Kamis, 31 Desember 2020

LOMBA DAN DOMBA SAMA-SAMA BERBAHAYA

 

Ilustrasi dibuat oleh Mukhlis akmal hanafi

LOMBA DAN DOMBA SAMA-SAMA BERBAHAYA

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi


Jika didalam buku Animal farm karya George orwel menyajikan si babi tua bijaksana yang mampu menggulingkan kekuasaan manusia dari tahtanya. Aku juga punya cerita perihal domba yang sering digunakan sebagai istilah di edisi yang berbeda-beda. Tentunya istilah ini akan dipakai sesuai kondisi yang beda juga.

Domba? Ada apa dengannya? 

Beberapa tahun yang lalu saya begitu cinta dan begitu bangga pemotongan domba ada dimana-mana. Ia begitu rela diambil dagingnya, dipotong kakinya, sampai ada juga yang dipenggal kepalanya. Sekedar dijadikan soto kambing yang kemudian akan mengisi isi perut keluarga. Ada juga yang diiris bagian daging yang masih tersisa, biasanya santapan itu dijadikan sate sebagai santapan pembuka. Pemotongan itu berlangsung sangat istimewa. Selain perayaan Idul Adha tiba. Ada juga kisah yang menarik bagi para pembaca.

Sejak saat itu saya sengaja menjadi pengamat domba amatiran. Karena berbagai macam kejadian saya mendadak mencari beberapa hal yang mungkin akan jadi hiburan. Sekedar menghilangkan dahaga yang masih membekas di kepala. Ya, meski domba juga sama sama menjengkelkan sebagaimana hewan yang lain pada umumnya. Seperti membuang kotoran sembarangan dijalan, memakan tanpa aturan, sampai meninggalkan beberapa potongan kecil di kandang. Tapi tetap saja saya begitu bangga dengannya. Sebab saya sendiri masih diberikan kemampuan menikmati bagian daging darinya. 

Tapi ada juga masa-masa domba itu begitu menakutkan. Mereka tanpa khawatir panjang melakukan perkelahian dengan teman domba yang lainnya. Mengasah ujung tombaknya, mengadu kepala, sampai ada juga yang rela menemani malam kita dengan penuh petayaan besar. Mengapa meraka para domba saling mengadu kepala? Apakah memang mereka punya dendam yang perlu diselesaikan bersama.  

Menarik kesimpulan dengan dua kata Lomba dan domba. Meski memiliki makna yang berbeda. Tapi entah kenapa mata batinku sungguh sangat suka dengan tulisannya. Selain hampir sama dalam bentuk artikulasi penulisan. Keduanya juga sama-sama memiliki makna yang terkesan. Bahkan para pembaca juga tidak akan menduga dengan lomba dan domba. Hingga sebegitukah istemewanya bagi saya. 

Berangkat dari kata lomba? 

Bagaimana saya suka dengannya? Apakah memang dia pernah bersetubuh dengan saya. Tentunya itu bukan jawaban yang pas. Lomba; merupakan sebuah ajang atau kompetisi yang biasanya kata juara jadi incaran bagi mereka. Tak sedikit bagi mereka yang ikut dalam kompetisi apapun bentuknya menjadikan juara pertama kedua sampai ketiga sebagai motivasi akhir bagi mereka. Bahkan ada juga yang menghalalkan segala cara demi kemengan ada dipihak mereka.

Siapa sih yang tidak ingin juara? 

Siapapun orangnya, sebodoh apapun dia. Kata juara adalah incaran bagi manusia normal pada umumnya, bahkan serendah apapun kelas juaranya. Mustahil rasanya bagi orang yang mengikuti kompetisi kejuaraan justru mengharapkan kekalahan yang mutlak dari musuhnya. Misalnya “Memusnahkan musuh pertama serta mengistemewakan musuh yang kedua.” Mungkin istilah ini sering terdengar. Dan bukan hal yang wajar jika dalam satu kesempatan kita akan kaget dengan kejuatan yang mereka berikan. 

Seberapa sering kita mendengarkan kata domba di telinga? begitu banyak kisah yang harusnya diangkat dari kata domba. Bahkan bukan hanya disebut diserial satu tahun sekali saat pemotongannya Idul Adha. Ada begitu banyak yang harusnya diyakini sebagai anugrah bagi manusia. 

Kalau dipikir pikir, ada banyak orang dengan kualitas dan tipikal yang sama macam domba atau kambing. Saya yakin ada beberapa orang justru berteman dengan salah satunya, atau setidaknya ada juga yang pernah mengenal sejenak saja. 

Ya, ada saja jenis-jenis manusia yang pada dasarnya menjengkelkan. Misalnya saja meminjam buku tidak dikembaikan, menjatuhkan martabat kemanusian seolah dia adalah makhluk yang paling benar, hingga memaki demi sebuah guyonan, Bukankah itu suatu yang menjengkelkan. tapi entah kenapa kita selalu jatuh dalam tipu daya oleh nasihat yang ia berikan.

Uniknya lagi. Begitu banyak politikus yang memakai filosofi lomba dan domba. Merasa dirinya lebih berwarna dan disayang oleh masyrakatnya, memberikan kualitas keilmuan yang terbaik namun sayang itu hanya bagian dari stateginya, bahkan ada juga yang meninggalkan beberapa potongan kecil di telinga sebagai janji saja. 

Kita juga sering mendengarkan beberapa gosip dan berita di sosial media, yang sontak menjadi viral dan membuat geram masyarakat yang sudah percaya kepada salah satu paslon dari mereka. Beberapa diantaranya, saling mengsasah adu tangkap dan berselisih dengan musuhnya, saling menjatuhkan martabat dengan dalih ia juga pernah bersetubuh dengan siapa, dan tentunya ada juga yang menafikan sifat kemanusiaan dengan menyebut jejak digitalnya. 

Tentunya ini adalah pertanyaan besar. Mengapa mereka saling menjatuhkan. Siapakah sebenarnya mereka? Akankah ada jenis domba dalam dirinya, kita juga tidak bisa ambil keputusan, sebab kita betul-betul tidak kenal. 

Tapi saya rasa, saya juga sering berpikir, bahwa alangkah bahayanya jika kedua kata ini “lomba dan domba” digabungkan menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Sebagai domba kerjanya hanya bisa mengadu kepala tanpa bisa terbayang sedikit pun rasa sakit dan malapetaka yang akan terjadi sesudahnya. Begitu juga politikus, ia akan ikut menghibur masyrakat dengan mengadu isi kepalanya tanpa ada pikir panjang apa yang harus mereka lakukan lima tahun kedepan. Lafad ini akan menjadi pragraf penting yang justru memotifasi kata merendahkan. 

Meskipun begitu tidak semua orang suka domba atau kambing. Bukan hanya sebagai orang yang sok filosofi. Teman saya sampai sekarang takut sama domba dan kambing. Ia akan menghindar satu langkah kedepan dan berusaha untuk tidak ikut dalam sesi makan-makan. Lagi pula alangkah membosankan jika dunia hanya dihadiri oleh domba dan kambing. Bahkan manusia juga ikut sadar jenis-jenis hewan lain dengan filosofi masing-masing tetap dibutuhkan. 

Saya juga tidak begitu peduli sama politikus yang mengandalkan politik adu domba yang siap mengancurkan semua kerukunan yang ada. Saya lebih sering melamun oleh suatu perkara yang harusnya tidak perlu dipikirkan. 

Jika dalam satu kesemptatan kalian sadar akan kemampuan kalian, bisa dipertimbangkan masuk pergaulan politik sebagai domba atau kambing, dan saya rasa ada begitu banyak yang berbakat menjadi keduanya, dengan segala filosofi yang ada, mampu membaca gerak gerik lawannya, serta dapat menaku-nakuti musuhnya. Itu sebabnya ada begitu banyak lowongan kerja disana. Tugasmu cukup sebagai domba yang selalu mengadu kepala, dan resiko terbesarnya harus rela dipenggal kepalanya. []

Seklumit Tentang Syariat

 Seklumit Tentang Syariat

Oleh: Abilu royhan

Banyak dari orang beragama yang tidak mengetahui bahwa semua aturan yang mereka lakukan itu banyak dampak dan cerita yang tidak diketahui. Mereka tidak tahu dengan beberapa kemungkinan. Pertama memang dia tidak belajar dan mencari alasannya. dia merasa puas hanya menjadi abid saja dan tidak begitu ingin menjadi abid yang alim. Kedua memang mungkin dia tidak ingin mencari alasan dengan dalil “semua aturan-aturan dalam agama itu sudah di tentukan oleh Allah SWT dalam alquran dan dijelaskan oleh Rosulullah SAW dalam hadits. Kita cukup taat melakukan perintah itu dan menjauhi apa yang dilarang. Maka kita tidak usah mencari alasan-alasannya. Karena kalau kita masih mencari alasan-alasan dari perintah-perintah tersebut, maka iman kita masih belum sempurna karena kita tidak sepenuhnya menjalankan aturan-aturan tersebut dengan ikhlas” ya.. memang seperti itu.

      Tapi sebagai manusia yang beragama dan masih bisa dikatakan ‘imannya masih tipis’. Maka tidak ada salahnya jika kita mencari alasan-alasan, cerita ataupun hikmah atas perintah agama. Dengan demikian, kemungkinan besar kita lebih bersemangat dalam menjalankan perintah-perintah-Nya. Bukan tidak ikhlas. Bukankah tingkatan ikhlas itu ada tiga. Yang pertama melakukan sesuatu murni karena mencari ridho Allah, tidak mengharapkan pahala dan bukan karena takut akan siksa. Yang kedua melakukan sesuatu karena mencari pahala dan takut kepada Allah. Termasuk juga mencari-cari alasan atau hikmah supaya lebih semangat dalam beribadah kepadanya. Dan yang ketiga melakukan sesuatu karena untuk mendapatkan materi dunia seperti membaca surah Al-waqi’ah  agar rizkinya lancar, dan yang terakhir ini dia tidak mendapat pahala dari apa yang dia lakukan kecuali dunia saja.

Dengan demikian tidaklah masalah jika kita mencari alasan, cerita ataupun hikmah. Baik dalam bidang fiqh, diantaranya dalam pembahasan najis. Yakni dalam masalah najis, bahwa najis itu ada tiga tingkatan yaitu mukhoffafah, mutawassithoh dan mugholladhoh. dan dalam najis mukhoffafah ini adalah air kencingnya anak laki-laki yang belum genap berumur dua tahun dan masih belum makan atau minum sesuatu kecuali air susu ibu (ASI). Sedangkan air kencingnya anak perempuan itu masuk najis mutawassithoh, meskipun belum makan sesuatu apapun. Mengapa? Sebagian ulama memberi alasan bahwa air kencingnya anak laki-laki itu lebih encer daripada anak perempuan, maksudnya lebih kental atau lebih pesing air kencing anak perempuan daripada anak laki-laki, dan itu terbukti oleh sebagian pengurus senior putra bidang perairan ketika memperbaiki saluran air yang mati di kamar mandi putri “baunya beda, lebih menyengat disana” begitulah kira-kira kata beliau. Dan alasan yang lain yakni kecenderungan seseorang itu lebih senang menggendong anak laki-laki daripada menggendong anak perempuan. Dan masih banyak lagi alasan tentang hal ini.

       Contoh yang lain dalam bidang ilmu fiqh ketika seusai melakukan sholat subhuh di makruhkan untuk melakukan sholat, begitu juga seusai sholat ashar. Alasannya karena pada saat terbit dan tenggelamnya matahari, matahari itu berada di atas tanduk setan dan pada saat itu juga orang-ornag kafir menyembah matahari. Supaya tidak sama dengan orang kafir dalam waktu penyembahan pada Tuhan. Dan juga makruh melakukan sholat pada waktu istiwa. Alasannya karena  pada saat itu neraka jahannam sedang dibakar. Sehingga pada saat itu hawanya sangat panas. Dan jika sholat pada saat itu akan menganggu konsentrasi dan kekhusyukkan sholat.

       Adapun dalam bidang doa-doa yang di ajarkan, itu juga ada alasan dan hikmahnya. Seperti ketika seseorang hendak tidur dianjurkan membaca basmalah duapuluh satu kali. Tujuan atau faidahnya yaitu karena orang yang membaca basmalah duapuluh satu kali ketika hendak tidur maka pada waktu itu dia akan di jaga oleh Allah dari godaan setan, rumahnya dijaga dari kejahatan pencuri, di selamatkan darimati mendadak dan bahaya-bahaya yang lain. Contoh lain yakni ketika menjelang sore dianjurkan membaca empat surah. Pertama surah assyams, karena orang yang membaca surah tersebut ketika menjelang sore maka dia akan diberi pemahaman dan kecerdasan yang kuat dalam menyelesaikansegala hal. Kedua surah allail, karena orang yang membaca surah tersebutketika menjelang sore maka dia akan dijaga aibnya, sehingga tidak di ketahui orang lain. Ketiga surah alfalaq, karena orang yang membaca surah tersebut ketika menjelang sore maka dia akan dijaga dari keburukan. Keempat surah annas, karena orang yang membaca surah tersebut ketika menjelang sore maka dia akan dijaga dari bahaya dan di jauhkan dari godaan setan. Dan barang siapa melanggengkan empat bacaan di atas maka dia akan di lancarkan rizkinya bagai hujan. Dan tentunya itu semua atas izin Allah SWT.

Sedangkan dalam bidang ilmu nahwu, ada cerita bahwa salah satu ulama nahwu yang masyhur dan pendapatnya telah diikuti banyak ulama ilmu nahwu yang lain yaitu Imam Sibawaih. Beliau bermimpi, dalam mimpinya beliau diberi kemuliaan yang agung oleh Allah SWT. Disebabkan Imam Sibawaih telah memberi komentar bahwa lafadz Allah (lafdzul jalalah) itu a’roful ma’arifyakni paling makrifat di atas isim makrifat yang lain, yakni isim dlomir dan yang lainnya.

       Dan masih banyak lagi alasan, cerita ataupun hikmah dalam bidang ilmu yang lainnya. Dengan semua itu diharapkan kita semakin semangat dalam belajar dan beribadah kepada Allah SWT. Dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Menyederhanakan Ilmu Mantik (resensi)




Menyederhanakan Ilmu Mantik
Oleh: Gus Muhammad Hilal

Resensi: Menyederhanakan Ilmu Mantik

Judul: Ilm al-Manthiq li al-Madāris al-‘Arabiyah
wa al-Ma‘āhid al-Dīniyah bi Indūnisiyā

Penulis:
Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī
Penerbit
: Syirkah Maktabah Mushthafā al-Bābī al-Halabī
Tahun:
1937
Tebal
: 84 halaman

Tujuan kitab ini adalah untuk menutupi kekosongan yang ditemui penulisnya. Di Indonesia banyak beredar kitab-kitab mantik berbahasa Arab, namun bahasanya sangat sulit. Bahkan kitab mantik yang biasanya diajarkan untuk pemula pun masih terlalu sulit dipahami. Hal itu merugikan, baik bagi pembelajar ilmu mantik maupun bagi para guru yang mengajarkannya.

Upaya menyusun kitab ilmu mantik yang sederhana dan ringkas bagi pemula memang tantangan tersendiri. Ilmu ini tergolong “menakutkan” bagi pemula karena tingkat kesulitannya. Namun, kesan menakutkan itu sebenarnya lebih didorong oleh jarangnya buku-buku yang bagus untuk pemula.

Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī adalah salah satu penulis Indonesia yang berusaha memenuhi tantangan itu. Melalui kitab tipisnya, dia terhitung berhasil melakukannya. Keberhasilan itu terlihat dari beberapa upayanya. Pertama, dia membuat contoh-contoh yang cukup kaya. Dalam kitab-kitab lain, contoh-contoh yang diberikan berkutat pada “al-insān hayawān al-nātiq,” mirip seperti ilmu Nahwu yang contoh-contohnya melulu “jā’a zaidun, dlarabtu zaidan, marartu bi zaidin.” Ketersediaan contoh-contoh yang tidak itu-itu saja membuat uraian-uraian teori dan kaidah-kaidahnya jadi lebih mudah dicerna.

Kedua, Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī juga membuatkan bagan dan kolom untuk menyederhanakan konsep-konsep yang terkandung dalam ilmu ini. Dengan kata lain, dia memanfaatkan strategi mind mapping agar bukunya ini lebih mudah dipahami. Dalam teori pembelajaran modern, sekarang sudah terbukti bahwa strategi mind mapping adalah salah satu strategi pembelajaran yang efektif.

Ketiga, dia fokus pada pembahasan ilmu mantik semata, tanpa menyisipkan ilmu-ilmu lainnya. Beberapa kitab yang beredar di Indonesia, katanya, menjadi sulit dipahami karena di dalamnya terkandung ilmu-ilmu yang bermacam-macam, tidak fokus. Itu membuat para pemula sering kehilangan arah saat mempelajarinya. Suatu kitab yang mudah bagi pemula, bagi Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī, adalah kitab yang fokus, tidak melantur ke mana-mana.

Mungkin karena upaya yang ketiga ini, Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī tidak menjelaskan hukum mempelajari ilmu ini sebagaimana terlihat dalam kitab-kitab mantik lainnya. Itu adalah wilayahnya  ilmu fikih, bukan ilmu mantik.

Demikianlah, kitab ini dikarang dalam upaya mengisi ruang kosong kemudahan dan kesederhanaan dalam penyajian ilmu mantik. Namun apakah dia adalah satu-satunya orang di Indonesia yang mengupayakan hal itu? Jika kita telisik khazanah keilmuan di negeri itu, akan mudah ditemukan bahwa jawabannya adalah tidak.

Tujuan seperti ini juga pernah dilakukan oleh Syaikh Yasin Padang. Kitabnya yang berjudul Risālah fi ‘Ilm al-Manthiq ditulis dalam format Q & A (tanya-jawab). Tentu itu sangat memudahkan bagi pemula. Uniknya, Syaikh Yasin Padang menyatakan bahwa ilmu ini bisa membantu kita untuk mempelajari ilmu Usul Fikih dan Ilmu Balaghah.

Tokoh Nusantara lain yang mengupayakan hal serupa adalah KH. Miftah bin Ma’mun Marti Cianjur. Kiai ini sangat produktif menulis kitab dalam berbagai disiplin ilmu keagamaan. Kitabnya tentang ilmu mantik pun banyak. Saya memiliki delapan kitabnya yang khusus membahas ilmu mantik. Kitab-kitab ini berbentuk syarh, hasyiyah, dan sebuah tulisannya sendiri berjudul Al-Miftāh ‘ala Tahrīr Qawā’id al-Mantiq.

Pada dasarnya, kitab berbentuk syarh dan hasyiyah pun sebenarnya bertujuan sama. Setiap syarh dan hasyiyah sebenarnya berangkat dari keinginan mengurai suatu kitab yang tulisannya cenderung sulit dipahami. Hanya saja, kitab syarh dan hasyiyah biasanya tidak diperuntukkan untuk kalangan pemula, melainkan untuk pembelajar tingkat madya atau.tingkat lanjut.

Beberapa pesantren telah menyusun buku ajar yang berupa syarh atas nazam Al-Sullam al-Munawraq. Kitab-kitab itu disusun sebagai buku ajar atau kitab takrir untuk para santri. Pada umumnya, kitab syarh takrir semacam ini adalah ringkasan dari kitab lain yang lebih besar. Namun, karena memang kitab-kitab itu ditulis oleh sang kiai atau santri senior di pesantren bersangkutan, maka bisalah kiranya kitab-kitab itu digolongkan sebagai khazanah Nusantara.

Kitab ‘Ilm al-Manthiq yang ditulis oleh Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī itu memang bukan satu-satunya kitab mantik yang bertujuan untuk memudahkan para pemula dalam belajar ilmu itu, tapi harus diakui bahwa kitab ini memiliki keunikannya sendiri. Sebagaimana disebutkan di muka, penyajian contoh-contoh yang kaya dan pencantuma bagan serta kolom adalah keunikannya yang tampaknya tidak miliki oleh kitab mantik lain yang ditulis oleh para ulama Nusantara.

Keunikan lainnya adalah ketika dia menyebutkan sebab-sebab kegalatan berpikir. Kitab mantik selalu menyebutkan bentuk-bentuk kegalatan berpikir (mughālathāt) di bagian akhirnya. Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī menambahkan bagian khusus, yakni penyebab kegalatan berpikir itu. Hal ini menjadi sumbangsih Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī dalam kitab mantik, sebab kitab-kitab lainnya tidak ada yang secara khusus menyebutkan sebab-sebab kegalatan berpikir semacam ini.

Menurut penulis kitab ini, ada tujuh sebab yang jadi biang keladi kegalatan berpikir: (1) terlalu buru-buru memvonis, (2) terlalu mudah membenarkan, (3) pemihakan terhadap suatu pandangan, (4) pengaruh adat-istiadat, (5) hawa nafsu, (6) gemar berbeda pandangan, (7) mudah terpesona.

Pencantuman sebab-sebab kegalatan berpikir ini tidak disebutkan apa obat penawarnya. Secara tersirat, penulisnya  ingin mengatakan bahwa penguasaan ilmu mantik semata belum cukup  untuk menghindari bentuk-bentuk kegalatan berpikir. Mereka yang mahir dalam ilmu mantik tidak secara otomatis akan menghindari kegalatan berpikir, sebab penyebab-penyebabnya bukan hanya ketiadaan pengetahuan akan ilmu itu. Ada hal-hal lain di luar aspek pengetahuan kognitif yang harus diperhatikan agar terhindar dari kegalatan berpikir. Aspek non kognitif ini berada di luar ilmu mantik. Dengan demikian, semakin terlihatlah bahwa interdependensi dan interkoneksi antar ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan.[]

TEKADKU (puisi)

 



TEKADKU

Oleh: Misbahus soleh

 

Ku berdiri sendiri

Dengan seribu cahaya

Berharap akan terbang

Mengintari dunia

Waktu melangkah

Seiring tetesan nafas

Kan tetap  ada

Tak patah hati

Walau berat perih

Jalan ini

Dengan senyum mengembang

Ini waktu

Ganas mengigit

Tiap langkah

Penuh arti

Salahkan bila

Nyanyian menjadi bisu?

Hampa terasa

Tak ada yang tau

Hanya tirai tirai nafas

Yang selalu menemani

Langkah demi langkah

Di penghujung waktu (puisi)

 



Di penghujung waktu

Oleh: Abdul Mannan

 

2020

Berbagai bulan dua ribuh dua puluh

Desember telah melepuh

Beragam Porak poranda berlabu

Covid begitu betah bersarang ditubuh

Hampir genap setiap bulan mandiri berteduh

Tetap saja kerumunan manusia menyemut paluh

Di ombang ambing kebutuhan keluarga dirumah kumuh

Kami semua berdo'a cepatlah sembuh

 

2021

Rongewu rongpolo siji

Januari mulai berkomedi

Kesehatan, jadilah kau abadi

Covid, meninggalah, kami merido'i

Masker, izinkan kami menjadikanmu alat cuci piring didapur bersih

Darah darah,  janganlah kau menjadi saksi lagi

Flu batuk dan demam,  sudahlah kau menjadi PKI bagi kami

WALI DIATAS WALI (CERPEN)


 WALI DIATAS WALI

Oleh: Mursyid Hasan


“Piringan Matahari Hampir Lenyap Di Tepi Langit

Berganti Malam Yang Dingin Merasuk Kulit

Kau Bagaikan Senja

Yang Datang Sekejap Lalu pergi”

Cerita menarik seputar kewalian KH Yahya Sabrowi  ini kami dapatkan sumber datanya dari salah satu alumni sepuh yang sekarang tinggal di Kecamatan Wajak desa Sumber putih, beliau bernama H Kholid, mungkin nama beliau kedengaran asing di telinga kita, namun tidak diluar sana.

Saat acara Turun daerah “Turda Isadarma” kami berkempatan ngobrol sejenak dengan Aba Kholid sebutan kami, beliau termasuk orang yang ramah dan bersahaja, di sela-sela obrolan kami beliau sempet menceritakan saat mondok dulu di Raudaltul Ulum 1.

KH Yahya Sabrowi terkenal dimata masyarakat dan santrinya sebagai sosok yang istiqhomah nan karistamik dalam bidang keilmuan dan ibadah, salah satu yang paling di ingat adalah selalu istiqomah untuk menjadi imam bagi santri-santri beliau.

Suatu saat Ketika KH Yahya Sabrowi jatuh sakit Songkan dalam bahasa madura, yang tidak memungkinkan beliau menjadi imam di musholla putra, Aba Kholid selaku abdi dalem Kyai Yahya beliau di panggil oleh Nyai Mamnumah Bukhori perihal sakit yang di derita oleh Kyai Yahya.

Nyai Mamnunah memerintahkan Aba Kholid untuk sowan dan minta barokah doa  kepada ulama karismatik bernama Kh hamid pasuruan, suapaya kyai yahya bisa menjadi imam bagi santri-santrinya lagi.

Dengan ketawadluan dan penuh kehati-hatian beliau berangkat menuju kota pasuruan dengan membawa titah dari Nyai sepuh.

Sesampainya di kediaman ulama yang terkenal dengan kewalian ini sudah banyak orang yang ingin sowan kepada beliau, saat itu beliau sedang bermunajat kepada Allah di musholla yang beliau bangun.

Saat ulama karismatik ini keluar dari musholla beliau langsung berkata kepada Aba kholid yang sejak tadi menunggu beliau

“Ojok jalok dungo nang aku cah, aku iki guduk dukun”, dawuh Kyai Hamid singkat. Kata-kata ini mengagetkan aba kholid, pasalnya beliau sepatah katapun belum  menyampaikan maksud kedatangannya ke kota pasuruan.

Keringat mulai berkucur deras detak jantung mulai tidak stabil

Aku tergetar

terkapar

ketika Ia memandangku

kekasih….

pada wajah Guruku

“Ngapunten Kyai, maksud kadatangan saya kemari karena dapat titah dari Nyai mamnunah Bukhori untuk minta barakah doanya, karena saat ini Kyai Yahya sedang sakit” Ucapan beliau terbata-bata karena kyai hamid terus memandangi wajah beliau beliau.

Belum sempet beliau meneruskan dawuhnya, kyai hamid sepontan dawuh.

“Wes mole ae awakmu cah, kyai yahya kui wali, iso dungo dewe”, Bahasa jawa sambil menepuk pundak beliau lalu berlalu meninggalkan aba kholid serang diri

Pulang saja cah, kyai yahya itu wali, bisa doa sendiri

Dengan perasaan bersalah karena tidak mendapatkan apa yang di minta oleh Nyai Mamnunah, aba kholid memutuskan pulang dengan wajah lesu dan sedih. Dalam hatinya bergumam

“Opo seng kate tak sampekno nang Nyai sepuh”, Apa yang harusnya saya sampaikan kepada nyai sepuh.

hatinya terus di hinggapi rasah bersalah karena pulang tanpa membawa kabar gembira.

Terbiasa diam seribu bahasa saat aku merasa bersalah
Ingin memulai bersua namun nyali tak seberapa
Mencoba berteriak kepada semesta untuk melepas sesak di dada
Lega memang, tapi tetap saja tak mengumpulkan daya untuk berkata

Sesampainya di Gerbang pesantren betapa terkejutnya Aba Kholid melihat santri berjamaah di imam oleh Kyai Yahya Sabrowi, padahal keberangkatan beliau ke kota pesantren Sosok karismatik itu masih terbujur lemas di atas tempat tidur.

Beliau masih di buat takjub dengan kejadian yang baru saja beliau alami.

Ntah harus dari mana ku memulai cerita ini

Dan kepada siapa cerita ini ku mulai
Kabut sunyi perlahan mulai merayap

Ingin rasanya ku bertemu denganmu
Tapi, menyapamu saja aku tak mampu
Lalu, apa dayaku?
Bahkan anginpun membisu

Mungkin bagiku cukup Tuhan yang tahu
Tentang apa dan bagaimana perasaanku
Karena bahagiaku, masih bisa menyelipkan namamu dalam setiap doa

Agar aku selalu mendapatkan ridlo dan barakahmu.

 

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ عَلَّمَنَا وَارْحَمْهُمْ، وَأَكْرِمْهُمْ بِرِضْوَانِكَ الْعَظِيْمِ، فِي مَقْعَد الصِّدْقِ عِنْدَكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

PERIHAL WAFATNYA KIAI MUJTABA BUKHORI (sosok)


 

PERIHAL WAFATNYA KIAI MUJTABA BUKHORI

Oleh: Gus Madarik Yahya 


Almarhum KH Mudjtaba Bukhori wafat pada 16 Desember 2020, jam 23:10 WIB di RS Panti Nirmala Malang. Kabar itu diinformasikan oleh putranya sendiri. Gus Hasbullah Huda melalui aplikasi WhatsaAp.

Rawat inap beliau bukan kali pertama, putra bungsu kiai Bukhori Ismail itu telah menjalani perawatan intensif di rumah sakit yang sama sejak bulan puasa 1441 H yang lalu.

Sebetulnya tentang ajal yang akan menjemput beliau sudah dirasakan oleh anggota keluarga. Hal ini terbaca dari tulisan WhatsaAp Gus Has, panggilan akrab Gus Hasbullah Huda itu.

Saat ditanya bagaimana Yai Mudjtaba ketika dirawat di rumah sakit? Wakil Rektor II IAI Al-Qolam Gondanglegi itu menjawab: "Semoga saja ada harapan sembuh. Tetapi kami pasrah mengenai keadaan kai."

Rasa tawakal pihak keluarga semakin kuat tatkala Yai Mudjtaba memerintahkan langsung Nyai Surohah untuk melakukan beberapa hal:

 

1. Agar menyediakan kain kafan.

2. Agar mencuci kain kafan itu dengan air zamzam.

3. Agar membuat nisan yang telah diukir atas nama beliau.

4. Agar segera membeli sapi.

 

Bahkan, lanjut istri kiai Mudjtaba, beliau berkenan menyaksikan saat kain penutup mayat itu dicuci.

Menurut Nyai Surohah, semua permintaan beliau diupayakan untuk dituruti. Cuma satu permintaan yang belum kesampaian, yaitu kiai Mudjtaba ingin sekali bertandang ke Nyai Sepuh. Menurut Ibu Nyai Pengasuh PP Al-Bukhori itu, demikian ini dilakukan semata-mata karena mempertimbangkan faktor kesehatan.

Untungnya, Nyai Mamnunah Yahya sempat menjenguk adiknya itu tatkala pulang dari rumah sakit sebelum jatuh sakit yang terakhir.

Sepulang rawat inap sebelum ke rumah sakit yang terakhir ini, kepada putri-putri kiai Qosim Bukhori saat menjenguk, Ketua YPRU Ganjaran Gondanglegi Malang itu menanyakan kiai Qosim, "demmah gemblung juyah mik tak nik ngonik ih sengkok [kemana gemblung itu kok gak jemput aku]." Entah ujaran beliau ini hanya berkelakar atau apa, tetapi yang jelas kedua kakak beradik itu memang sangat akrab. Sehingga dengan mudah kami menebak sebenarnya beliau sudah merasa bahwa tutup usianya telah dekat.

Cerita mengenai ketajaman firasat orang-orang sholeh merupakan hikayat yang lumrah di dengar, termasuk Yai Mudjtaba Bukhori. Lebih-lebih status beliau sebagai seorang Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah yang diyakini khalayak umum. Khususnya para ikhwan-akhawat yang memiliki pandangan ke depan melebihi masyarakat umumnya.

Gus Abdul Latif pernah berkisah bahwa suatu saat ia mengikuti tawajjuh dzikir yang dipimpin kiai Mudjtaba Bukhori. Di tengah-tengah ritual berlangsung, putra kiai Zainulloh Bukhori itu bergumam dalam hati, "masak, bacaan seorang Mursyid salah-salah." Pasalnya, Gus Abdul Latif mendengar bacaan Yai Mudjtaba agak kurang tepat dilihat dari kaidah nahwu-shorof.

Langsung saja Yai Mudjtaba menghampiri keponakan itu sembari berkata: "Engkok keng su kesusu cong..! [Aku hanya tergesa-gesa nak...!]," seraya menghardik dengan tasbihnya.

Padahal ungkapan Gus Abdul Latif hanya terlintas dalam alam pikirannya saja.

PELANGGARAN BERDALIH PENGABDIAN (editorial)

 PELANGGARAN BERDALIH PENGABDIAN

Oleh : Muhammad anas 

Dalam dunia pesantren sudah tak pelak lagi dengan berbagai macam kegiatannya yang menumpuk. Hingga  terkesan padat dengan hiruk-pikuk santri yang berlalu-lalang melaksanakan kewajibannya. Tak heran, jika kebanyakan santri yang baru masuk pesantren mengeluh nggak krasan tiap kali dikunjungi oleh orang tuanya. Terkadang hingga tak terasa kucuran deras tangis telah mengalir membanjiri pipinya yang membuatnya semakin terlihat lencu dan lesu, bak orang melas yang butuh untuk dikasihani. Tak cukup disitu saja, terkadang juga dibubuhi dengan rengean manja yang membuat kemelasannya semakin nampak. Tapi hal itu memang sudah menjadi sebuah tradisi lama yang sudah tidak asing lagi bagi para santri senior. Karena mereka-santri baru- masih belum terbiasa dengan dunia barunya, sehingga perlu adaptasi terlebih dahulu.

 Tentunya dengan kegiatan yang begitu banyak. Tak cukup satu dua orang untuk mengurus dan mengawal semua kegiatan agar berjalan sesuai dengan aturannya. Butuh beberapa orang untuk mengawal jalannya kegiatan pesantren. Dalam hal ini pengasuhpun mengangkat beberapa santri senior untuk ikut andil dalam membantu berjalannya kegiatan, engan menempatkan mereka yang telah dipilih oleh kyai dalam beberapa bidang kepengurusan. Sebenarnya tak cukup sampai situ saja, kerjasama yang solidpun juga dibutuhkan, baik antara pengurus dengan pengurus maupun pengurus dengan santri biasa (santri yang belum diberi mandat sebagai pengurus). Jika semuanya sudah berjalan beriringan dan terikat dengan erat, menjadi sebuah satu kesatuan yang kuat, maka sudah pasti akan terlihat apik dan indah. Hasil yang diharapkan pun tak akan mengecewakan.

Dengan gelagat pesantren yang padat akan kegiatan ini, tentunya tak akan lepas juga dari siasat beberapa santri yang sengaja memanfaatkan moment tersebut untuk melakukan pelanggaran. Mulai dari yang ringan hingga yang berat. Penguruspun harus memutar otak selain juga harus menjalankan tugas-tugas lainnya yang semakin menumpuk dan tak kalah berat-untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh santri-santri mbeling bahasa jawa ini. Keluh-mengeluhpun juga tak terhindarkan pula terjadi antara pengurus, meskipun tak dibarengi dengan rengean atau istilah yang dikenal dengan tangisan. Bak anak yang baru mondok, meskipun sebenarnya mereka santri senior. Hanya saja keluh-kesah pengurus ini bukan dikarenakan nggak krasan, tapi karena letih mendengar pelanggaran yang tak kunjung usai, selain juga dikarenakan faktor usia, yang sebagian dari mereka ini memang sudah waktunya untuk ”pindah kamar”, kira-kira begitulah istilahnya, hehe. Ya, ini terlihat ketika mereka berbincang santai membicarakan tentang kegiatan pesantren dan santri. Yang biasanya disela-sela itu disisipkan guyona-guyonan yang menggelakkan dan membuat perut kembung. Tak luput, kadang gojlok-menggojlok pun tak terelakkan pula. tapi semua itu hanya sekedar untuk menghibur dan me-refresh diri.

Dipesantren pada umumnya, tak hanya mengangkat sebagaian santrinya untuk membantu kyai dalam mengurus pesantrennya, tetapi juga mengangkat sebagian santri sebagai abdi ndalem-nya. Yang bertugas setiap hari untuk membantu pekerjaan rumah tangga keluarga ndalem. Tentunya ini merupakan sebuah moment yang baik dan membahagiakan karena bisa lebih dekat dengan keluarga ndalem sekaligus bisa membantu pekerjaan rumah tangga kyai. Selain juga dikarenakan yang menjadi abdi ndalem ini hanyalah santri beruntung yang langsung dipilih oleh kyai.

Lepas dari itu semua, sebenarnya menjadi abdi ndalem itu juga ada amanah besar yang harus mereka emban karena sudah dipercaya oleh kyai untuk membantu di ndalem-nya. yang tak jarang terkadang sebagian mereka melupakan hal itu. Sehingga terjadi beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh mereka. Entah itu berupa pelanggaran langsung, semisal tidak masuk kegiatan dengan dalih lelah, capek karena selesai bantu-bantu di ndalem, ataupun pelanggaran yang tak langsung, semisal membawa gadget atau kendaraan bukan pada saatnya dengan dalih dibutuhkan oleh ndalem, supaya mempermudah pekerjaan di ndalem, dan berbagai alasan yang sejatinya hanya untuk pembelaan atas perbuatannya dan kesenangan diri belaka. Padahal tak pernah ada perintah untuk membawa ataupun menggunakan itu semua. Karena semua ada masanya.

Hal ini pun menjadi masalah yang alot untuk diselesaikan, karena sebagian mereka membawa-bawa nama kyai sebagai alasan. Sehingga tak sedikit dari pengurus kadang lepas tangan untuk menyelesaikannya. Tak hanya itu, terkadang sebagian mereka dengan sengaja tak aktif bahkan tak pernah masuk sama sekali dalam kegiatan pesantren dengan dalih yang sama. Padahal kyai tak pernah menyuruh mereka untuk membantu 24 jam penuh. Bahkan kyai terkadang menyuruh mereka untuk menyelesaikan kegiatan dipesantren terlebih dahulu baru kemudian membantu di ndalem.  

Bagi santri-santri yang malas dan tak suka dengan kegiatan dan tata tertib pesantren, ini akan menjadi kesempatan emas untuk tidak mengikuti kegiatan pesantren dan melanggar peraturan dengan cara berlomba-lomba untuk menjadi abdi ndalem. Sehingga ketika nanti kedapatan melakukan pelanggaran, mereka akan menggunakan pengabdian sebagai dalih untuk membela diri. Tanpa mereka sadari bahwa sebenarnya pengabdian bukan alasan untuk bisa meninggalkan kewajiban. Yang wajib tetap lah wajib. Pengabdian tak bisa menghapuskan kewajiban. Pengabdian bukanlah legalitas untuk bertindak semaunya dipesantren. Mau tidak mau itu harus disadari oleh segenap santri. Ngabdi ya ngabdi, peraturan ya harus tetap ditaati.

“Lebih baik tidak jadi abdi ndalem kyai, jika dihati santri terbesit niat memanfaatkan posisi untuk melanggar tata tertib pesantren.”

Begitulah kira-kira twetan Gus Abdurrohim said dalam postingan facebooknya.