Minggu, 11 Februari 2024

Tasaruf Uang Politik Perspektif Fiqih dan Hukum Positif

PPRU 1 Fiqh | Politik uang, yang secara jelas dinyatakan sebagai perbutan haram dalam fatwa MUI, Bahtsul Masail NU, dan Majelis Tarjih Muhammadiyah, serta diatur dalam hukum positif, seringkali masih menjadi masalah dalam penyelenggaraan pemilu. Namun, ketika seseorang sudah terlanjur menerima uang politik, bagaimana seharusnya penanganannya?

Perspektif Fiqih

Menurut fiqih, uang yang diperoleh dari politik uang disamakan dengan risywah, atau suap, yang hukumnya haram. Bagi yang sudah menerimanya, tidak diperbolehkan untuk memiliki atau menggunakan uang tersebut. Sebaliknya, uang tersebut harus dikembalikan.

Berikut adalah langkah-langkahnya, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab

  1. Mengembalikan kepada pemilik atau wakilnya. Jika pemiliknya meninggal, uang tersebut diserahkan kepada ahli warisnya.
  2. Jika pemiliknya tidak diketahui, maka uang tersebut dialokasikan untuk kemaslahatan umum atau disedekahkan kepada fakir miskin.
  3. Jika qadhi tidak dapat dipercaya, uang tersebut diserahkan kepada orang yang dianggap cakap dalam urusan agama.

Dengan demikian, uang yang diperoleh dari politik uang harus diserahkan kepada yang berhak atau dialokasikan untuk kepentingan umum.

Perspektif Hukum Positif

Dalam hukum positif, menyalurkan uang haram dari politik uang ke sektor kemaslahatan umum atau fakir miskin dapat termasuk dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sebagaimana diatur dalam UU No. 8/2010. TPPU mengatur bahwa setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan harta hasil tindak pidana pencucian uang dapat dipidana dengan kurungan penjara hingga 20 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.

Dengan demikian, yang sesuai baik dalam perspektif fiqih maupun hukum positif adalah mengembalikan uang tersebut kepada negara, atau diserahkan kepada qadhi untuk kemudian ditasarufkan sesuai peruntukannya.

Kesimpulan

Dalam menyikapi uang politik yang sudah diterima, penting untuk mematuhi prinsip-prinsip agama dan hukum yang berlaku. Dengan mengikuti pedoman fiqih dan hukum positif, kita dapat menjaga kebersihan dan keadilan dalam praktek politik serta menegakkan nilai-nilai moral dan keadilan dalam masyarakat.

Previous Post
Next Post

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 adalah pesantren salaf yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi, Menggenggam Ajaran Salaf, Menatap Masa Depan

0 comments: