Senin, 28 September 2015

Pak Mudi, Jalan Berliku Pengairan di PPRU I

Pengadaan sumber air baru dengan memasang Pipa air yang menghubungkan tandon air desa Sumberjaya-PPRU I Ganjaran, telah rampung pengerjaannya. Nama Mahmudi tidak dapat dilepaskan di balik suksesnya pengerjaan ini. Berikut hasil wawancara reporter Akhbar dengan beliau.  

Sebagaimana kita tahu, sumber air yang digunakan untuk kebutuhan santri di pondok pesantren Raudlatul Ulum I ganjaran berasal dari dua tempat. Pertama, berasal dari sungai putat sebagai sumber utama untuk memenuhi  kebutuhan mandi, mencuci, dan buang hajat. Kedua,  berasal dari desa Bulupitu yang menggunakan tekhnologi Pompa Hidram Dongki Air. Untuk informasi, Pompa Hidram Dongki Air adalah salah satu jenis pompa air yang bekerja tidak menggunakan tenaga listrik atau bahan bakar (bensin atau minyak diesel), tetapi Pompa ini dapat bekerja karena dijalankan oleh tenaga air itu sendiri. Nah, air dari sumber yang kedua ini, di PPRU I dialokasikan untuk kebutuhan minum dan wudu, dan sebagai ganti jika sumber pertama kering. 

Sejak awal  sumber air yang berada di desa Putat, sebagai sumber  air utama di pesantren,  berasal dari  danau yang berada di Kecamatan Kedung Kandang. Pembagian aliran airnya ditangani langsung oleh Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur. Di antara daerah aliran air dari danau tersebut adalah Sungai Putat. 

Dari sungai Putat ini, pengaliran air digilir kearah selatan jalur Putat–Gondanglegi serta daerah sekitarnya, dan jalur barat Putat-Ganjaran, setiap minggu sekali. Saat air dari Putat dialirkan ke jalur Putat-Gondanglegi, aliran air jalur Putat-Ganjaran terhenti. Imbasnya, kebutuhan untuk  mandi santri di pondok pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran tidak terpenuhi.  Di saat seperti ini, sumber air yang kedua dari desa  Bulupitu difungsikan untuk meminimalisir kekurangan air di pesantren ini. Namun, dengan daya alir yang minimal, sumber dari desa Bulupitu hanya dapat membantu 25% persediaan air dibanding sumber dari sungai putat.  Kekurangan air pun belum terpenuhi secara maksimal. Dan hal ini terjadi setidak-tidaknya setiap satu minggu sekali. 

Pada tahun 2012 Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur mengeluarkan kebijakan perbaikan Pengelolaan Irigasi dan Bangunan Pengairan di Wilayah UPT PSDA di Malang sebagai tindak lanjut dari PELITA ( Pembangunan Lima Tahun) oleh pemerintah pusat. Sehingga ditahun-tahun tersebut  selama pengerjaan sarana-prasaran dilangsungkan, pembagian air tersendat . Ironisnya, pengerjaan tersebut sampai saat ini belum rampung terselesaikan. Dan kekurangan air di pesantren semakin sering  terjadi. 

Nah, melihat hal itu Gus Abdul Mannan Qoffal, Kepala SMK Al-Khozini mempunyai usulan  untuk menambah sumber air dengan bekerja sama dengan HIPAM (Himpunan Pemakaian Air Minum) yang dikelola oleh masyarakat Ganjaran,  sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan air di pondok pesantren yang didirikan oleh KH. Yahya Syabrowi ini.  Kerja samapun berlanjut pada hitam diatas putih. 

Kemudian, dalam realisasinya tentu akan berhubungan dengan Pengurus Pengairan PPRU I Luar, yang saat ini diketuai oleh Mahmudi Ihsan, tanpa mengenyampingkan pihak lain yang terkait. Mulai dari proses kerjasama sampai pelaksanaan penyambungan pipa air, memakan waktu  15 hari. Sebagai puncaknya, pada hari Minggu (13/9) kemaren, penyambungan pipa tandon air Sumberjaya, PPRU I Ganjaran dengan jarak sekitar 1.300 m, telah selesai dilaksanakan. 

Nah, untuk mengetahui lebih jelas tentang proyek tersebut, di malam 8 September 2015, kami mendatangi pria yang dikenal dengan sapaan bapak Mahmudi tersebut. Di rumahnya, yang terletak sebelah barat--sekitar 150 m--dari lokasi pondok pesantren Raudlatul Ulum I, kami disambut ramah dengan senyum khas santri. “Saya sudah mau tidur tadi, mau keluar rumah suhunya dingin, eh ternyata ada tamu,” sambut pria kelahiran Ganjaran tersebut, seraya memperbaiki letak kaos kakinya setelah mempersilahkan kami duduk di sofa warna coklat tua. Di ruangan seukuran 2,8 X 3 ini kami saling bercengkrama tentang kesehatan  keadaannya sekeluarga sebagai dialog pembuka. 

Dari data yang didapat, mulai awal sampai pelaksanaan penyambungan pipa air, proyek tersebut dapat menghabiskan dana sekitar 35 juta rupiah. Biaya terbesar proyek tersebut di alokasikan untuk pembelian pipa air yang menyambungkan tandon air HIPSAM-PPRU I dan SMK Al-Khozini dengan jarak 1.300 m. Totalnya, 22 juta rupiah digelontorkan untuk pipa air, sedangkan sisanya untuk biaya operasional dan konsumsi simpatisan yang turut dalam pengerjaan. 

Tidak lama kemudian satu gelas besar penuh dengan air kopi panas  disuguhkan kepada kami. ”Ayo diminum, biar badannya hangat,“ katanya. Sambil menikmati suguhan kopi,  kami mengatakan maksud kedatangan kami untuk mewawancarai  pria dengan nama panggilan pak Mudi ini, tentang manfaat proyek tersebut. “ jika  proyek ini selesai dan dapat difungsikan, air dari Sumber Jaya  dapat menggantikan  50% kebutuhan saat sumber air dari putat tidak mengalir,” tutur pria kelahiran 26 September 1970 tersebut dengan bahasa Madura. 

Pak Mudi menambahkan, setelah proyek penambahan sumber air tersebut  selesai, sumber baru tersebut  posisinya sebagai cadangan jika sumber dari putat tidak mengalir, dan dalam pemfungsiannya harus mengeluarkan biaya kepada HIPSAL. “Santri sebaiknya lebih hemat dalam pemakaian dan bersabar jika sewaktu-waktu air mati,” pesan pria yang juga membantu mengajar di pondok pesantren saat ini,  kepada kami saat diwawancarai. 

Kiprah pria kelahiran Ganjaran ini sebenarnya bermula saat beliau bergabung dengan pengurus Pengairan Luar pondok dari kalangan alumni yang berada di sekitar pesantren pada tahun 2011 setelah  boyong dari pondok pesantren Raudlatul Ulum I tahun 1997. Saat itu, bidang ini diketuai oleh bapak dengan inisial NK. Setelah berjalan satu tahun bergabung di petugas pengairan ini, melalui rapat yayasan  KH. Yahya Syabrowi, pada tahun 2012 beliau diangkat sebagai ketua Pengairan tersebut, karena dipandang kinerjanya bagus. 

Selama menjabat sebagai ketua pengairan tersebut, ada beberapa proyek yang telah dia laksanakan. Di antaranya bangunan-bangunan  kecil di dalem pengasuh, pondok putri, pembangunan tandon air di putat, dan pada tahun 2013 proyek Sanitasi yang telah menghabiskan dana 150 juta. 

Di balik kesuksesan tersebut, saat ditanya darimana pengalaman tentang bangunan dan pengairan tersebut didapat? Beliau menjawab dengan sederhana, “Saya tidak pernah belajar tentang itu. Cuma dulu, saat berada di pesantren semua saya kerjakan. Ada pembangunan saya turut membantu, saat ada pekerjaan untuk pengairan saya bantu. Dan hal itu, saya lanjutkan ketika dipercaya menjadi pengurus pesantren di bidang pengairan,” tutur alumni yang pernah menjabat Keamanan Pesantren tersebut.[] 

Reporter: Yusroful Kholili | Foto: Mukhlis

Rabu, 01 April 2015

Abu al-Aswad al-Du'ali

Oleh : Miftahul Ulum *

http://www.ppru1.net/
Ibnu Aqil Syarah al-Fiyah
Ilmu Nahwu merupakan salah satu bidang ilmu yang mendapat perhatian besar di pesantren. Terbukti dari banyaknya kitab ilmu nahwu yang di pelajari para santri, seperti Al-Âjurûmiyah, Al-‘Imritî, dan AlfiyahIbnMâlik. Kitab-kitab tersebut biasanya dihafalkan para santri. Lalu siapakah orang yang dianggap sebagai pencetus ilmu Nahwu?
Dalam I’lam al-Bararahbil al-Mabadi’ al-Syarah karya Shâlih Ahmad bin Sâlim al-‘Idrus disebutkan bahwa pencetus ilmu Nahwu adalah Abû Aswad al-Du’alî atas perintah dari‘Alî bin Abî Thâlib. Nama lengkapnya adalah Dialim bin ‘Umar bin shafyân bin Jandal bin Ya‘mûr bin Hils bin Nafasah bin Udâf bin al-Du’alî bin Bakar bin Abd Manâf bin Kinânah bin Mudrikah bin Ilyâs bin Mudar bin Nazar. Dari pihakibuAbû al-Aswad al-Du’alî masih keturunan dari Banî Abd al-Dâr bin Qushai.

Selasa, 06 Agustus 2013

Profil KH. Yahya Syabrowi - Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1

Jika saat ini desa Ganjaran Gondanglegi Malang dipadati dengan masyarakatnya yang ramah, suara-suara merdu santri mengaji, pondok-pondok pesantren yang terlihat eksis mengkaji kitab kuning, maka suasana tersebut tidak terlepas dari jasa sosok seorang Kiai yang Tawadhu, cinta akan ilmu, sekaligus Mukasyif.

Senin, 06 Mei 2013

Profil KH. Mursyid Alifi

KH. Mursyid Alifi
K.H.Mursyid dilahirkan pada tanggal 25 November 1944M di desa Ganjaran.Beliau putra termuda dari 6 bersaudara. Sejak kecil beliau telah menjadi yatim piatu, beliaupun tinggal bersama dengan saudara-saudaranya. Beliau menimba ilmu pada KH. Yahya Syabrawi.Kemudian menginjak dewasa,beliau nyantridi Peterongan Jombang dan Bangkalan Madura pada K.H.Kholil, selama 2 tahun. Setelah menyelesaikan mondoknya, beliau melanjutkan kuliah di IAIN Sunan Ampel Bangkalan,yang menjadi cabang IAIN Surabaya. Setelah selesai, beliau mendapat gelar sebagai Sarjana Muda.Untuk melengkapi gelarnya beliau melanjutkan kembali kuliahnya di IAIN Malang.

Pada tahun 1971 beliau kembali ke desa Ganjaran. Tak lama kemudian beliau dinikahkan oleh K.H. Yahya Sabrawi dengan putrinya yang saat itu masih nyantri diJombang.Tetapi, meski sudah menempuh hidup baru,keinginan untuk menuntut ilmu masih membara dalam hatinya.Hal ini terbukti meskipun sudah menyunting Nyai Hj. Hamimah, Mursyid muda masih melanjutkan studinya yang ditinggalkan di Bangkalan kemudian masuk IAIN Malang (sekarang UIN Maulana Malik Ibrahim Malang). Internalisasi dan sosialisasi didunia akademis maupun didunia luar pesantren yang intens pada gilirannya membuat semangat pembarahuan menyala didada Mursyid muda.

Profil KH. Khozin Yahya Syabrowi

Oleh :  Guz. Ma’ruf Khozin 

KH Khozin Yahya
KH Khozin Yahya adalah putra pertama pasangan KH Yahya Syabrowi dan Nyai Hj. Mamnunah Bukhari. Beliau pula yang menjadi pengasuh kedua di PP Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Gondanglegi Malang. 

Ibu Nyai Sepuh, Nyai Mamnunah mengisahkan bahwa KH Khozin Yahya dilahirkan di Ganjaran, di Dalem KH Bukhari yang saat ini ditempati oleh KH Mujtaba Bukhari. Beliau lahir pada malam Kamis (jam 2) 16 Jumada Akhir 1358 H / 1939. KH Yahya Syabrowi memberi nama ‘Khozin’sebagai bentuk tafa'ulan (mengharap kebaikan) kepada guru beliau KH Khozin, pengasuh Pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo. Ibu Nyai Sepuh juga mengisahkan bahwa kira-kira waktu KH Khozin berusia 2 tahun, KH Bukhari telah membelikan sebuah rumah dan tanah untuk KH Yahya yang terletak di dekat perempatan desa Ganjaran. Maka KH Yahya dan Nyai Mamnunah pindah ke rumah barunya, dan Nyai Sepuh berkata: "Waktu itu masih sangat serba sulit, belum punya sesuatu untuk dimakan", kenang beliau.