Judul: Ilm al-Manthiq li al-Madāris al-‘Arabiyah
wa al-Ma‘āhid al-Dīniyah bi Indūnisiyā
Penulis: Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī
Penerbit: Syirkah Maktabah Mushthafā al-Bābī al-Halabī
Tahun: 1937
Tebal: 84 halaman
Tujuan kitab ini adalah untuk menutupi kekosongan yang
ditemui penulisnya. Di Indonesia banyak beredar kitab-kitab mantik berbahasa
Arab, namun bahasanya sangat sulit. Bahkan kitab mantik yang biasanya diajarkan
untuk pemula pun masih terlalu sulit dipahami. Hal itu merugikan, baik bagi
pembelajar ilmu mantik maupun bagi para guru yang mengajarkannya.
Upaya menyusun kitab ilmu mantik yang sederhana dan
ringkas bagi pemula memang tantangan tersendiri. Ilmu ini tergolong
“menakutkan” bagi pemula karena tingkat kesulitannya. Namun, kesan menakutkan
itu sebenarnya lebih didorong oleh jarangnya buku-buku yang bagus untuk pemula.
Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī adalah salah satu penulis Indonesia yang berusaha
memenuhi tantangan itu. Melalui kitab tipisnya, dia terhitung berhasil melakukannya.
Keberhasilan itu terlihat dari beberapa upayanya. Pertama, dia membuat
contoh-contoh yang cukup kaya. Dalam kitab-kitab lain, contoh-contoh yang
diberikan berkutat pada “al-insān hayawān al-nātiq,” mirip seperti ilmu
Nahwu yang contoh-contohnya melulu “jā’a zaidun, dlarabtu zaidan, marartu bi
zaidin.” Ketersediaan contoh-contoh yang tidak itu-itu saja membuat
uraian-uraian teori dan kaidah-kaidahnya jadi lebih mudah dicerna.
Kedua, Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī juga membuatkan bagan dan kolom untuk menyederhanakan
konsep-konsep yang terkandung dalam ilmu ini. Dengan kata lain, dia
memanfaatkan strategi mind mapping agar bukunya ini lebih mudah
dipahami. Dalam teori pembelajaran modern, sekarang sudah terbukti bahwa
strategi mind mapping adalah salah satu strategi pembelajaran yang
efektif.
Ketiga, dia fokus pada pembahasan ilmu mantik semata, tanpa menyisipkan
ilmu-ilmu lainnya. Beberapa kitab yang beredar di Indonesia, katanya, menjadi
sulit dipahami karena di dalamnya terkandung ilmu-ilmu yang bermacam-macam,
tidak fokus. Itu membuat para pemula sering kehilangan arah saat
mempelajarinya. Suatu kitab yang mudah bagi pemula, bagi Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī, adalah kitab yang fokus, tidak melantur ke
mana-mana.
Mungkin karena upaya yang ketiga ini, Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī tidak menjelaskan hukum mempelajari ilmu ini
sebagaimana terlihat dalam kitab-kitab mantik lainnya. Itu adalah
wilayahnya ilmu fikih, bukan ilmu
mantik.
Demikianlah, kitab ini dikarang dalam upaya mengisi
ruang kosong kemudahan dan kesederhanaan dalam penyajian ilmu mantik. Namun
apakah dia adalah satu-satunya orang di Indonesia yang mengupayakan hal itu?
Jika kita telisik khazanah keilmuan di negeri itu, akan mudah ditemukan bahwa
jawabannya adalah tidak.
Tujuan seperti ini juga pernah dilakukan oleh Syaikh
Yasin Padang. Kitabnya yang berjudul Risālah fi ‘Ilm al-Manthiq ditulis
dalam format Q & A (tanya-jawab). Tentu itu sangat memudahkan bagi pemula.
Uniknya, Syaikh Yasin Padang menyatakan bahwa ilmu ini bisa membantu kita untuk
mempelajari ilmu Usul Fikih dan Ilmu Balaghah.
Tokoh Nusantara lain yang mengupayakan hal serupa
adalah KH. Miftah bin Ma’mun Marti Cianjur. Kiai ini sangat produktif menulis
kitab dalam berbagai disiplin ilmu keagamaan. Kitabnya tentang ilmu mantik pun
banyak. Saya memiliki delapan kitabnya yang khusus membahas ilmu mantik.
Kitab-kitab ini berbentuk syarh, hasyiyah, dan sebuah
tulisannya sendiri berjudul Al-Miftāh ‘ala Tahrīr Qawā’id al-Mantiq.
Pada dasarnya, kitab berbentuk syarh dan
hasyiyah pun sebenarnya bertujuan sama. Setiap syarh dan hasyiyah
sebenarnya berangkat dari keinginan mengurai suatu kitab yang tulisannya
cenderung sulit dipahami. Hanya saja, kitab syarh dan hasyiyah
biasanya tidak diperuntukkan untuk kalangan pemula, melainkan untuk pembelajar
tingkat madya atau.tingkat lanjut.
Beberapa pesantren telah menyusun buku ajar yang
berupa syarh atas nazam Al-Sullam al-Munawraq. Kitab-kitab
itu disusun sebagai buku ajar atau kitab takrir untuk para santri. Pada
umumnya, kitab syarh takrir semacam ini adalah ringkasan dari
kitab lain yang lebih besar. Namun, karena memang kitab-kitab itu ditulis oleh
sang kiai atau santri senior di pesantren bersangkutan, maka bisalah kiranya
kitab-kitab itu digolongkan sebagai khazanah Nusantara.
Kitab ‘Ilm al-Manthiq yang ditulis oleh Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī itu memang bukan satu-satunya kitab mantik yang
bertujuan untuk memudahkan para pemula dalam belajar ilmu itu, tapi harus
diakui bahwa kitab ini memiliki keunikannya sendiri. Sebagaimana disebutkan di
muka, penyajian contoh-contoh yang kaya dan pencantuma bagan serta kolom adalah
keunikannya yang tampaknya tidak miliki oleh kitab mantik lain yang ditulis
oleh para ulama Nusantara.
Keunikan lainnya adalah ketika dia menyebutkan sebab-sebab
kegalatan berpikir. Kitab mantik selalu menyebutkan bentuk-bentuk kegalatan
berpikir (mughālathāt) di bagian akhirnya. Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī menambahkan bagian khusus, yakni penyebab kegalatan
berpikir itu. Hal ini menjadi sumbangsih Muhammad Nūr al-Ibrāhīmī dalam kitab mantik, sebab kitab-kitab lainnya tidak
ada yang secara khusus menyebutkan sebab-sebab kegalatan berpikir semacam ini.
Menurut penulis kitab ini, ada tujuh sebab yang jadi
biang keladi kegalatan berpikir: (1) terlalu buru-buru memvonis, (2) terlalu
mudah membenarkan, (3) pemihakan terhadap suatu pandangan, (4) pengaruh
adat-istiadat, (5) hawa nafsu, (6) gemar berbeda pandangan, (7) mudah
terpesona.
Pencantuman sebab-sebab kegalatan berpikir ini tidak
disebutkan apa obat penawarnya. Secara tersirat, penulisnya ingin mengatakan bahwa penguasaan ilmu mantik
semata belum cukup untuk menghindari
bentuk-bentuk kegalatan berpikir. Mereka yang mahir dalam ilmu mantik tidak
secara otomatis akan menghindari kegalatan berpikir, sebab penyebab-penyebabnya
bukan hanya ketiadaan pengetahuan akan ilmu itu. Ada hal-hal lain di luar aspek
pengetahuan kognitif yang harus diperhatikan agar terhindar dari kegalatan
berpikir. Aspek non kognitif ini berada di luar ilmu mantik. Dengan demikian,
semakin terlihatlah bahwa interdependensi dan interkoneksi antar ilmu
pengetahuan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan.[]
0 comments: