat Islam. Pada malam ini, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, termasuk membaca surat Yasin. Berikut adalah panduan lengkap tentang tata cara membaca surat Yasin 3 kali di malam Nisfu Syaban beserta niatnya:

  1. Waktu yang Tepat untuk Membaca Surat Yasin. Malam Nisfu Syaban adalah waktu yang ideal untuk membaca surat Yasin, terutama setelah salat Magrib atau menjelang salat Isya.
  2. Pembacaan Surat Yasin. Baca surat Yasin sebanyak tiga kali dengan khidmat. Surat ini mengandung 83 ayat yang penuh makna dan keberkahan.
  3. Niat Pertama: Meminta Panjang Umur. Saat membaca surat Yasin pertama kali, niatkan untuk meminta panjang umur agar selalu dapat menjalani hidup dengan bertakwa kepada Allah SWT.
  4. Niat Kedua: Memohon Rezeki yang Berlimpah. Pada pembacaan kedua, niatkan untuk memohon rasa syukur dan rezeki yang berlimpah serta halal dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Niat Ketiga: Memohon Keteguhan Iman. Di pembacaan terakhir, niatkan untuk memohon keteguhan iman kepada Allah SWT agar selalu teguh dalam menjalani setiap ujian hidup.
  6. Doa Penutup. Setelah membaca surat Yasin sebanyak tiga kali, panjatkanlah doa penutup agar Allah mengabulkan setiap permohonan dengan kemuliaan Rasulullah SAW.

Malam Nisfu Syaban adalah kesempatan langka bagi umat Islam untuk mendapatkan ampunan dan berkah dari Allah SWT. Dengan mengikuti tata cara ini, semoga kita semua dapat meraih keberkahan dan ampunan pada malam yang istimewa ini.

 

Amalan Malam Nisfu Syaban: Buya Yahya Ungkapkan Cara Mendapatkan Berkah pada 24 Februari

PPRU 1 Fiqh | Malam Nisfu Syaban 1445 hijriah adalah saat yang istimewa bagi umat Islam. Jatuh pada 24 Februari 2024, malam ini dipenuhi dengan berkah dan pengampunan. Buya Yahya Al Bahjah, seorang pendakwah yang dihormati, telah mengungkapkan serangkaian amalan penting yang dapat dilakukan untuk meraih keberkahan pada malam yang mulia ini.

Malam Nisfu Syaban, menurut ajaran Islam, merupakan waktu di mana 300 pintu rahmat dan ampunan dibuka oleh Allah SWT untuk umat manusia. Hal ini disampaikan dalam hadis Abu Hurairah RA, di mana Rasulullah SAW menerima wahyu bahwa pada malam ini, pintu-pintu langit dibuka, dan umat Muslim dianjurkan untuk bangun, sholat, berdoa, serta memohon ampunan kepada Allah SWT.

Namun, dalam amalan-amalan yang dianjurkan pada malam Nisfu Syaban, terdapat penekanan bahwa ampunan Allah tidaklah mencakup semua orang. Menurut Buya Yahya, ada beberapa kelompok orang yang dosanya tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Diantaranya adalah ahli sihir, tukang ramal, orang yang suka bermusuhan, orang yang suka mengadu domba, pemabuk, orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, dan orang yang memutuskan silaturahim.

Maka dari itu, pada malam Nisfu Syaban, umat Muslim diajak untuk melakukan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon ampunan-Nya. Dengan memahami makna dan keistimewaan malam Nisfu Syaban, umat Islam dapat memperoleh berkah dan pengampunan yang melimpah pada malam yang berharga ini.

Dengan melakukan amalan-amalan yang dianjurkan pada malam Nisfu Syaban sesuai dengan petunjuk Buya Yahya, umat Islam dapat memperoleh keberkahan dan ampunan dari Allah SWT. Semoga malam Nisfu Syaban menjadi saat yang penuh berkah bagi seluruh umat Islam yang menjalankan amalan-amalan sunnah pada malam yang mulia ini.

Selasa, 20 Februari 2024

Kepemimpinan Moral Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah

PPRU 1 Hikmah | Artikel ini membahas tentang kepemimpinan moral Rasulullah Muhammad saw dalam menghadapi peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Peristiwa ini merupakan bagian dari sejarah kehidupan Rasulullah dan menunjukkan sikap beliau yang penuh dengan kedamaian, kebijaksanaan, dan ketaatan kepada perjanjian.

Latar Belakang Peristiwa Hudaibiyah

Rasulullah Muhammad saw memiliki rencana untuk melakukan ibadah haji ke Makkah, tetapi tanpa membawa senjata sebagai tanda damai. Meskipun sebagian pengikutnya merasa cemas mengingat konflik antara penduduk Madinah dan Makkah, Rasulullah tetap teguh dengan niatan baiknya.

Tidak Membawa Senjata

Rasulullah menolak membawa senjata dalam perjalanan haji, walaupun ada kekhawatiran dan ketakutan di antara para sahabat. Baginya, niat ibadah haji harus murni tanpa ada rencana untuk menaklukkan Makkah atau memulai ekspedisi militer.

Sikap Damai dan Rendah Hati

Perjalanan Rasulullah ke Makkah tanpa senjata sebagai tanda damai menunjukkan sikap damai dan rendah hati. Meskipun beberapa sahabat mungkin menentang keputusan ini, Rasulullah tetap teguh dan menunjukkan sikap rendah hati dalam menjalani perintah Allah.

Perlawanan dari Kaum Quraisy

Kaum Quraisy merespons perjalanan Rasulullah dengan mengutus pasukan untuk menghadang mereka. Khalid bin Walid dan pasukannya bersiap untuk menyerang kelompok tak bersenjata tersebut.

Tanda Damai dari Unta Qaswa

Saat tiba di Hudaibiyah, unta Qaswa yang dikendarai Rasulullah menolak untuk bergerak. Rasulullah mengartikan hal ini sebagai tanda untuk kembali tanpa berperang. Meskipun sahabat meneriaki unta agar bergerak, Rasulullah menegaskan bahwa perjalanan ini dilakukan dengan semangat damai.

Perundingan dan Perjanjian Hudaibiyah

Rasulullah menegaskan bahwa dalam perundingan dengan Quraisy, ia akan menyetujui apa pun yang diminta oleh mereka. Kesepakatan Hudaibiyah akhirnya tercapai, meskipun dinilai merugikan oleh beberapa sahabat. Rasulullah menunjukkan sikap rendah hati dan kesediaan untuk memenuhi permintaan Quraisy, sekaligus menjaga perdamaian.

Pemilihan Utsman bin Affan

Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk melobi petinggi Quraisy agar memperbolehkan masuk Kota Haram. Meskipun upayanya bertepuk sebelah tangan dan tersebar kabar bahwa Utsman dibunuh, Rasulullah tetap teguh dan mengambil sumpah setia para pengikutnya.

Menghapus dan Mengganti Frasa

Selama perundingan, Suhail bin Amr mencoba mengubah beberapa frasa dalam perjanjian, seperti mengganti gelar "Muhammad Rasulullah" menjadi "Muhammad bin Abdullah." Rasulullah menunjukkan kesabaran dan kemudahan dalam menghadapi permintaan tersebut.

Keberangkatan ke Makkah Tahun Berikutnya

Perjanjian Hudaibiyah menyatakan bahwa Rasulullah dan sahabatnya tidak diizinkan masuk Makkah pada tahun tersebut, tetapi baru boleh pada tahun berikutnya. Saat tiba di Makkah tahun berikutnya, Rasulullah dan pengikutnya menjalankan ibadah dengan tenang tanpa menunjukkan sikap berlebihan.

Perjanjian Hudaibiyah menunjukkan kepemimpinan moral Rasulullah yang mencintai kedamaian, memegang teguh perjanjian, tidak mengingkari kesepakatan, dan sikap rendah hati dalam menghadapi segala rintangan. Artinya, Rasulullah memilih jalur damai demi kepentingan umat Islam. Keputusan dan sikap beliau dalam peristiwa ini memberikan pelajaran tentang pentingnya kesabaran, rendah hati, dan ketaatan kepada nilai-nilai Islam.

Senin, 19 Februari 2024

Pandangan Islam terhadap Ilmu Weton: Perspektif Terhadap Penggunaan Tradisi Jawa dalam Konteks Agama

PPRU 1 Fiqh | Dalam konteks masyarakat Jawa, ilmu weton merupakan suatu tradisi yang sangat dipegang kuat dan menjadi peneropong masa depan sebuah hubungan pernikahan. Konsep ini menggunakan perhitungan berdasarkan tanggal dan bulan kelahiran kedua calon mempelai. Meskipun menjadi bagian dari warisan budaya yang turun temurun, pandangan Islam terhadap ilmu weton mengajukan pertimbangan yang berbeda.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menilai ilmu weton dalam konteks Islam:

  1. Ilmu Weton berdasarkan Riset: Jika ilmu weton didasarkan pada riset ilmiah dan objektif, seperti penelitian astronomi atau ilmu pengetahuan lainnya, maka dalam pandangan Islam, ilmu ini dianggap sebagai ilmu mubah (boleh). Penggunaan ilmu weton dalam konteks ini dianggap sah, sebagaimana penggunaan ilmu astronomi untuk menentukan tanggal peristiwa atau perhitungan hari baik.
  2. Ilmu Weton berdasarkan Pendapat: Namun, jika ilmu weton didasarkan pada pendapat subjektif seseorang tanpa dasar riset yang jelas, maka hal tersebut membutuhkan penilaian lebih lanjut dalam Islam. Jika orang yang mengeluarkan ramalan weton adalah seorang yang saleh dan memiliki kualitas diri yang dapat dikonfirmasi oleh syariat, maka penggunaan weton dalam konteks ini mungkin diperbolehkan.

Namun, secara umum, Islam menegaskan bahwa segala sesuatu, termasuk nasib seseorang, sepenuhnya dalam kehendak Allah SWT. Keyakinan bahwa weton atau ramalan memiliki pengaruh yang tidak dapat diubah terhadap nasib seseorang adalah pandangan yang bertentangan dengan prinsip keimanan Islam.

Dalam praktiknya, sikap yang tepat bagi umat Islam adalah tetap berbaik sangka kepada Allah SWT bahwa apapun wetonnya, pasti itu adalah hari yang baik. Keyakinan bahwa nasib seseorang ditentukan semata oleh Allah SWT harus tetap dipegang teguh, tanpa mengaitkannya secara mutlak dengan ramalan atau ilmu weton.