Kamis, 31 Desember 2020

PERIHAL WAFATNYA KIAI MUJTABA BUKHORI (sosok)


 

PERIHAL WAFATNYA KIAI MUJTABA BUKHORI

Oleh: Gus Madarik Yahya 


Almarhum KH Mudjtaba Bukhori wafat pada 16 Desember 2020, jam 23:10 WIB di RS Panti Nirmala Malang. Kabar itu diinformasikan oleh putranya sendiri. Gus Hasbullah Huda melalui aplikasi WhatsaAp.

Rawat inap beliau bukan kali pertama, putra bungsu kiai Bukhori Ismail itu telah menjalani perawatan intensif di rumah sakit yang sama sejak bulan puasa 1441 H yang lalu.

Sebetulnya tentang ajal yang akan menjemput beliau sudah dirasakan oleh anggota keluarga. Hal ini terbaca dari tulisan WhatsaAp Gus Has, panggilan akrab Gus Hasbullah Huda itu.

Saat ditanya bagaimana Yai Mudjtaba ketika dirawat di rumah sakit? Wakil Rektor II IAI Al-Qolam Gondanglegi itu menjawab: "Semoga saja ada harapan sembuh. Tetapi kami pasrah mengenai keadaan kai."

Rasa tawakal pihak keluarga semakin kuat tatkala Yai Mudjtaba memerintahkan langsung Nyai Surohah untuk melakukan beberapa hal:

 

1. Agar menyediakan kain kafan.

2. Agar mencuci kain kafan itu dengan air zamzam.

3. Agar membuat nisan yang telah diukir atas nama beliau.

4. Agar segera membeli sapi.

 

Bahkan, lanjut istri kiai Mudjtaba, beliau berkenan menyaksikan saat kain penutup mayat itu dicuci.

Menurut Nyai Surohah, semua permintaan beliau diupayakan untuk dituruti. Cuma satu permintaan yang belum kesampaian, yaitu kiai Mudjtaba ingin sekali bertandang ke Nyai Sepuh. Menurut Ibu Nyai Pengasuh PP Al-Bukhori itu, demikian ini dilakukan semata-mata karena mempertimbangkan faktor kesehatan.

Untungnya, Nyai Mamnunah Yahya sempat menjenguk adiknya itu tatkala pulang dari rumah sakit sebelum jatuh sakit yang terakhir.

Sepulang rawat inap sebelum ke rumah sakit yang terakhir ini, kepada putri-putri kiai Qosim Bukhori saat menjenguk, Ketua YPRU Ganjaran Gondanglegi Malang itu menanyakan kiai Qosim, "demmah gemblung juyah mik tak nik ngonik ih sengkok [kemana gemblung itu kok gak jemput aku]." Entah ujaran beliau ini hanya berkelakar atau apa, tetapi yang jelas kedua kakak beradik itu memang sangat akrab. Sehingga dengan mudah kami menebak sebenarnya beliau sudah merasa bahwa tutup usianya telah dekat.

Cerita mengenai ketajaman firasat orang-orang sholeh merupakan hikayat yang lumrah di dengar, termasuk Yai Mudjtaba Bukhori. Lebih-lebih status beliau sebagai seorang Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah yang diyakini khalayak umum. Khususnya para ikhwan-akhawat yang memiliki pandangan ke depan melebihi masyarakat umumnya.

Gus Abdul Latif pernah berkisah bahwa suatu saat ia mengikuti tawajjuh dzikir yang dipimpin kiai Mudjtaba Bukhori. Di tengah-tengah ritual berlangsung, putra kiai Zainulloh Bukhori itu bergumam dalam hati, "masak, bacaan seorang Mursyid salah-salah." Pasalnya, Gus Abdul Latif mendengar bacaan Yai Mudjtaba agak kurang tepat dilihat dari kaidah nahwu-shorof.

Langsung saja Yai Mudjtaba menghampiri keponakan itu sembari berkata: "Engkok keng su kesusu cong..! [Aku hanya tergesa-gesa nak...!]," seraya menghardik dengan tasbihnya.

Padahal ungkapan Gus Abdul Latif hanya terlintas dalam alam pikirannya saja.

NAMANYA FAHAM (sosok)


    

  NAMANYA FAHAM

Oleh: Muhammad farhan

Namanya faham, Mungkin, itulah makna yang digantungkan di lauhul Mahfudz sana oleh kedua orang tuanya.

Sosok yang baru mondok beberapa hari ini, sebetulnya sosok yang sudah tinggal lama di bawah birunya langit desa santri. Walaupun masih berada dikelas tiga III MI (madrasah ibtidaiah) tapi lihatlah! Niatnya untuk mondok tak dapat ditumbangkan oleh angin yang menerjang. Bahkan bujukan orang tuanyapun untuk mondok ketika hendak kelas enam (VI MI) tak dapat mempengaruhi niatnya yang tertancap mantap dalam hati.

Namanya Fahmi. Untuk maknanya? Untuk sementara ini, anggap saja, makna dari nama yang disematkan oleh kedua orang tuanya adalah faham.

Setidaknya, harapan itulah yang oleh kedua orang tuanya terus ditumpuk dalam lubuk. Bukan hanya sebatas memahami suatu kata demi kata dalam buku bacaan, tapi tentu lebih dari itu. Dapat juga memahami gores demi gores yang dicipta oleh si-esa. Dengan harapan itulah, kedua orang tua nya menamainya dengan fahmi.

Bukankah memang sangat penting hukumnya bila kita harus bisa memahami suatu perkara? Bukankah apa yang ada di dunia sebetulnya hanya berdasarkan pada pemahaman belaka? Tidak dengan lainnya. Bukankah memang seperti itu adanya.

Tapi jangan sampai dilupa bahwa untuk memahami suatu hal yang dianggap penting, akan dihadapkan dengan kondisi yang genting. Bukankah suatu hal yang mewah harus juga dihadapi dengan susah payah?

Berlian misalnya. Berlian yang berada di dasar samudra atau yang sudah ada di muka dunia, esensinya sama, susah untuk mendapatkannya. Untuk dapat memiliki berlian yang masih berada dasar samudra, tentu dibutuhkan keberanian. Untuk berlian yang ada di muka dunia, tentu dibutuhkan banyak pengeluaran.

Sudah jelas bukan bahwa esensi dari padanya sama, walau di dua tempat yang berbeda. Bila berlian itu masih berada di dasar samudra, maka tentu harus berani untuk berhadapan dengan ikan buntal yang ganas, ikan pari yang menyengat,bahkan ikan hiu yang mematikan. Bukan hanya keberanian, harga dari nyawa yang konon tak terhingga, kini juga harus dipertaruhkan, bila kegiatan menyelam sudah dilakukan.

Bila berlian itu sudah berada di muka, bila anda ingin memilikinya, kumpulan koin yang berasal dari tetesan keringat yang terkumpul bertahun-tahun lamanya, akan hilang dalam sekejap mata. Bayangkan saja, untuk Anda yang ingin memiliki 1 karat berlian dengan kualitas yang buruk, uang yang harus anda keluarkan minimal dikisaran harga 7.500.000. Namun bila yang ingin anda miliki adalah 1 karat berlian dengan kualitas terbaik, maka uang yang harus anda keluarkan minimal dikisaran harga 438.656.000. fantastis bukan? Itu artinya, bila anda ingin mempunyai berat minimum dari sebuah berlian, Anda setidaknya terhadap uang 7.500.000 harus mengeluarkan.

Pemahaman juga demikian. Baik yang masih berada di dasar samudra atau yang sudah berada di muka, harga dari kata paham, hingga kini, untuk dimiliki, masih terlampau tinggi.

Layaknya berlian yang harganya tak dapat dijual di toko-toko pinggir jalan, kata pemahaman pun juga demikian. Untuk dapat memiliki kata paham dengan kualitas yang buruk saja, sekaligus kuantitas yang minimum, anda harus merogoh lebih dalam kerja keras yang ada dalam diri anda, bila ia masih berada di dasar samudra. Namun bila ia sudah berada di muka, maka yang harus anda keluarkan adalah sejumlahrupiah.Bahkan sepupu dari utusan agung muhammad, ali bin abitholib, pernah berkata bahwa harga dari satu huruf bisa mencapai dikisaran 4.600.000.

Dari kesulitan demi kesulitan tadi itulah, maka patut kiranya orang yang memiliki kata paham akan berbangga hati sekaligus berbangga diri. Walaupun, untuk yang kedua, dalam tatanan agama, masih haram hukumnya. Karena memang tak semua orang dapat menyelam di samudra lepas atau terhadap teringat selalu memeras.

Dari panjang lebarnya keterangan, setidaknya ada 1 benang merah yang dapat kita tarik dari rangkai demi rangkai benang hitam yang sudah dijelaskan. Bahwa, bila sudah seperti itu adanya, maka makna dari kata Fahmi, yang digantungkan dilauh mahfudz, saat ini bukanlah bermakna pemahaman, melainkan sudah bermetamorfosis menjadi berlian.

Menakjubkan bukan?

 

 

 

 

 

Selasa, 15 Desember 2020

DIBALIK PARASNYA YANG TAMPAN. DIA JUGA BAGIAN DARI PERAMAL YANG HANDAL

 


DIBALIK PARASNYA YANG TAMPAN. 

DIA JUGA BAGIAN DARI PERAMAL YANG HANDAL

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi

 Tempat asalnya adalah bumi khatulistiwa. Tempat dimana matahari pas di ujung kepala, dan tempat terjadinya perang antar suku yang berbeda ”dayak vs madura. Dibawah matahari dan pas ditengah perut bumi. Pontianak selalu di kenal dengan panasnya bahkan jika dibandingkan dengan surabaya, itu hanya bagian abunya saja. tak heran jika anak pontianak memiliki paras yang biasa saja, tapi tidak dengan bang lie.

Ust. Shodiq atau yang lebih mashur disapa bang lie ini “Nama laqabnya lebih dikenal daripada nama aslinya” sama seperti Syaikh Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi yang lebih dikenal dengan nama Abu hurairah. Nama itu seakan sudah menjadi bagian dari hidupnya mendarah daging baginya. Tak heran jika santri yang baru lahirpun istilah bagi santri baru mengikuti hal yang serupa.

Sekelumit tentang kisah hidupnya. Bang lie berlayar pada tahun 2006. sebagai santri tertua saat ini. Bukan hal mudah baginya berlayar ke Malang. Ia harus menerjang gemuruhnya ombak yang gak karuan serta melawan rasa sakit saat di perjalanan. Dia beralasan. Dia mabukan. Sebuah penyakit yang katanya berasal dari perdesaan atau bahasa kasarnya disebut “kampungan.

Yah dia (bang lie) memang memiliki paras di atas rata-rata. Meski umurnya sudah terbilang tua. Tapi wajahnya tak termakan usia. Sementara manisnya dan gairah tawanya tidak habis di makan semut begitu saja. Tak heran jika kebanyakan anak putri atau bahkan perempuan di luar sana akan selalu membayangkan satu kamar dan satu bantal denganya. Serta menjalin keluarga hingga ujung nyawa akan memisahkan mereka berdua. Baginya hal yang paling mudah adalah menaklukkan hati wanita. Melihat wajahnya seakan menunjukkan berhati mulia. Dan dibalik senyumnya tersimpan gombalan magis yang bikin geleng kepala. Buktinya “cinta sak kreseek” menjadi viral di social media. Tentunya perempuan akan memasang badan dan memastikan itu semua.

Sepasang foto tersimpan di internalnya. dengan sedikit quetes yang mengisahkan tentang kisah hidupnya. Dalam pengakuanya ia bercerita. Ada beberapa foto yang memiliki kenangan yang muram. tentang perempuan yang pernah dicintai semasa dia masih duduk di bangku kuliah. Ada juga foto yang tak terpasang di Hpnya. Tepatnya saat ada perempuan maba (mahasiswa baru) yang pingsan akibat ketampanannya.

Apakah bang lie pernah ditembak? Dalam ceritanya, ia pernah merasakan tembakan pertama. Tak perlu di sebutkan namanya. Ia mengakui kesalahannya. Namun itulah resiko yang  harus ia terima. Menjadi orang tampan dan pendiam. Sama seperti cantik itu luka. Dia juga mengalami hal yang serupa “Ganteng itu luka” baginya “ganteng menyiksaku”

Meski wajahnya tampak garang saat dia menjadi keamanan. Badanya tangguh perkasa sebagaimana ketua keamanan sebelumnya. Dan tak habis-habisnya mengeluarkan mantra-mantra dari lisanya. Bang lie tetap manusia biasa. Gemuruh tangisnya pernah membasahi pipinya. Bibirnya sudah tidak ada kata-kata. seolah ia sudah kehilangan perempuan yang dicintainya. Sebab tidak direstui oleh ibunya. Info yang lain Nyai sepuh juga tidak merestuinya.

Usut punya usut. Dia juga bagian dari peramal yang handal. Tak tanggung-tanggung sebuah kata taukid penguat melekat dalam kata “Handal. Mustahil di percaya memang. Bahkan aku sendiri tidak seratus persen mempercayainya. sebab hidupnya hanya didekasikan untuk tersenyum cengingiran serta bercerita dan mendengarkan cerita dari teman lainnya. Hinga tak jarang ia terlihat bercerita sekedar meramal apa saja yang telah dilihat sebelumnya. Dan menulusuri benda-benda yang ada di depan matanya. Itu seakan-akan sudah menjadi ahlinya. Melihat hal yang tidak ada menjadi ada yang tidak bisa di lakukan oleh orang lain pada umumnya.

Metode meramal persyaratanya cukup gampang. Hanya menyebutkan nama tanpa harus memberikan asal dimana ia tinggal dan segala macam. Asal bang lie tau orangnya dan tau wajahnya. Atau jika tidak demikian. Tinggal meyetorkan foto secara diam diam.

Meramal baginya adalah suatu pekerjaan yang sulit-sulit gampang. Sebab prosesnya lama dan tak mudah baginya melakukannya. Selain lama ia juga harus menahan getar getirnya malam. Membuka mata telanjang. Mengembalikan daya fikir agar kembali bugar. Dan ia juga harus melakukan wiridan spritual. yang istiqomah di baca di sepertiga malam. hingga tak jarang ia banggun. sekedar membaca mantra yang konon ia baca mulai dari tahun 2010. tepatnya sepuluh tahun yang silam.

          
            Peramal merupakan keahlian yang khusus dan jarang di mliki oleh orang. Dan bang lie mampu memiliki itu. Mata batinya seolah melihat apa saja. Dan mata hatinya seolah rapuh oleh kisah cintanya. menarik di tunggu kisah-kisah yang tentunya di nantikan oleh para fansnya.

Foto ini diambil saat pemanggilan santri di gerbang depan Raudlatul Ulum 1 Doc: (Ketua Keamanan)


Senin, 30 November 2020

SADAR ATAU MALAH DIAM (Sosok)


"Salah satu foto Ust ikhwan yang tampak manis"


SADAR ATAU MALAH DIAM

Oleh: Mukhlis Akmal Hanafi

Sadar akan kewajiban adalah prinsip besar yang harus ditanamkan. Begitu kira-kira ungkapan ust ikhwan saat rapat pengurus berlangsung. Ungkapan diatas menjadi prinsip dan tujuan yang harus ditanamkan dalam diri siapapun. sebab tidak bisa diragukan lagi, kesadaran merupakan kunci kesuksesan yang baru-baru ini menjadi topik pembicaraan dikantor pesantren. Meski kita sudah tau dan menduga bahwa ungkapan diatas dalam arti sadar akan jadi bahan incaran untuk saling cemooh dan saling menjatuhkan. Begitulah keadaannya kawan! Siapapun yang mampu menafsiri ungkapan ust ikhwan dengan benar. Maka tanpa disadari orang itu sudah banyak belajar dari beliau. Terutama soal kharismanya yang besar. Dan utamanya perihal sadar dan kesadaran.  

Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang satu ini. Sosok karismatik yang tidak ingin kehilangan marwahnya gara-gara bercanda yang kelewatan batas. Ia sepenuhnya mempertahankan kharisma dalam diri santri. Dan menaruh kepercayaan besar dalam dirinya sendiri. “Akhlak mulia seorang santri juga dapat dipengaruhi oleh kharisma pengurus dan prilaku dari keseharian itu sendiri! Imbuhnya. 

Dua tahun yang silam tepatnya tahun 2018 ust ikhwan resmi ditunjuk sebagai pengurus harian dan di amanahkan sebagai anggota ubudiyah bagian kontroling dan penegak hukum di bidang ibadah dan al-quran. sempat juga di gadang-gadang jadi penerus Ust Sulaiman (the next sulaiman) yang secara kebetulan ust sulaiman juga pernah memasang badan di pengurus Ubudiyah. Namun sayang ust sulaiman malah memutuskan untuk boyong lebih awal faktor usia dan sudah waktunya menikah. 

Ubudiah tentunya bagian yang sangat central dalam kepengurusan. Selain harus memikul berat tanggung jawab yang harus ia emban. Ia juga dipaksa untuk istiqomah berjamaah dalam setiap rutinitas yang ia jalani dan tak menampik untuk kemudian jadi imam. Ini merupakan pengabdian yang sulit jika hanya dipikirkan. Jika tidak, dengan kesadaran dan ketekunan yang ust ikhwan berikan. Lagi-lagi soal kesadaran dan sadar  (خدمة للمعهد)

Hebatnya lagi; ust ikhwan pun juga ikut membantu administrasi pondok yang notabannya itu pekerjaan sekretaris. dan tak segan membantu bendahara jika kesempatan yang lain orang yang bersangkutan berhalangan. 

Apa namanya jika bukan sadar? Kesadaran mampu membatasi ruang lingkup kehidupan dengan sedemekian jenis dan beragam. Buktinya saat jam istirahatpun ust ikhwan rela bangun dari tidurnya sembari memberi pelajaran kepada teman santri yang ikut dalam ruang kursusan. Baginya, itu merupakn hal yang biasa dan bukan hal mustahil dilakukan. Lagi-lagi kesadaran jadi aktor penting dalam diri ust ikhwan. 

Wajahnya memang terbilang muram, namun dihatinya tertanam kesadaran yang sulit dibayangkan. Begitulah yang dapat aku simpulkan.

Dari segi keterampilan dan olah baca kitab kuning ust ikhwan tidak bisa dipandang sebelah mata. Keahlian dalam membaca dan menjelaskan Ust Ikhwan adalah jagonya. Melalui jejak digital yang saya punya, ia sudah meraih trofi bergengsi saat masih duduk dibangku non formal tepatnya di Madrasah Diniyah. Hingga mampu mengikuti kejuaraan kitab kuning tingkat MQK (Musyabaqoh qiroatl kutub) di madura. Namun sayang beribu kali sayang banyaknya peserta dari malang mengharuskan ia saling sikut dan akhirnya ia pun harus gugur di babak penyisihan. 

Berangkat dari pengalaman. Iapun banyak belajar dan mulai memahami dunia luar. Salah satu yang membekas dalam dirinya adalah; saat ia memutuskan untuk tetap diam dan menaruh perasaan yang dalam pada diri seseorang yang belum sepenuhnya ia kenal. Siapakah dia? Tentunya itu pertanyaan besar yang masih belum dipecahkan. Namun sayang rayuan yang aku berikan memaksa ia harus mengakui itu semua. Bahkan dalam proses wawancara ia berinisiatif untuk menceritakan kronologi dan awal mulanya. Meski keadaan yang sebenarnya cukup alot dan rumit dijelaskan. 

Dalam wawancara kami. Ada sedikit pembicaraan kecil nan menarik yang mustahil dilewatkan. “Aku diam bukan berarti melupakan ” ujarnnya. Aku berpikir panjang sampai pada titik aku benar benar merasa paham. Dan pada akhirnya akupun mulai memahami apa yang sudah jadi kaidahnya. Saya pun mengingat salah satu maqalah yang pernah disampaikan oleh gus abdurrahman sa'id (gus dur) saat acara maulid di atas aula lantai dua. Maqalah itu berbunyi

سلامة الانسان فى حفظ اللسان 

“Keselamatan manusia itu tergantung dimana ia harus menjaga lisan.

Bisa menarik kesimpulan; diam dan menyimpan rahasia secara diam-diam merupakan cara Tuhan untuk lebih sedikit melakukan tindakan kriminal. Lisan itu sebuah komunikasi untuk menyampaikan informasi, semua angggota tubuh yang kau miliki itu bisa mewakili cara pandang dalam kaca mata orang lain dan aku sendiri. Lebih baik diam daripada harus banyak tingkah tapi kosong isinya. 

Konon katanya, ekspresi kegembiraan dengan cara diam itupun membuat ust ikhwan tak sepenuhnya diam dan enggan tidak melakukan ritual.  Buktinya saat ia ditanya perihal orang yang dicintainya pun ia terus menjawab dengan suara yang lantang. Dan tentunya, dalam setiap kesempatan ada bait bait doa yang ia tanamkan. Sungguh mengharukan kawan!

Apakah ust ikhwan benar-benar sadar? Begitulah pertanyaan yang mendasar. Pertama: Menaruh harapan yang besar kepada orang yang belum ia kenal. Kedua: hanya bisa diam dan tidak menyatakan kebenaran. Ketiga lebih besar ke(malu)annya daripada kebenarannya.

Disatu sisi aku benar-benar menaruh empati yang sangat tinggi kepada ustad yang satu ini. Bagaimana tidak, kumpulan pertanyaan yang sudah aku miliki masih belum menemukan jawaban yang pasti. Tapi disisi yang lain. Akupun mulai paham dengan kondisi yang sedang ia jalani. lebih baik diam daripada harus menerima pil pahit yang sunnguh tak terduga itu bakal terjadi. Simalakama bukan! 

Antara sadar atau lebih memilih diam? 

Sadar dengan berbagai macam tantangan dan menerima kenyataan, atau dengan diam menyembunyikan kebenaran dan membiarkan orang lain diberi ruang kebebasan. 

Menarik ditunngu. []

Sabtu, 11 Januari 2020

KIAI YAHYA BEKALI AL-QUR'AN PADA TIGA SANTRI TUGAS

Sebagaimana layaknya lembaga pendidikan yang senantiasa meluluskan anak didiknya, PP Raudlatul Ulum 1 banyak menghantar para santri hingga selesai jenjang pendidikannya. Namun dibalik kenyataan pesantren yang berada di desa Ganjaran Gondanglegi Malang itu menamatkan santri-santrinya dalam pendidikan formal, KH Yahya Syabrowi telah melakukan penugasan santri ke beberapa wilayah sejak lama. Salah satu di antara santri yang ditugasi kiai asal Sampang Madura itu adalah Ustadz Samin.
  
Pemberangkatan Bapak Samin ini merupakan tahap kedua setelah Ustadz Su'udi Penjalinan Gondanglegi dan Ustadz Sari asal desa Ganjaran ke wilayah Kalimantan Barat. 

Sebetulnya penugasan tahun 1973 ini terdiri dari tiga orang: (1) Ustadz Rusdi Wahid dari Klepu Sumber Manjing Wetan. (2) Ustadz Marju'in [H. Khoiron] dari desa Bekur Pagak. (3) Ustadz Samin dari Lowok Waru Turen.
KIAI YAHYA BEKALI AL-QUR'AN PADA TIGA SANTRI TUGAS
Pict by Gus Mad


Kepada masing-masing tiga orang tersebut, Yai Yahya Syabrowi memberikan Al-Qur'an dengan warna cover yang berbeda-beda. Ustadz Rusdi mendapat Al-Qur'an berwarna coklat, sedangkan Ustadz Marju'in memperoleh warna kuning, sementara Ustadz Samin dihadiahi warna abu-abu. Tidak diketahui dengan jelas rahasia yang melatari perbedaan warna kulit kitab suci itu, tetapi mencermati kondisi masing-masing ketiga tugasan, bisa dianalisa dari spesifikasi peran-peran ketiga orang tersebut. Ustadz Rusdi Wahid lebih banyak mengembangkan pendidikan melalui lembaga pesantren dan sekolah, adapun Ustadz Marju'in lebih tampak bermain di ranah politik sedangkan Ustadz Samin lebih terlihat sebagai sosok yang menyertai masyarakat akar rumput.

Selain memperoleh Al-Qur'an, sewaktu akan berangkat, ulama yang hingga wafat masih menduduki Musytasyar NU Cabang Malang itu mengijasahkan "Asmaul Husna" kepada ketiga santrinya. 

KIAI YAHYA BEKALI AL-QUR'AN PADA TIGA SANTRI TUGAS
Pict by Gus Mad

Sementara Ustadz Samin yang dikenal dengan sebutan "Pak Guru" di Retok Majau itu diberikan buku "Tata Cara Menikahkan". Ternyata buku yang ditulis oleh Drs KH Mursyid Alifi itu kini sangat berguna, karena entah bagaimana asal muasalnya setiap kali ada acara pernikahan, masyarakat selalu menunjuk Ustadz Samin sebagai tokoh yang dipercaya menangani akad nikah di kampungnya. 
_

(Disarikan dari berbagai sumber oleh Gus Mad)