Jumat, 20 Juli 2012

Sekilas Perbedaan Metode Penentuan Awal Bulan

Metode Penentuan Awal Bulan
Perbedaan penentuan awal bulan yang terjadi di Indonesia, pada 2 tahun terakhir ini , bagi sebagian orang dianggap "problem" karena menuai perpecahan, namun bagi sebagian yang lain, justru perbedaan ini seharusnya disikapi lebih dewasa, dan saling pengertian.

Sebelum membahas kedua golongan ini, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu metode dan istilahnya.

Sebenarnya, perbedaan penentuan awal bulan disebabkan berbedanya cara interpretasi (memaknai/ memahami) metode yang dilegalkan dalam syariat Islam.



Setidaknya ada tiga metode dalam penentuan awal bulan yang digunakan dalam syariat:
  1. Hisab (teoritis).
  2. Ruk'ah (Praktis).
  3. Itmam (menyempurnakan tiga puluh hari) 


Keterangan :

  • Hisab, artinya penghitungan secara astronomi(dalam dunia silam dikenal dengan ilmu falaq), yang terbagi menjadi dua, kuno dan modern. metode Hisab ini (baik yang kuno dan modern), sama-sama mengukur kedudukan bulan mulai dari waktu munculnya bulan sabit muda itu, berapa lama muncul cahayanya, sampai menghitung kedudukan/ koordinat bulan sabit muda diufuk barat (diatas ufuk/ dibawah ufuk), dan pada sisi kanan/ kiri dari arah barat, (mislanya : dibeberapa titik tempat mulai papua sampai aceh). artinya dengan metode hisab ini, maka kedudukan bulan sabit muda akan bisa diketahui, walaupun sering kali terjadi perbedaan antara hisab modern dan kuno, namun perbedaannya tidak terlalu jauh.

  • Ru'yah, adalah bentuk mashdar dari ro'a yang artinya melihat,artinya ru'yah adalah proses melihat bulan sabit muda yang sudah diukur dengan metode hisab.

Catatan :


  • Kedua metode diatas (Hisab dan Ru'yah) dilakukan pada tiap tanggal 29, bulan hijriah, jika dari kedua metode ini sama-sama tidak menemukan bulan sabit muda, maka awal bulan dimulai pada tanggal 1, tiap bulannya, dengan menggunakan Itmam.

  • Itmam, artinya menyempurnakan bulan sampai hitungan 30 hari, dan memulai awal bulan pada tanggal 1 nya.



Catatan :


  • Wujudu al-Hilal : dipastikan bulan berada diatas ufuk.
  • Imkanurru'yah : Bulan sabit muda dimungkinkan untuk dilihat).



kedua istilah ini sebenarnya yang menentukan metode hisab dan ru'yah bisa dilakukan, karena ketika bulan sabit muda dalam hitungan astronomi (Hisab) sudah ada diatas ufuk, maka keberadaannya sudah bisa dipastikan (Wujudul Hilal). namun untuk masalah mungkin bisa dilihat (Imkanurru’yah) dan tidaknya, disinilah terletak perbedaan.


Golongan pertama : 

  • Golongan ini tidak memahami istilah "imkanurru'yah" dengan pengelihatan langsung dilapangan, artinya golongan yang kedua ini beranggapan bahwa keberadaan bulan sabit diatas ufuk, itu sudah dipastikan bisa dilihat, namun bukan dengan pengelihatan dilapangan, melainkan dilihat (di ru’yah) menggunakan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi golongan ini beranggapan, hilal sudah dipastikan bisa dilihat, ketika dalam hitungannya, keberadaan bulan berada diatas ufuk. untuk lebih jelasnya, pahami langkahnya berikut ini :
  1. Hisab, hitungan... lanjut keberikutnya =>
  2. Jika Hilal ada dibawah ufuk, maka tidak wujdul Hilal. Maka digenapkan 30 hari.
  3. Jika Hilal berada diatas ufuk, maka Wujudul Hilal dan dipastikan ke esokan harinya sudah masuk awal bulan, dan proses ini sudah dikatan Ru'yatul Hilal (melihat Bulan sabit muda, dengan ilmu pengetahuan) 

Golongan kedua :
  • Golongan ini memahami istilah Imkanurr’yah (bulan dimungkinkan untuk dilihat), dengan pengelihatan langsung dilapangan, bukan hanya dengan hitungan astronomi. Artinya, walaupun dalam hitungan (hisab), bulan sabit muda berada diatas ufuk, namun masih harus diperhatikan, apakah bulan sabit itu berada diatas ufuk lebih dari dua derajad atau tidak? Jika bulan sabit itu berada diatas ufuk lebih dari dua derajad, maka ini yang dimaksud dengan imkanurru’yah (dimungkinkan untuk dilihat). Dan diharuskan ada pengelihatan dilapangan secara langsung, dan pada saat dilapangan, apakah benar-benar bisa dilihat? Atau justru terjadi kendala, semisal mendung, atau cuaca tak mendukung. Untuk lebih mudahnya, pahami struktu berikut :
  1. Hisab, hitungan... lanjut keberikutnya =>
  2. Jika Hilal ada dibawah ufuk, maka tidak wujdul Hilal. Maka digenapkan 30 hari
  3. Jika Hilal diatas ufuk, maka wujudul Hilal dilanjutkan langkah berikutnya =>
  4. Jika hilal diatas ufuk namun dibawah dua derajad maka tidak imkanurrukyah (tidak dimungkinkan untuk dilihat). Maka digenapkan 30 hari
  5. jika Hilal diatas ufuk dan diatas dua derajad, maka Imkanurrukyah (dimungkinkan untuk dilihat), maka lanjut langkah berikutnya, dan diperaktekkan dilapangan.=>
  6. Jika ada kendala, semisal mendung, cuaca buruk, sehingga mengganggu saat proses pengelihatan bulan dilapangan, dan bulan muda pun tak bisa dilihat. Berarti proses ini berehenti sampai disini. Dan dinyatakan tidak ru’yah, sehingga bulan bulan sempurnakan menjadi 30 hari dan awal bulan dimulai tanggal 1. (Maka digenapkan 30 hari)
  7. Jika tidak ada kendala, dan bulan bisa dilihat dengan mata telanjang (sebagian lagi menambahkan dengan bantuan teleskop), maka ke-esokan harinya, masuk pada awal bulan.

Wallahu a'lam bisshowab.
Previous Post
Next Post

0 comments: