Minggu, 03 Desember 2023

Pakar Fikih Hadist Penerus Imam Bukhori itu Bernama At-Tirmidzi

 

PPRU 1 Tokoh | Berabad-abad yang lalu, kota Termez, yang kini menjadi bagian dari Uzbekistan, melahirkan Imam at-Tirmidzi, seorang lelaki yang namanya dikenal di seluruh dunia sebagai pelindung dan pemelihara Islam yang agung.

Namanya lengkapnya adalah Muhammad dan dia lahir dari seorang ayah bernama "Isa". Belum ada informasi pasti mengenai tahun lahirnya. Dr Nurudin Itl memperkirakan tahun kelahirannya 209 M berdasarkan perhitungan matematis.

Ia belajar di kota Khurasan, Hijaz dan Irak. Tidak ada data bahwa ia belajar di luar ketiga negara tersebut; Syam da Mesir. Kemungkinan besar beliau juga tidak melakukan perjalanan ke Bagdad, karena  tidak ada riwayat langsung hadits dari Ahmad bin Hanbal. Di antara ulama besar yang menjadi gurunya adalah Ishaq bin Rahwai, Abu Zurah al-Razi, Abdullah ad-Dalimi, Muslim Abu Dawud, dan al-Bukhari dan yang terakhir inilah yang merupakan guru Tirmidzi paling berpengaruh.

Ia belajar pada imam besar itu dalam kurun waktu yang lama. Begitu berpengaruhnya Al-Bukhari dalam membentuk karakter At-Tirmidzi yang saleh dan wira’i serta keilmuan yang dalam, hingga Nuruddin ‘Itr mengatakan bahwa At-Tirmidzi bagaikan fotokopi dari Al-Bukhari. Ia memang khalifah (penerus) sang maha guru tersebut.

Al-Hafizh ‘Umar bin ‘Allak mengatakan: “Al-Bukhari telah wafat, ia tidak meninggalkan penerus/murid lain yang selevel At-Tirmidzi dalam hal ilmu, hafalan, wira’i, dan zuhud. Ia menangis sampai buta.”  

Kepadanya, ia belajar banyak ilmu, khususnya fiqhul hadits dan ‘illat hadits. Ia bercerita mengenai kehebatan gurunya itu:  

لم أر بالعراق ولا بخراسان في معنى العلل والتاريخ ومعرفة الأسانيد كثيرا أحدّ علم من محمد بن إسماعيل  

Artinya, “Di seantero Iraq dan Khurasan, aku tidak melihat ada orang yang lebih tajam ilmunya dari Al-Bukhari mengenai ‘illat, tarikh, dan sanad.” Kedua guru dan murid ini sering berdiskusi.

Al-Bukhari pun mengakui kehebatan muridnya tersebut, ia meminta muridnya itu meriwayatkan hadits padanya. Ia pun dengan kerendahan hati berkomentar:  

ما انتفعت بك أكثر مما انتفت بي

Artinya, “Apa yang kuambil darimu lebih banyak daripada apa yang kau ambil dariku.” 

Selain ribuan hadits yang ia hafal beserta sanad dan status haditsnya, At-Tirmidzi juga memiliki pengetahuan fiqih yang sangat luas. Ia mempelajari fiqih empat mazhab dan para mujtahid lain seperti Sufyan Ats-Tsauri, Ishaq bin Rahuwaih, dan yang lainnya.

Untuk fiqih Syafi’i, ia belajar mazhab qadim (pendapat Asy-Syafi’i ketika di ‘Iraq) pada Hasan bin Muhammad Az-Za’farani, dan belajar madzhab jadid (pendapat Asy-Syafi’i setelah hijrah ke Mesir) pada Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi, keduanya adalah murid Imam Asy-Syafi’i.

Sedangkan untuk madzhab Maliki, ia belajar pada Abu Mush’ab Az-Zuhri, murid imam malik. Maka tak heran jika kitab Sunan-nya penuh dengan dalil-dalil fiqih berbagai mazhab. Kitab Sunan itu sendiri menjadi bukti nyata kepakaran At-Tirmidzi dalam bidang hadits dan keluasan pengetahuannya tentang mazhab-mazhab para mujtahid.

Ilmu sedalam dan seluas itu takkan bisa ditampung kecuali oleh memori yang sangat besar serta akal yang tajam.

Mengenai kekuatan hafalannya, ada satu cerita menakjubkan yang ia kisahkan sendiri, seperti yang dikutip Ad-Dzahabi.  

Suatu ketika, ia bertemu dengan seorang syekh (guru hadis) di salah satu jalan di Mekkah. Beliau pernah mencatat hadits berdasarkan silsilah Syekh melalui perantaraan orang lain. Saat bertemu, beliau langsung menghampirinya dan memintanya untuk langsung menyampaikan hadis-hadis kepadanya.

Saat itu, ia membawa buku catatan yang ia kira adalah buku yang sebelumnya ia gunakan untuk mencatat hadits-hadits dari syekh tersebut, sehingga ketika syekh tersebut meriwayatkan hadits, ia membuka buku catatannya. Ternyata salah buku, yang ia bawa buku yang masih kosong. Hal itu lalu diketahui syekh tersebut. Ia menegur At-Tirmidzi, “Apa kau tidak malu padaku? (Karena meminta hadits tanpa membawa catatan)”.  

Lalu At-Tirmidzi menjelaskan alasannya dan menjawab, “Tapi aku hafal semua hadits yang baru saja Anda sampaikan”. Syekh tersebut kemudian menyuruhnya mengulangi hadits-hadits yang baru saja ia sampaikan, At-Tirmidzi pun mengulanginya dengan lancar.  

Sang syekh yang seolah tak percaya dengan kemampuan hafalan yang luar biasa itu kemudian berkata “Kau sudah mempersiapkan hafalan ini?”. “Coba berikan aku hadits lain” jawab At-Tirmidzi. Syekh tersebut lalu menyampaikan 40 hadits lagi, dan setelah selesai, 40 hadits itu diulangi oleh At-Tirmidzi tanpa salah satu huruf pun.    

 Tentang kitab Sunan-nya, ia dengan penuh percaya diri mengatakan:  

صنفت هذا الكتاب وعرضته على علماء الحجاز والعراق وخراسان فرضوا به، ومن كان هذا الكتاب في بيته فكأنما في بيته نبي يتكلم

Artinya: “Aku menyusun kitab ini dan aku sodorkan pada para ulama Hijaz, ‘Iraq, dan Khurasan, mereka pun memberi restu. Barangsiapa di rumahnya ada kitab ini, maka seolah di rumahnya itu ada seorang nabi yang berbicara.”  

Seperti yang diceritakan ‘Ibn ‘Allak di atas bahwa At-Tirmidzi mengalami kebutaan di akhir usianya. Imam besar itu wafat di kota kelahirannya, Termez pada tanggal 13 Rajab 279 H.

 

Previous Post
Next Post

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 adalah pesantren salaf yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi, Menggenggam Ajaran Salaf, Menatap Masa Depan

0 comments: